"Cek ... 1 ... 2 ... 3 ... percobaan ...." Rosmawati mulai mengecek kelayakan mikrofon yang akan dipakainya. Setelah itu, ia mulai mengambil ancang-ancang untuk menyanyi, menunjukan segenap kemampuan yang dimilikinya meskipun kadang dipaksakan.
Petikan senar gitar pun mulai terdengar mengalun lembut dan berbaur dengan hiruk pikuk aktivitas warga yang tengah menikmati waktu musim panas mereka di taman itu.
Dudu klambi anyar, sing nang jero lemariku
Nanging bojo anyar, sing mbok pamerke neng aku
Dudu wangi mawar, sing tak sawang nang mripatku
Nanging kowe lali, nglarani wong koyo aku ...
Sebuah persembahan lagu dari sang legendaris campur sari yang berjuluk "The Godfather of Broken Heart - Didi Kempot" yang bertajuk "Pamer Bojo".
Rosmawati begitu menghayati lagu itu. Ia teringat ketika ia baru putus dari laki-laki yang paling keren di kelurahan tempat tinggalnya, yaitu Cahyono.
Laki-laki itu dengan begitu teganya lewat di depan rumah Rosmawati, sambil berboncengan dengan seorang gadis yang tidak jauh lebih cantik dari dirinya. Hal itu membuat Rosmawati yang tengah menyapu halaman, segera berlari ke dalam rumahnya dan menyanyikan lagu, "Ku menangis ... membayangkan ... betapa kejamnya dirimu atas diriku. Kau duakan cinta ini ... kau pergi bersamanya ... hoooo ...."
Rosmawati bersandar pada pintu sambil memegangi dadanya. Sebuah kenangan menyakitkan yang tak ingin ia ingat-ingat lagi, apalagi saat ini ia tengah membidik CEO tampan, Justin William Blake. Semoga saja namanya tidak ada dalam list CEO kejam dan arogan. Karena Rosmawati tidak akan sanggup dalam menghadapinya. Ia hanya ingin CEO bucin.
Mereka berdua terlihat begitu asyik dan menikmati side job yang sudah biasa mereka lakukan di saat kepepet. Mereka tidak tahu jika sedari tadi ada sepasang mata abu-abu bertopi cowboy yang begitu serius memperhatikan mereka berdua. Tatapannya terutama ditujukan pada gadis manis dengan rambut bergelombang yang tengah memainkan gitar akustiknya.
Pria itupun kemudian beranjak dari duduknya. Ia melangkah dengan begitu gagah dan menghampiri Duo Ratu Jalanan itu. Berdiri dengan gayanya yang maskulin, ia meletakan beberapa pounds di dalam sarung gitar yang sengaja disediakan di sana.
"Nice performance, Girls!" ujarnya seraya bertepuk tangan setelah Rosmawati selesai menyanyikan satu album ... eh, satu lagu maksudnya. Bisa bengek ya dia kalau sampai menyanyikan satu album, dan mungkin Maryam pun tidak akan dapat meluruskan tangannya karena terlalu lama memeluk gitar.
Kedua gadis oleng itu terdiam dengan mulut menganga ketika melihat ada penampakan malaikat tanpa sayap di hadapan mereka. Begitulah, mujarabnya doa seorang ibu. Karena itu, mereka berdua selalu menyempatkan untuk mohon doa restu terlebih dahulu sebelum melakukan aksi manggung mereka.
Ya ... meskipun tidak dapat uang, setidaknya mereka mendapat tontonan pemandangan yang menyegarkan, seperti saat ini. Karena itu, ingat selalu petuah emak! Petuah emak memang paling mujarab.
"Kang Charlie ..." gumam Rosmawati masih dengan mulut menganga.
Maryam segera memukul lengan sahabatnya itu, karena lagi-lagi telah memanggil aktor idolanya dengan panggilan 'Kang'.
"Ho-how can you stand in here?" Tanya Maryam dengan gagap. Ia tidak dapat berkata apa-apa.
"Ssst!" Pria itu menempelkan telunjuk pada bibirnya, "Jangan keras-keras! Aku sedang menyamar di sini," pria itu semakin menenggelamkan wajahnya pada topi berbahan kulit itu.
"Aku sedang ingin refreshing. Aku bosan dengan segala macam jumpa fans. Lagipula aku tidak ada jadwal hari ini," tuturnya dengan logat American English yang seksi.
Tanpa pikir panjang, Rosmawati tiba-tiba membelai lengan kekar aktor tampan itu, membelainya dengan penuh perasaan.
"Ijem! Turunin nggak tangan lo! Atau gue jambak lagi, nih!" Sergah Maryam seraya meringis ke arah Charlie Manfred, aktor idolanya yang selama ini hanya hadir dalam angannya, namun kini sosoknya nyata hadir di depan mukanya.
Rosmawati pun menghentikan aktivitasnya. Ia lalu mencium tangannya yang baru saja ia gunakan untuk membelai lengan Charlie Manfred. "Ya ampun, Abang! Wangi banget ... ga kayak bau menyan.." celetuknya.
"Kalian sudah lama tinggal di sini?" Tanya Charlie sembari mendekatkan wajahnya pada dua gadis oleng itu.
Maryam dan Rosmawati mengangguk bersamaan.
"Mau tidak kalian jadi guideku? Sehari ini saja! Aku ingin berkeliling kota London," ujar Charlie setengah berbisik.
"Mau!" Jawab keduanya penuh semangat.
"Eh, tapi ...." Rosmawati ragu untuk melanjutkan kata-katanya.
"Why?" Charlie memicingkan matanya.
"Eh, nothing ...." Rosmawati meringis sambil menggaruk kepalanya.
"Don't mind her! Aku ajak Anda kemanapun Anda mau, deh! Yuk!" Tanpa malu-malu, Maryam melingkarkan tangannya pada Charlie yang juga tidak nampak keberatan.
"Munaroh! Gitar lo gimana ini?" Seru Rosmawati tertahan.
"Bawain!" Jawabnya singkat sambil terus menempel pada Charlie.
"Anda ingin kemana? Biar saya antar," tawar Maryam dengan sikap dan nada bicaranya yang mulai genit. Penyakit lamanya mulai kambuh lagi.
Rosmawati hanya bisa berdecak kesal. "Gagal lagi deh nyari duit tambahan! Bakal ga jadi nyalon kita," gerutunya sambil merapikan alat musik dan mengantongi beberapa uang receh dari pengunjung.
"Kalian tahu cafe pagi yang terkenal enak di sekitar sini tidak?" Tanya Charlie sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.
"Tahu doong!" Maryam menarik lengan Charlie hingga mereka berbalik arah. Rosmawati yang berlari-lari kecil menyusul mereka terpaksa ikut berputar badan mengikuti langkah Maryam yang seakan tak punya dosa, ia membiarkan Rosmawati dengan begitu banyak bawaan.
"Dapat duit kagak, keringetan iya!" Gerutu Rosmawati lagi.
Dengan ceria dan masih menempel ketat pada Charlie Manfred, ditambah gelayutan manja di bahu kokoh itu, Maryam mengarahkan mereka pada sebuah cafe bergaya vintage yang terletak tak jauh dari Covent Garden. Saat memasuki cafe, sudah terasa aura tahun 40 an. Furniturnya terbuat dari kayu berkualitas dan gaya artistitik yang sangat menarik. Tata cahaya cerah yang berasal dari sinar matahari pagi yang menembus masuk melalui jendela cafe, membuat suasana di dalamnya terasa hangat dan romantis, membuat siapa pun yang datang ke sana akan merasa seperti tengah menikmati secangkir kopi di era Adolf Hitler yang masih belum tumbuh kumis.
"Kita duduk di sini saja, ya!" Ajak Charlie. Dia memilih meja yang terletak paling sudut, jauh dari cahaya dan perhatian pengunjung.
Maryam dan Rosmawati pun menurut, meskipun dalam hati kecilnya berontak. 'Ni orang takut kebakar kali, ya. Nyari tempat yang ga terkena sinar matahari. Aneh gue', batin Rose. Vampire kali!
Seorang pelayan datang, sambil membawakan buku menu. Sekilas Maryam mengenali pelayan itu. Dia memandangnya sekali lagi untuk memastikan bahwa itu, "Mamat?" Serunya.
Pelayan itu menggeleng kencang. "It's Mehmet, Mary!" protesnya.
"Oh, iya!" Seru Maryam dengan gaya khasnya. "Mehmet ...." Maryam nyengir kuda.
Rosmawati melirik Mehmet dengan malas. Dalam hati dia juga penasaran, kenapa tukang Hotdog ada di sini dan berseragam pelayan, ya? "Kamu nggak jualan?" Tanya Rose pada akhirnya, demi mengobati rasa ingin tahunya.
"Tiap weekend aku bekerja paruh waktu di sini," jawab Mehmet lembut dan sopan.
"Oh!" Sahut Rosmawati sekenanya, lalu kembali memperhatikan aktor tampan yang tengah asyik memilih menu sambil menopang dagunya.
"Aku traktir espresso gratis, spesial untuk kalian," ujar Mehmet yang disambut dengan tepuk tangan meriah ala Maryam.
"Thank you," ucap Charlie Manfred dengan sopan.
Sedangkan Rosmawati hanya mencebik. "Kayak cafe ini punya dia aja, main traktir segala," cibirnya dengan setengah menggumam.
Canda tawa mereka bertiga terdengar menggema di sudut cafe yang masih sepi pengunjung itu. Pemandangan yang tak lepas dari perhatian Mehmet, si Zayn Malik KW 1. Sesekali pandangan Rosmawati dan Mehmet saling beradu, lalu berakhir dengan Rosmawati yang memalingkan mukanya.
Akan tetapi, jika boleh jujur. Mehmet sebenarnya keren, sangat keren malah. Seandainya dia didandani ala cowboy vampire seperti aktor di depannya ini, dia tidak akan kalah tampan dari Charlie Manfred. Namun setampan-tampannya dia, tak ada yang mengalahkan ketampanan Mr. Blake. Bahkan hanya dengan membayangkan mata biru dan rambut coklatnya saja, sudah membuat Rosmawati sedikit menitikkan air liur. Sampai-sampai dia tak sadar kalau pesanannya sudah datang.
Maryam sampai melempari wajah eksotik Rosmawati dengan tisu. "Kopi cinta lu dah dateng, tuh!" Maryam menunjukkan secangkir espresso hangat kepada Rosmawati.
Rosmawati kembali mencebik. Sementara Charlie sudah menyeruput espressonya berkali-kali, sambil memuji. "This is so delicious. Aku tak pernah meminum espresso sesegar dan selezat ini. Thank you, Girls! Kalian sudah membawaku ke tempat yang tepat. Sebagai balasannya, aku akan memberikan kalian dua tiket eksklusif untuk gala premiere Sabtu depan," ujarnya dengan penuh semangat.
Bagaikan mendapat durian runtuh, dua gadis itu bersorak riang gembira. Sementara Mehmet kembali memperhatikan keduanya dengan raut sedih. Ternyata, secangkir espressonya kalah dengan tiket eksklusif pemberian sang aktor tampan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
👑Meylani Putri Putti
wah kayak serial di indosia ku menangis membayangkan 😆
2021-11-09
2
Wie Yanah
wahhh beruntung 2 sabun colek😂😂💞
2021-10-13
2
🌹Rose❤️❤️
hmm gak di dunia halu maupun di dunia nyata, si Mary tetap menyebalkan 😏
2021-10-13
2