Maryam dan Rosmawati sontak saling pandang, kemudian saling tunjuk. "Kami? Serasi? No, Sir! Kami hanya teman!" Protes Maryam dan Rosmawati secara bersamaan.
"Ouw ... baguslah!" Sahut Justin membuat bunga-bunga di hati Rosmawati kembali bermekaran.
Sesaat kemudian Justin melihat ke sekelilingnya. Tatapannya tiba-tiba terpaku kepada Jamie Scott yang saat itu tengah duduk santai dengan minuman kalengnya.
"Jamie!" Panggil Justin dengan suara yang cukup nyaring, sehingga membuat pria dengan kaos navy itu segera menoleh.
"Boss!" Jamie menjawab dengan senyum sumringah. Ia pun melambaikan tangannya kepada Justin. "What are you doing here?" Mereka kompak menanyakan pertanyaan yang sama.
"Mendinginkan kepala," Justin tersenyum begitu manis pada Jamie Scott seraya menghampirinya. Mereka kini duduk berdampingan pada bangku yang letaknya agak jauh dari Rosmawati dan Maryam.
Kedua gadis itu pun akhirnya rela berpindah posisi agar pandangannya terhadap kedua pria tampan dan maskulin itu tidak terhalang oleh apapun. Mereka memilih bersandar di besi pagar pembatas tepi sungai Thames.
Justin dan Jamie tampak mengobrol dengan begitu akrab dan seru. Jamie Scott bahkan berkali-kali menepuk paha Justin, membuat jiwa buruk sangka Rosmawati kembali mencuat. Sementara Justin pun memegangi lengan bergelombang Jamie Scott dengan senyum yang hangat.
"Tuh, kan! Gue bilang juga ape! Si Jamie itu agak-agak belok!" Bisik Rosmawati, "duh ... gimana, nih? Jangan sampai jodohku diembat sama dia," Rosmawati meremas ujung jaket jeansnya dengan rasa cemas.
"Gue masih bisa terima kalau saingan sama miss Lidya. Tetapi kalau sama Jamie ... angkat tangan gue," sambung Rosmawati sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Masa, sih? Gue masih nggak percaya," guman Maryam. Ia juga tampak miris dengan apa yang dilihatnya sore itu.
"Kayaknya ada yang salah, deh," Maryam memejamkan mata rapat-rapat, membayangkan idola pujaan hatinya hohohihek dengan sesama lelaki.
"Emang ada yang salah kan, Mun? Haluan dia tuh yang salah!" Rosmawati makin mengompori.
"Udah, ah! Pulang aja, yuk!" Ajak Maryam, "gue nggak sanggup liat kemesraan mereka," lanjut gadis itu seraya menarik pergelangan tangan sahabatnya.
Bersamaan dengan itu, terlihat Jamie Scott juga bangkit dari bangkunya lalu berjalan menjauh sambil melambaikan tangan pada Justin. "Okay. Tonight, Boss!" Ucapnya.
"I'll be waiting," balas Justin alias Mr. Blake. "Di tempat biasa, ya!" Serunya sambil melambaikan tangannya kepada Jamie Scott.
Maryam yang menggenggam pergelangan tangan Rosmawati, makin mengencangkan genggamannya. "Oh my God, Jem! Mereka janjian. Ntar malem katanya ... hiks ...." bisik Maryam pilu. Ia pun menyembunyikan wajahnya di pundak Rosmawati.
"Ya, udah. Mau gimana lagi. Pasrah aja deh, Mun," Rosamawati menepuk-tepuk pundak sahabat kembar siamnya.
"Gue juga sedih nih kalau ternyata mas Justin ikutan belok. Bakalan susah ngelurusinnya," ujar Rosmawati sembari menggosok ujung hidungnya yang mulai beringus.
"Aduh ... Jem! Perut gue tiba-tiba mules. Kayaknya kembung, deh! Cari tolak anjing, yuk!" Maryam meringis seraya terus mencengkeram lengan Rosmawati. Ia pun kemudian langsung menyeret sahabat kembar siamnya itu untuk pergi dari sana. Ia mengajak Rosmawati untuk pergi ke mini market langganan mereka.
"Minimarket bu Astuti lagi tutup, Mun! Tadi waktu istirahat gue juga nyari sambel terasi sachetan, ternyata tutup," Rosmawati menyebut toko asli Indonesia yang menyediakan barang-barang khas Indonesia.
"Aduh, gimana nih? Perut gue nggak nyaman banget," Maryam meringis sambil memegangi perutnya.
"Patah hati kok sampai segitunya, ya? Sampai kembung segala. Yuk, ah, kita jalan pulang sambil nyari toko lain yang mungkin jualan! Kita lewat rute lain," Ajak Rosmawati.
Maryam hanya mengangguk lesu mengikuti keinginan Rosmawati. Mereka berjalan meninggalkan Justin yang masih asyik dengan ponselnya di tepi sungai Thames tanpa berpamitan.
Rosmawati dan Maryam mulai mengitari area perkantoran dan pertokoan di pusat kota London. Sesekali langkah mereka terhenti, demi melihat barang-barang mewah yang terpajang di etalase untuk kemudian melanjutkan perjalanan berburu tolak anjing kembali.
Setengah jam kemudian, rasa lelah melanda kedua gadis itu. "Lagian nyari tolak anjing di pertokoan mewah. Ya mana ada!" Sungut Maryam sambil memegangi perutnya.
"Yah ... siapa tau ada toko yang nyempil jualan tolak anjing, Mun! Sekalian cuci mata gitu," Rosmawati meringis dan mengibas-ngibaskan tangannya di depan leher. Anak rambutnya tampak basah oleh keringat.
"Eh ... itu toko apa tuh!" Maryam menunjuk pada sebuah toko kecil sederhana yang berdiri di antara dua gedung mewah. Terdapat plang bertuliskan 'Herbal Shop'.
"Nah, itu ada toko herbal! Masuk, yuk! Siapa tau dia jualan jamu," Rosmawati antusias menarik lengan Maryam.
Lonceng di atas pintu masuk berbunyi saat Maryam membukanya. Toko itu terlihat sepi. Banyak toples berisi asinan dan ramuan asing berjajar di rak-raknya. "Hello!" Seru Rosmawati
Tidak ada jawaban. Suasana di sana begitu sepi.
"Spada! Excuse us! Punten!" Giliran Maryam yang berteriak, namun segera diakhiri dengan pukulan ringan di kepalanya oleh Rosmawati.
"Ini bukan warung mang Jajang, Munaroh!" Sergahnya.
Tak berapa lama, seorang wanita berkaus ketat dan memakai hot pants, yang biasanya Rosmawati sebut sebagai 'celana gemes', keluar dari bagian dalam toko. Wanita dengan rambut lurus dan berponi tebal.
Dua gadis itu terbelalak melihatnya. Pelan-pelan Rosmawati mengangkat jari telunjuknya, "I-itu kan ...." Rosmawati tidak dapat melanjutkan kata-katanya.
"Si ... siapa ya?" Maryam yang pelupa tampak berfikir. Namun, sesaat kemudian ia pun teringat kepada seseorang.
"Aaah ... Madame Jul?" Serunya.
"Welcome, sisters! Kalian mencari apa?" Wanita itu adalah wanita gipsi yang beberapa hari lalu meramal Maryam dan Rosmawati. Kini dia berdiri di hadapan mereka dengan memakai kostum yang sangat berbeda.
"Hai, Madame. Masih ingat kami berdua?" Tanya Maryam dengan sok akrab.
Wanita itu tampak mengerutkan keningnya. "No, i don't," sahutnya dengan sikap yang seakan tidak peduli. Ia pun berlalu ke meja kasir.
"Madame Jul, kan?" Rosmawati menegaskan.
Seketika wanita itu terkejut. Akan tetapi, sesaat kemudian ia pun kembali bersikap tidak peduli.
"Call me ... sister Juli!" Suruhnya. "Can i help you?" Tanyanya sambil melenggak-lenggokan tubuhnya seperti seorang penari salsa.
Maryam dan Rosmawati pun saling pandang dan mengangkat bahu masing-masing.
"Saya mencari obat kembung, Sister," ucap Maryam seraya megelus perutnya.
"Oh ... ada. Please Wait!" Sahut Sister Juli. Ia kemudian beranjak ke bagian dalam toko dan tidak lama kemudian ia kembali dengan sebuah bungkusan kecil berwarna kuning. Ia pun meletakan bungkusan itu di atas meja.
"Ini obatnya, paling mujarab!" Tunjuknya seraya menyodorkan obat itu.
Maryam meraihnya. Ia memperhatikan bungkus obat itu dan menelitinya dengan seksama. Untuk sesaat Maryam pun tampak mengernyitkan keningnya.
"Ini legal dan halal kan, Sist?" Tanya Maryam dengan tiba-tiba membuat sister Juli tersentak.
"Of course. Ini didatangkan langsung dari Cina. Obat ini sudah menempuh perjalanan yang sangat jauh hingga bisa sampai kemari. Ini ... saya dapatkan langsung dari suplier yang terpercaya," terang sister Juli dengan gaya bicaranya yang centil.
Wanita itu pun lebih sering memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri dengan rasa yang terlihat tidak nyaman, karena sejak tadi Rosmawati terus memperhatikannya. Mungkin saja jika ia membawa kaca pembesar, maka Rosmawati pasti akan memakai benda itu untuk mengamati sister Juli agar terlihat jauh lebih jelas.
"Okelah. Berapa ini?" Maryam merogoh tas selempang kecil yang melintang di dadanya.
"It's only 2 pounds. Penawaran khusus untukmu karena kamu pelanggan terakhir kami untuk hari ini. Sebentar lagi kami akan segera tutup," sahut sister Juli membuat Maryam tersentak.
"Mahal amat!" Seru Maryam dengan mata yang terbelalak sempurna. "Obat sekecil ini harganya selangit!" Protes Maryam lagi.
"Terserah! Jika mau silakan, jika tidak maka sebaiknya kalian segera keluar dari sini, suh ... suh!" Sister Juli mengibaskan tangannya dan mengisyaratkan agar kedua gadis itu segera keluar.
"Bayar aja, Mun! Daripada entar Lu pulang ga bisa tidur," bisik Rosmawati, "lagian bentaran lagi juga kita gajian," lanjutnya.
Dengan terpaksa, Maryam akhirnya membayar obat itu. Mereka berdua pun segera keluar dari dalam toko, karena sister Juli telah menyuruh mereka untuk segera pergi.
Sepeninggal kedua gadis itu, sister Juli segera berlari ke arah pintu dan mengintip. Setelah dirasa aman ia pun bernapas dengan lega.
"Ya ampun ... it's so hot!" keluhnya seraya melepas wig yang dipakainya. Ia pun mengelap keringat yang membasahi wajah dan juga lehernya.
"Mudah sekali membodohi mereka berdua. Untung saja mereka tidak menyadarinya!" Gumam sister Juli seraya berlalu ke bagian dalam tokonya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Titik pujiningdyah
tau gt ak kirim dRi sini
2021-10-22
2
Aurizra Rabani
ehmmm obat tolak anjing... wesewesewes...
minggat anjinge
kenapa ga minta kerokan az .... biar irit cukup gopean tu angin terbirit-birit😄😄😄🤭
2021-10-22
2