Berbeda dengan Maryam yang pagi itu tengah mengalami sindrom BeTe (Bener-bener Teungtuingeun) alias terlalu. Terlalu sedih, terlalu merana dan putus asa ... oh ... tentu saja tidak! Gadis antik seperti dirinya dan Rosmawati tidak mengenal kata putus asa, tapi ... melow sedikit tak apalah. Maryam juga manusia biasa, punya rasa selayaknya orang normal, meskipun ia sendiri berada dalam level di atas normal alias up normal.
Rosmawati bernyanyi kecil sambil terus merapikan rambutnya di depan cermin kecil yang terpasang di dinding kamarnya. Ia sudah berkali-kali mengubah gaya rambutnya karena dirasanya tidak sesuai dengan suasana hatinya saat itu. Ia bahkan tidak menyadari jika sejak tadi, Maryam berdiri di pintu kamarnya yang memang tidak ditutup dengan benar.
Sesaat kemudian, Rosmawati mendekatkan wajahnya ke cermin dan memperhatikan rambutnya sendiri dengan sangat teliti.
"Kenapa Lu? Ubanan sebelum waktunya?"
Suara Maryam yang terdengar dengan tiba-tiba itu, seketika membuat Rosmawati tersentak kaget. Ia melotot sempurna kepada sahabat kembar siamnya.
"Elu tuh ya! Dasar jaelangkung!" Umpat Rosmawati kesal. "Untung jantung gue masih normal dan sehat wal'afiat ...." lanjut gadis itu seraya mengelus-elus dadanya. Ia pun kembali pada rambutnya.
"Gue udah dari tadi standing di sini, nontonin elu, Ijem!" Sahut Maryam dengan ketusnya, "Emang mau Lu apain tuh rambut? Ga sekalian Lu pasangin tuh konde ajaib kenang-kenangan dari emak Lu?" Ledek Maryam sambil masuk dan duduk di ujung tempat tidur Rosmawati. Wajahnya masih tampak semerawut bagaikan pedagang kaki lima yang diobrak-abrik satpol PP.
"Menurut Lo, bagusnya gue apain ya nih rambut?" Tanya Rosmawati setengah bergumam. Ia terus berlenggak-lenggok di depan cermin, mencari gaya rambut yang pas.
"Sebaiknya elu naikin tuh rambut semuanya, hbs itu elu kepal pake tangan kiri. Kalo udah gitu ... elu iket pake karet gelang. Beres, kan?" Saran Maryam dengan seenaknya.
Rosmawati pun tertegun untuk beberapa saat, untuk pada akhirnya ia menuruti saran dari sahabat kembar siamnya itu. Menarik napas lega, ia pun kembali pada tatanan rambut andalannya sehari-hari, yaitu kuncir kuda. Akan tetapi, sesaat kemudian ia kembali melepas ikatan rambutnya.
"Udahlah gue biarin gini aja! Lagian gue baru keramas. Sayang nih, rambut gue masih wangi shampo," ujarnya. Ia pun kemudian mengambil sneakers miliknya.
"Elu ngga ke toko, Mun?" Tanya Rosmawati sambil memasangkan sepatu itu di kakinya. Tentu saja, masa di kaki ranjang. Ia tidak tahu jika belahan jiwanyanya saat itu tengah dilanda kegalauan yang luar biasa.
"Kagak. Gue lagi males ngapa-ngapain," sahut Maryam sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur Rosmawati.
Rosmawati terdiam dan menatap sahabat olengnya untuk sesaat. Sebagai teman senasib dan seperjuangan, teman berbagi kontrakan dan kadang saling pinjam pakaian dalam, radar di dalam hatinya pun dapat merasakan ada sesuatu yang lain dengan diri Maryam.
"Elu kenapa, Mun?" Tanya Rosmawati seraya menghampiri Maryam yang masih tiduran di atas kasurnya.
Maryam bangkit dan terduduk. Ia pun menghempaskan sebuah keluhan pendek.
"Hari ini aa Charlie balik ke Amrik, Jem," ujar Maryam dengan wajah sendu.
"Dih ... buat apa sih Lu masih mikirin dia?" Rosmawati berkata dengan gaya mencibirnya yang sangat khas.
"Elu kan ngga tau semalam dia datang kemari dan minta maaf sama gue," sahut Maryam dengan wajah manjanya. Saat itu ia benar-benar merindukan mak Odah. Emak-emak nyentrik itu memang paling jago dalam menghiburnya ketika Maryam sedang sedih.
Bukan sedih karena patah hati tentunya, karena Maryam belum pernah pacaran. Melainkan sedih karena nilai matematika dan fisikanya yang selalu istikomah di angka enam.
"Terus itu si Charlie bilang apa sama elu?" Tanya Rosmawati penasaran.
"Intinya dia minta maaf sama gue, dia bilang kalo dia mau balik ke Amrik hari ini ... aaaaaahh ... jodoh aktor gue melayang begitu saja. Ga jadi deh gue pacaran sama artis ...." rengek Maryam sambil memegangi kening dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Emang dia mau jadi pacar elu?" Cibir Rosmawati.
"Dia bilang iya waktu aa Jamie nyangka dia cowok gue, Jem!" Tegas Maryam.
"Ya ... siapa tau dia bilang gitu cuma karena rasa bersalah sama elu, Mun," ucap Rosmawati mengecilkan hati dan mengubur harapan sahabatnya sendiri.
"Dia nyanyi buat gue, Jem ...." resah Maryam.
"Terus elu gimana?" Tanya Rosmawati.
"Gue siram dia pake air satu ember," jawab Maryam.
"Nah!" Seru Rosmawati sambil berdiri dan membuat Maryam tersentak kaget, "apalagi jika elu bersikap kaya gitu sama dia. Wah ... udah pasti makin ogah dia macarin cewek bar-bar kaya elu," lanjut Rosmawati semakin mengecilkan harapan Maryam.
Maryam pun tertunduk lesu. Akhirnya ia memilih untuk berdiri dan melangkah menuju pintu keluar kamar Rosmawati.
"Mau ke mana, Lu?" Seru Rosmawati. Ada sedikit rasa khawatir dalam hatinya akan sahabat kembar siamnya itu.
Maryam tertegun dan menoleh, "Mencari ketenangan," sahut Maryam seraya berlalu keluar.
Mencari ketenangan yang dimaksud gadis itu ialah, menonton film yang tentu saja dibintangi oleh Charlie Manfred. Film action fantasi dengan bumbu horor yang berjudul "President Evil : The Werewolf and His Under°wear".
Rosmawati yang khawatir terus mengikuti gerak-gerik Maryam di sofa panjang depan televisi. "Kalau gue kerja, lu nggak bakal bunuh diri, kan?" Tanyanya dengan nada waswas.
Maryam tak menyahut. Dia malah membaringkan tubuhnya telentang dan memiringkan kepala, matanya serius memelototi layar TV. "Cakep banget ya, dia. Nyesel gue siram air, harusnya gue siram cinta dan kasih sayang," gumamnya.
"Mun, serius! Gue beneran takut, nih!" Rosmawati menghampiri gadis itu dan mengguncang bahunya.
"Apaan, sih, Jem! Nggak apa-apa gue! Ga bakal bunuh diri juga! Gue masih doyan cimol, seblak, sama soto Bandung.." Maryam menjeda kalimatnya sebentar. "Hotdognya si Memet," sambungnya.
"Waduh, gue lupa! Gue harus berangkat kerja sekarang, mumpung belum keduluan dijemput si Memet!" Rosmawati yang semula berlutut, langsung bangkit berdiri dan setengah berlari membuka pintu.
"Emang kenapa kalau dijemput?" Maryam mendudukkan badannya dan menatap Rosmawati heran.
"Risih aja," sahut Rosmawati dengan kedua bola matanya yang bergerak tak tentu arah.
"Sehabis diramal malam itu ... dia jadi aneh, Mun. Jadi suka senyum-senyum sendiri," ujar Rosmawati sambil bergidik, lalu tubuhnya menghilang di balik pintu dan meninggalkan Maryam yang kembali pada wajah tampan aa Charlienya yang kini telah kembali terbang ke Amerika.
......................
Dengan langkah yang tergesa-gesa, Rosmawati menggendong tas ranselnya yang berisi karet rambut, ponsel dan bando scraft slayer. Tadi malam, Joyce menghubunginya agar mempersiapkan tenaga ekstra untuk menyambut kedatangan investor penting, yaitu relasi Mr. Blake yang sangat berpengaruh.
Sesampainya di lobi, Joyce sudah menghadangnya dengan troli berisi peralatan tempur. "Hurry, lantai sebelas! Harus bersih semuanya sebelum jam sembilan!" Titahnya laksana seorang ratu. Ratu savana.
"Aye ... aye, Captain!" sorak pelan Rosmawati menirukan intro sebuah serial kartun kesayangannya sambil menghormat, lalu mencepol rambutnya agak tinggi menggunakan karet gelang. Tak lupa dia memasang bando slayernya untuk menutupi rambut yang baru saja ia cuci setelah seminggu lamanya jaga jarak dengan air.
Penuh percaya diri, ia memencet tombol 11 di lift sesaat setelah memasukinya. Tak membutuhkan waktu lama hingga ia sampai di ruang meeting. Rosmawati mendorong trolinya menuju ruangan. Sigap, dia mengeluarkan kain lap dari troli dan menyampirkannya di bahu, sementara tangan lainnya menyiapkan kain pel.
"Ehem!"
Rosmawati terlonjak mendengar suara deheman. Dia membalikkan badan dan terkejut dengan sosok yang baru saja tiba. "Ya, ampun ... suami masa depanku. Pria Emas," gumamnya pelan dengan mata yang berbinar indah.
"I beg you pardon?" Suara Mr. Blake begitu merdu membelai gendang telinganya.
"Oh, maksud saya, Good Morning, Sir!" Ralat Rosmawati.
Mr. Blake mengangguk seraya mengamati gadis antik itu.
"You look different today," ucap pria itu singkat. Ia pun kemudian berlalu dari hadapan Rosmawati dan menuju kursi tempat ia biasa duduk saat rapat.
Mr. Blake terlihat gagah dan berwibawa ketika mengeluarkan laptop dan mulai serius mengetik sesuatu.
Rosmawati hanya bisa terpana kala menatapnya. Seakan tak percaya dengan pujian yang baru saja dilontarkan kepadanya. Dia menggenggam tongkat pelnya dengan erat dan bergumam, "Mak, sido rabi iki koyoke anakmu, Mak."
(Mak, jadi nikah nih kayaknya anakmu, Mak)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa🦈𝔄ʀ 💗
aye aye
2021-11-19
1
Pujas_erha🤓
langsung terbang tinggi ya rose di puji ma mr. Blake🤣🤣
2021-10-21
2
Titik pujiningdyah
aku tuh bingung banget mau komen apa,
2021-10-20
2