Senin pagi, tepat pukul enam. Rosmawati sudah tampil rapi dengan rambutnya yang disisir ala kuncir kuda. Make up tipis dan memakai lipstik warna natural. Dengan membawa tas pinggang, dia membuka pintu flatnya dengan perlahan.
“Tumben jam segini udah rapi?” Terdengar suara Maryam dengan tiba-tiba.
Rosmawati sedikit terkejut sambil membalikkan badannya. Ia pun segera bersikap sok santai, sok asik, dan sok lainnya.
“Tumben udah bangun?" Balas Rosmawati dengan agak heran setengah mencibir, "bukannya hari Senin elu shift siang?”
“Mau ada janji,” sahut Maryam seraya tersipu malu.
“Sama siapa?” Selidik Rosmawati mulai terlihat penasaran.
“Sama si aa ...” sahut Maryam sambil cekikikan. Gadis itupun menutupi mulutnya dengan telapak tangannya tentunya.
“Jangan kayak kunti ah!" Sergah Rosmawati. "masih pagi. Merinding nih bulu hidung gue," lanjutnya seraya memainkan ujung jari telunjuknya di dalam salah satu lubang hidungnya.
"By the way ... aa siapa yang elu maksud?” Tanya Rosmawati lagi. Ia masih merasa penasaran.
“Aa Charlie lah!" Sahut Maryam dengan segenap kebanggaan di dalam dirinya. "Emang Lu fikir aa siapa lagi?”
“Hah! Yang bener, Lu?" Rosmawati terbelalak mendengar jawaban dari Maryam.
"Lu pake pelet apa, sih? Kok bisa dia ngajakin elu keluar?” Rosmawati seakan tak percaya. Bola matanya bergerak dengan tidak beraturan dan sok berfikir.
“Yee ... Ijeemm! Sirik aja Lu bisanya!" Sergah Maryam lagi sambil menepak kening Rosmawati yang masih terheran-heran. "Dia minta tolong dianterin keliling kota London. Dia kan nggak hapal jalan di sini,” terang Maryam dengan ekspresi wajahnya yang diliputi oleh sejuta kebanggan yang hakiki.
“Jadi sopir?” Celetuk Rosmawati.
“Jadi guide, Ijeemm!" Sungut Maryam. "Masa cantik-cantik gini dijadiin sopir? Gile aja, Lu!” Maryam dengan ketusnya. Ia berkali-kali mendelik ke arah Rosmawati yang masih tampak kebingungan.
“Ooh ... ya udah! Jangan lupa nanti mintain duit ke aa Charlie Lu itu! Jadi guide kan juga harus digaji," celoteh gadis dengan rambut ekor kuda itu.
"Sekarang gue mau kerja dulu. Mau minta lembur buat nambahin uang saku,” Rosmawati melambaikan tangannya pada Maryam yang masih mangucek-kucek matanya dan menutup pintu flat.
Berjalan dengan riang menuju kantor yang tak begitu jauh dari tempat tinggalnya, sesekali Rosmawati melompat-lompat kecil dengan kepala yang melenggak-lenggok, miring kiri miring kanan, miring-miring ngga penting.
Sambil bersiul kecil, gadis itu berniat untuk menyeberang jalan, ketika lampu lalu lintas menunjukkan warna hijau untuk pejalan kaki.
Akan tetapi, sesampainya di tengah jalan, Rosmawati malah mendapati Mehmet yang tengah melambai ke arahnya dari seberang jalan.
“Waduh, dia lagi! Balik kagak, nih?” gumam gadis itu dalam hati.
Kebingungan, Rosmawati berjalan maju mundur maju mundur cantik, sebelum akhirnya ia diklakson oleh kendaraan yang menunggunya untuk segera menyebrang, karena lampu hijau untuk pejalan kaki sudah berganti merah.
“Iya, iya!” Seru gadis itu dengan agak sewot sambil menjulurkan lidahnya pada pengendara mobil. Dengan terpaksa dia pun menghampiri Mehmet yang tersenyum begitu manis kepadanya.
“Apa lagi, sih? Kenapa kamu tuh selalu muncul dimana-mana? Kayak jin aja!” Celetuk Rosmawati dengan ketus.
“You left your sunglasses at the cafe,” ucap Mehmet kalem seraya menyerahkan kacamata hitam milik Rosmawati yang tertinggal. Senyum manisnya pun tak kunjung pudar dari wajah ganteng Zayn Malik KW 1 itu, meskipun Rosmawati hanya menanggapinya dengan sikapnya yang judes.
“Oke, makasih!” Rosmawati mengambil kacamata itu dari tangan Mehmet dengan kasar dan berlalu begitu saja.
Akan tetapi, pria itu rupanya tidak putus asa. Dia berjalan mengikuti Rosmawati beberapa langkah di belakang, “Kuantar sampai ke tempat kerja, ya!” Tawarnya.
Rosmawati mendengkus kesal dan tertegun seraya menoleh, “Terima kasih! Tapi saya tidak amnesia! Saya hapal jalan ini. Lagian kantor saya udah kelihatan, tuh!” Rosmawati mengarahkan telunjuknya ke arah dimana terdapat gedung pencakar langit tempatnya bekerja.
“Kalau begitu ... sepulang kerja nanti, aku tunggu di gerobak hotdogku, ya!” Pesan Mehmet dengan penuh harap agar Rosmawati mengatakan, "iya".
“Ya, ampun! Nih anak bapaknya pemadam kebakaran kali, ya?" Gumam Rosmawati dengan jengkel, "tak kenal lelah dan menyerah!” Gerutunya lagi.
“Iya, iya! Haduuh!” Rosmawati pun menyerah. Akan tetapi ... daripada ia terus diikuti oleh si Mehmet.
Dengan setengah berlari, Rosmawati pun menuju kantornya.
Sesampainya di ruang OB, teman kerjanya sudah menyambut Rosmawati. Tentu saja bukan dengsn spanduk ucapan selamat datang, melainkan dengan seperangkat alat kebersihan berupa kain pel dan kawan-kawannya.
"Mr. Blake akan mengadakan meeting di lantai sebelas jam delapan pagi ini," ujar Joyce. Ia merupakan wanita keturunan Afrika yang suka memakai eyeshadow warna ungu. Alasannya, agar supaya garis matanya terlihat tegas. Cakeeep
Rosmawati pun mengangguk, dia sudah mengetahui tugasnya tanpa harus dikomando. Sambil mendorong troli berisi peralatan perangnya pagi ini, dia memasuki lift dan memencet tombol sebelas.
Ruang meeting lantai sebelas, ternyata sudah ramai. Banyak pria bersetelan jas hitam, berkaca mata hitam serta memakai earpiece di telinganya. Mereka mondar- mandir ke seluruh lantai selayaknya tim penjinak bom yang tengah menyisir setiap sudut ruangan di lantai itu.
"What are you doing here, Miss?" Seorang dari mereka yang bertubuh tinggi besar segera menghadang laju Rosmawati.
"Saya hanya akan membersihkan ruangan, Sir!" Jawab Rosmawati dengan sedikit gemetar. Dia tak pernah berhadapan dengan manusia sebesar itu.
"Nanti saja!" Cegahnya, "saat istirahat makan siang saja," lanjut pria itu.
"Untuk saat ini, seluruh ruangan di lantai sebelas ini telah disterilkan!" Terang pria tinggi besar itu lagi.
"Memangnya siapa yang akan datang?" Tanya Rosmawati penasaran.
"Seorang sheikh dari Dubai. Dia akan menjadi investor terbesar untuk perusahaan Mr. Blake. Sekarang keluarlah, Miss! Kembalilah kemari saat jam makan siang nanti!" Perintah pria itu lagi.
Lemas, Rosmawati mendorong trolinya kembali memasuki lift. Sambil menghela napas panjang, dia menyandarkan punggungnya di dinding lift. "Gagal, deh lembur pagi," keluhnya.
Waktu pun tak terasa berlalu begitu cepat. Saat alarm ruangan menunjukkan jam makan siang, Rosmawati bergegas mendorong trolinya lagi dan meluncur ke lantai sebelas.
Saat pintu lift terbuka, sekilas Rosmawati melihat sesosok pria tinggi besar, memakai jubah putih ala orang-orang khas Timur Tengah. Ia baru keluar dari ruang meeting dengan dikawal oleh belasan pria bersetelan hitam tadi. Mereka pun tampak berjalan menuju lift yang berbeda. Lift khusus untuk para petinggi perusahaan.
Dirasa ruangan itu telah sepi, Rosmawati pun memasuki ruang meeting dan mulai mengeluarkan peralatan perangnya. Akan tetapi, tak disangka-sangka ternyata mr. Blake masih berada di dalam sana. Duduk dan mengusap-usap janggut tipisnya dengan tatapan serius tertuju pada layar laptop di hadapannya.
Gadis itu selalu terpana, ternganga, terea-ea. setiap kali manatap wajah bosnya yang aduhai. Ia tak menyangka jika dirinya akan berdiri dalam satu ruangan dengan pria pujaannya berdua saja, seperti yang ada di dalam mimpinya.
"Excuse me, Mr. Blake! Saya minta izin untuk membersihkan ruangan ini," ucap Rosmawati dengan agak ragu. Jantungnya pun berdegup kencang. Akan tetapi sorot matanya begitu berbinar dan berkilau indah bagaikan air danau yang terkena pantulan sinar mentari.
"Silahkan!" Sahut mr. Blake tanpa menoleh sedikitpun.
"Ya, ampun ... dia .... tersenyum," gumam Rosmawati berbunga-bunga. Ia seakan kehilangan kata-kata yang dapat melukiskan perasaannya saat itu. Padahal kenyataannya saat itu mr. Blake sedang tidak tersenyum. Pria itu justru terlihat memasang wajah mumet.
Dengan semangat, Rosmawati mengelap meja, kaki meja, kursi, bantalan mouse. Sampai-sampai mr. Blake telihat kesal dan merasa risih karena Rose hanya bersih-bersih di sekitar tempat duduknya saja. Bahkan Rosmawati sempat mengelap bahu Mr. Blake dengan kain lapnya.
"What are you doing?" Hardik mr. Blake. Ia melonjak kaget dan sempat berdiri untuk sesaat. "Bersihkan dinding kaca saja sana!" Tunjuknya pada jendela yang seluruhnya terbuat dari kaca.
"Baik, Mr. Blake. Laksanakan!" Rosmawati mengambil sikap hormat dan mulai mengelap kaca. Akan tetapi, bukannya fokus pada kaca di depannya, dia malah fokus memelototi mr. Blake. Tanpa sadar, Rosmawati mengarahkan tangannya menjauh dari dinding kaca dan bergerak entah kemana. Ia terus memutar kain lap itu bahkan menggosok-gosoknya sambil terus senyum-senyum ke arah mr. Blake yang tampan.
"Hey!" Pekik seorang wanita dengan nada tinggi dan terdengar sangat marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
💠 Coco 💠
ngehalunya kebangeten bngt sih rose...tp mudah²an berjodoh beneran😁😁😁
2022-01-06
1
IG: Saya_Muchu
semangat thor
2021-11-10
1
Wie Yanah
hahaaaa dsr 🤣🤣🤣🤣🤣
2021-10-13
1