Sambil menguap panjang, Maryam susah payah membuka kunci flatnya. Beberapa saat yang lalu, Rosmawati menelponnya, mengabarkan bahwa dirinya akan menginap di rumah Chelsea.
Sementara itu, Maryam pun tidak menyadari jika sejak tadi ada sepasang mata sipit yang tengah mengawasinya. Mata jahil dari tetangga sebelahnya, yaitu Kiki.
"Hmm, jam sebelas malam baru pulang. Kemana saja?" Tanya Kiki, si cewek Thailand. Ia melipat kedua tangannya di dada sambil bersandar di ambang pintu flatnya. Ia juga memandang sinis kepada Maryam.
Terkadang Maryam merasa heran kepada gadis yang satu ini. Umumnya gadis-gadis Thailand memiliki fisik yang sempurna, kulit putih dengan tubuh tinggi semampai. Akan tetapi, Kiki berbeda. Warna kulitnya hampir sama dengan warna kulit Darto, tetangga kampung Maryam yang gemar bermain layangan dan sering berkata kotor. Gadis itu juga tidak lebih tinggi dari Maryam, namun kesombongan dan ketengilan gadis itu jauh di atas rata-rata dan mungkin sudah bersertifikat.
"Jalan-jalan terus, ya! Senangnya .... " sindir gadis itu lagi dengan tatapan sinisnya.
Maryam menoleh untuk sesaat. Akan tetapi, ia tidak menggubris sindiran dari gadis Thailand itu.
"Aku juga jadi ingin kaya kamu sama teman kamu yang satu lagi itu si Rose. Sayangnya ... aku terlalu sibuk untuk melakukan hal-hal yang tidak penting, seperti pengangguran saja!" Tersirat nada iri dalam nada bicara Kiki. Ia mencibir semua hal yang Maryam dan Rosmawati lakukan. Di matanya, kedua gadis itu selalu salah.
Gadis Thailand itu sebenarnya memiliki nama lengkap Boonsri Duangkamol. Akan tetapi, Maryam dan Rosmawati biasa memanggilnya dengan sebutan "boncahbhaiy" karena sikap dan nada bicaranya yang selalu pedas. Sementara gadis itu sendiri selalu bersikeras menyebut dirinya dengan nama "Kiki".
"Mangkanya Ki, kamu jangan cuma diem di dalam kamar sambil ngobrol terus sama kura-kura, dong! Sekali-sekali lihat pemandangan luar!" Ledek Maryam yang membuat hati Kiki semakin panas.
"Di luar sana tuh ada banyak cowok yang jauh lebih cakep ketimbang si Jackson," lanjut Maryam dengan puas. Ia menyebut nama kura-kura jantan peliharaan Kiki.
"ช่างหัวสูงอะไรเช่นนี้! ฉันเคยเดทแค่ครั้งเดียว เธอทำตัวน่ารักแล้ว!" umpat Kiki dalam bahasa asalnya yang entah apa artinya, hanya dia yang tahu.
(Chang háwsûng xárį chèn nį! Chân khéy deth khækrång deiyw thex thatãw na rak laew!)
"Tong sok ngamimitian lah! Masing urang teu ngarti naon hartina, pasti didinya siriknya? Nya, pan?" Sahut Maryam dengan nada mencibir.
(Jangan mulai, ya! Meskipun aku nggak ngerti artinya, pasti kamu lagi ngiri, iya kan?)
Maryam menjulurkan lidah dan berlari masuk ke dalam. Dia tidak mau menanggapi genderang perang dari Kiki, karena dia tidak ingin menodai keindahan hari ini, lagipula saat itu sudah terlalu malam untuk melakukan gencatan senjata. Maryam membiarkan Kiki dengan segala omelannya yang tidak ia mengerti sama sekali.
"Alah ... biarkan saja! Lagi pula si Kiki udah biasa ngomong sendiri," fikir Maryam sambil meletakan tas selempangnya di atas kasur. Ia pun segera merebahkan tubuhnya.
Ditatapnya langit-langit kamarnya, suasana begitu sepi tanpa adanya Rosmawati di sana. Maryam pun kembali bangkit dan menuju wastafel. Tentu saja bukan wastafel keramik yang mewah, melainkan wastafel yang merangkap sebagai bak cuci piring.
Gadis itu kemudian mengambil facial foam dan segera membersihkan wajahnya. Ia selalu ingat pesan mak Odah agar dirinya selalu menjaga kebersihan wajahnya dari jerawat. Karena jerawat itu seperti mantan, meskipun cuma satu tapi saat ia muncul maka pasti akan membuat hati kita menjadi kalang kabut dan gundah gulana. Benar-benar petuah yang amat sangat berfaedah sekali.
Selesai membersihkan wajah dan menggosok gigi, Maryam pun melirik lemari es kecil yang hanya terisi di awal bulan saja. Selebihnya, lemari es itu hanya menjadi hiasan dapur yang menyedot pemakaian listrik dan menambah pengeluaran mereka saja.
Akan tetapi, pada musim panas seperti saat ini rasanya enak juga ngadem di dalam kulkas.
Pada pintu kulkas itu, tertempel tiga lembar foto pria dengan tingkat ketampanan yang setara dengan bubuk cabe level tiga puluh. Panas dan bikin nagih.
Siapa lagi jika bukan para aktor tampan, ganteng, mempesona nan rupawan yang tiada lain adalah Scott Easwood, Jamie Dornan, dan tentu saja si maskulin yang aduhai Charlie Manfred. Pria yang seharian ini menghabiskan waktu dengan Maryam.
Maryam pun meraih foto Jamie Dornan dan menatapnya dengan penuh sesal.
"Aa ... maafkan neng! Neng tidak bermaksud mengkhianati aa Jamie. Mau gimana lagi, neng juga suka sama aa Mfred," lirih Maryam seraya menempelkan foto itu di dadanya.
......................
Keesokan harinya, Maryam kembali masuk kerja. Sementara Rosmawati, hari ini adalah jadwal liburnya. Ia juga belum pulang dari tempat Chelsea.
Seperti biasanya, sambil hahariringan, Maryam melakukan tugasnya di toko. Bersih-bersih lantai dan mengelap kaca etalase serta jendela dan juga pintu toko itu.
"Hei, Mary!" Panggil wanita paruh baya pemilik toko yang biasa Maryam panggil dengan nama mrs. Harlekin, padahal nama asli wanita itu adalah Imelda Bern Edder. Dia merupakan wanita asal Jerman. Tubuhnya tinggi besar dan cocok jika menjadi sipir di lapas khusus wanita. Berambut pirang dengan bibir yang penuh dan seksi seperti Angelina Jolie.
Memang sebenarnya tidak nyambung sama sekali dengan nama Harlekin. Nama itu, Maryam ambil karena bentuk wajah Imelda yang tirus, yang mengingatkannya pada anak kambing kesayangannya dulu.
Maryam sangat menyayangi anak kambing yang sudah menjadi yatim piatu sejak lahir itu. Ia kerap memberinya susu lewat botol susu khusus bayi. Namun sayang sekali, karena Harlekin kecil akhirnya harus mati karena sakit.
Untung saja karena Imelda tidak pernah tahu, jika Harlekin itu adalah nama seekor kambing.
Maryam menoleh dan menghentikan aktivitas mengelap-elap kaca jendela toko. Ia tersenyum dan menghampiri wanita itu.
"Ya, Mrs. Harlekin?" Sahut Maryam.
"Kemana saja kamu kemarin? Tidak masuk dan tanpa kabar sama sekali!" Imelda mulai menginterogasi Maryam dengan wajahnya yang sangat serius.
"I'm sorry, Mrs. Harlekin," sahut Maryam lemas. Ia memasang muka memelas di depan wanita itu, "saya sakit persendian. I stay in bed along time. Bahkan untuk buang air kecil pun saya kesulitan pergi ke toilet," lanjut Maryam mencari alasan.
"Selalu saja dengan alasan yang sama. Ingat ya! Kamu sudah kasbon untuk minggu ini. Gajian akhir bulan ini saya potong!" Tegas mrs. Harlekin.
Dengan lemas Maryam pun mengangguk.
"Gara-gara kamu tidak masuk kemarin, saya jadi kerepotan sendiri di toko ini! Akhirnya tensi saya naik lagi karena kelelahan! Hari ini saya akan kontrol ke dokter. Kamu jaga toko baik-baik!" Titah mrs. Harlekin. Ia kesal karena kemarin Maryam tidak masuk tanpa izin sama sekali. Sementara salah seorang rekan Maryam pun sedang cuti karena baru menjalani pengangkatan amandel.
Imelda alias mrs. Harlekin pun meraih tasnya setelah ada seseorang yang masuk ke dalam toko itu.
"Hai, Mom. Are you ready?" Tanya seorang pria yang dari suaranya saja sudah terbayang ketampanannya. Suara yang membuat Maryam segera menoleh ke belakang, kepada pria itu.
Seketika kedua bola mata gadis itu melotot sempurna dengan mulut yang terbuka lebar.
"Aa ... Jamie ... oh my God ... oh my God ... oh my God!" Hati dan perasaan Maryam seketika melonjak kegirangan. Pria itu adalah pria yang ia lihat tempo hari di perusahaan tempat Rosmawati bekerja.
Pria itu sekilas memang sangat mirip dengan Jamie Dornan yang aduhai. Ia telah membuat Maryam begitu terpesona, sehingga membuat Maryam tidak dapat berkata apa-apa.
Begitu pun ketika pria itu lewat di hadapan Maryam yang terus mengikuti langkah pria itu dengan tatapannya.
"Ohhh ... wangi sekali ...." de°sah Maryam dalam hatinya. Maryam terus mengendus aroma parfume yang dipakai pria itu.
"Hai, Honey. Thank's for your time. Mama senang kamu bisa menemani Mama hari ini," ucap mrs. Harlekin seraya mencium pipi pria yang ternyata adalah putranya.
Maryam hanya melongo saat memperhatikan adegan itu. Sesaat ia berfikir jika ia ingin menjadi mrs. Harlekin saja.
"Ok, Mary! Jaga toko baik-baik!" Pesan mrs. Harlekin seraya mencubit pipi gadis itu. Ia memang sudah menganggap Mary seperti putri yang tidak pernah ia miliki.
Mary mengangguk pelan dengan mulut yang masih menganga. Ia masih belum bisa berkata apa-apa karena terlalu terpesona dengan pria itu, apalagi ketika pria itu menoleh padanya dan tersenyum seraya mengedipkan matanya.
(Adegan mengedipkan mata itu sebenarnya hanya ada dalam bayangan Maryam. Adegan yang sesungguhnya adalah pria itu telah keluar dari dalam toko dan pergi dengan mobil sedan hitamnya).
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa🦈𝔄ʀ 💗
next
2021-11-12
1
Quora_youtixs🖋️
waduh... bahasa apalagi tuh baru kali ini aku tahu, maklum gadis pingitan nggak tahu bahsa anyar 🤭
keren banget 👍👍👍👍👍
2021-10-16
4
Aurizra Rabani
itu tulisan thailand nyomot dari mana thor
jgn jgn itu dari botol shampoo ya 🤭
2021-10-12
3