Di sebuah flat sederhana bernomor 472, alunan musik cadas menghentak menggetarkan dinding. Duo gadis antik, lagi-lagi tanpa C, berteriak tak tentu arah menyanyikan lirik lagu dari grup band gothic rock Evanescence yang pernah berjaya pada masanya, apa lagi kalau bukan Bring Me to Life.
How can you see into my eyes, like open doors
Leading you down into my core
Where I've become so numb
Without a soul
My spirit's sleeping somewhere cold
Until you find it there and lead it back home
Wake me up inside (save me)
Call my name and save me from the dark (wake me up)
Bid my blood to run (I can't wake up)
Before I come undone (save me)
Save me from the nothing I've become
Now that I know what I'm without
You can't just leave me
Breathe into me and make me real
Bring me to life
Maryam menggunakan alat pencatok rambut sebagai mic, sedangkan Rosmawati memakai hair dryernya. Tak peduli tetangga sebelah yang terganggu akan suara mereka (siapa lagi kalau bukan Kiki, yang sementara ini memegang boneka voodoo dan bersiap menusukkan jarum). Maryam dan Rosmawati hanya meluapkan kegembiraan mereka atas hadiah dua tiket eksklusif untuk menghadiri gala premiere film terbaru Charlie Manfred yang berjudul Zombie's Diaries.
Rosmawati bahkan sudah melupakan patah hatinya pada Justin yang ternyata sudah memiliki kekasih. Dia hanya berfokus pada aktivitas berdandan secantik mungkin. Malam itu, mereka berdua ingin tampil berbeda dari biasanya. Bermodal dress cantik pinjaman dari si malaikat penolong yaitu Chelsea, mereka berhasil tampil jauh lebih manis.
Rosmawati malam ini mengikat sedikit rambutnya ke belakang dengan hiasan pita rambut yang cantik. Tentu saja pita pinjaman dari Chelsea juga. Ia terlihat jauh lebih anggun jika dibandingkan dengan penampilan sehari-harinya yang selalu memakai kaos dan celana jeans.
Adalah sebuah midi dress sebatas lutut dengan model A Line berwarna hitam. Dress cantik dan polos berlengan penjang, yang dirasa sesuai dengan petuah sang emak tercinta yang melarang Rosmawati untuk berpakaian seperti jendela yang terbuka.
Sementara Maryam, ia mengikat rambutnya ke sebelah kiri dengan belahan pinggir yang rapi. Rambutnya yang memang sudah bergelombang, terlihat sangat cantik setelah ditata dengan sedemikian rupa. Selama ini, Maryam biasanya selalu menggulung rambutnya dengan asal-asalan.
Tak kalah dengan Rosmawati, Maryam juga tampil cantik dan anggun dengan halter neck dress berwarna merah hati, yang juga ia pinjam dari Chelsea. Untungnya Maryam sudah mencukur habis bulu ketiaknya, sehingga ia dengan leluasa memakai dress tanpa lengan itu.
Akan tetapi satu hal yang menjadi masalah besar bagi mereka, yaitu high heels yang mereka kenakan malam itu. Sepatu setinggi sepuluh sentimeter yang telah berhasil membuat mereka oleng dalam arti yang sebenarnya.
Singkat cerita, mereka pun akhirnya tiba di lokasi gala dengan menggunakan uber. Di sana, sudah ada begitu banyak orang yang berkerumun. Namun karena mereka berdua memegang tiket eksklusif, maka mereka tak perlu lagi antri untuk mendapatkan tempat paling depan di sisi karpet merah.
"Bentar lagi, Aa Charlie mau lewat," seru Maryam dengan antusias. "Siapa tahu nanti aku bakalan digandeng plus diajak foto-foto," Maryam mulai menerawang.
"Tapi perasaan gue gak enak, Mer. Gimana kalau high heels kita nggak usah dipake? Takut keseleo gue," ujar Rosmawati. Dia sudah bersiap melepas sepatunya.
"Eh ... jangaan! Malu-maluin tau! Kita nggak bakal keseleo kalau kita berjalan sesuai rumus!" Cegah Maryam.
"Kayak pe er matematika aja, ada rumusnya segala," sungut Rosmawati.
"Udah, deh, percaya aja, ya! Badan lurus, punggung tegak, jalan satu langkah pelan," tutur Maryam sambil memperagakan apa yang diucapkannya dan segera diikuti oleh Rosmawati. Sayangnya, gerak satu langkahnya terlalu lebar, hingga Rosmawati hampir saja terjungkal. Beruntung, ada sepasang tangan yang sigap menahan badannya agar tidak jatuh.
Rosmawati sudah hampir mengucap terima kasih, namun akhirnya ia tahan saat dia melihat bahwa ternyata si Memet lah yang membantunya.
"Ya ampun, Memeet! You again, you again?" Keluh Rosnawati jengkel, "kok bisa sih kamu muncul dimana-mana? Benar-benar siluman nih anak!" Omel Rosmawati tanpa perasaan sama sekali.
"Good evening, Rose. You look so beautiful," sanjung Mehmet sembari mengecup punggung tangan Rosmawati.
Gadis itu tak sempat mengelak saat bibir Mehmet menyentuh tangannya. Ada sedikit rasa aneh yang Rosmawati rasakan, namun segera ia tepis. "Iih ... geli tau! Cium-cium segala!" Tampik Rosmawati dengan ketus, meskipun dalam hati ia memuji penampilan Mehmet yang terlihat sangat tampan.
Malam itu, Mehmet memakai T shirt sederhana bergaris warna hitam putih yang dipadu dengan blazer warna hitam dan celana jeans. Rosmawati baru sadar kalau ternyata tubuh Mehmet begitu tinggi. Setinggi dan segagah Mr. BLake.
"Aduh, mikir apa sih gue? Ga boleh! Ga boleh!" Rosmawati bergumam sambil menampar pipinya pelan seakan tengah menyadarkan dirinya sendiri.
"Eh, si Mamat! Muncul lagi di mari, kayak penampakan," Maryam menyapa Mehmet sepintas, karena ia tengah serius menunggu kemunculan Aa Charlienya.
Tak berapa lama, yang ditunggu pun tiba. Kamera blitz berkilatan menyambut kedatangan sebuah mobil limusin hitam yang berhenti tepat di depan karpet merah. Seseorang pun membukakan pintu untuk yang berada di dalam mobil mewah itu.
Maryam dan Rosmawati pun begitu tidak sabar ketika mereka melihat sepatu pantofel hitam yang tak kalah mengkilapnya dari mobil yang ditumpanginya.
Pandangan kedua gadis antik tanpa huruf C itu kemudian beralih pada kaki berbalut celana katun yang tampak sangat halus. Rosmawati segera menggenggam jemari sahabatnya ketika pria tampan itu sudah benar-benar menampakan diri. Dengan setelan jas dan kemeja putih yang dihiasi dasi kupu-kupu, Charlie Manfred tampil begitu menawan dan mempesona.
"Aa!" Seru Maryam dengan suara nyaring. Ia berharap agar Charlie memandang ke arahnya. Namun sayang, sepertinya Charlie sibuk menggandeng aktris jelita lawan mainnya di film yang ia bintangi. Aktris cantik yang bernama Taylor Moon.
"Dia nggak kedengaran kali, Mer," hibur Rosmawati yang menangkap kesedihan di wajah sahabatnya itu. "Kalau dia pas di depan kita, kita panggil bareng-bareng, yuk!" Lanjutnya dengan penuh semangat.
Tak berapa lama, Charlie berdiri hampir tepat di depan mereka. Sekarang, pria tampan itu beralih pada para fotografer yang memintanya untuk berpose. Setelah sesi pemotretan selesai, Charlie berjalan melewati Maryam tanpa menoleh sedikitpun.
"Aa!" Seru Maryam lagi. Gadis itu yakin jika Charlie pasti akan mendengarnya, karena jarak mereka hanya semeter saja. Namun ternyata Charlie hanya melirik padanya sekilas dan berlalu begitu saja. Pria itu seakan tak mengenali dirinya.
"Ih, babang Charlie kok gitu? Kan kasihan si Mary. Udah nyiksa diri pakai high heels, malah nggak dilirik sama sekali," sesal Rosmawati yang begitu iba melihat Maryam yang mendadak murung.
"Kita pulang aja, yuk!" Semangat Maryam menguap entah kemana. Air matanya sudah hampir menetes.
"Eh, jangan! Kan setelah ini, filmnya diputar? Kita duduk di deretan depan lho, Mer. Deket babang Charlie! Siapa tahu dia nanti ngeliat kamu," bujuk Rosmawati. Ia mencoba untuk menghibur sahabatnya itu.
Maryam tak kuasa menolak keinginan sahabatnya itu. Dengan berat, dia mengangguk dan memasuki gedung.
Benar seperti dugaan Rosmawati, mereka duduk tepat di belakang deretan kursi Charlie Manfred. "Disapa lagi nggak, ya?" Tanya Maryam ragu.
"Sapa aja," Rosmawati memberi semangat padanya.
Sebuah panggilan lembut dan merdu dari Maryam, bersama sebuah tepukan di bahu Charlie, tak jua membuat pria itu menoleh kepada dirinya.
Sedih dan kecewa. Itulah yang Maryam rasakan kini. "Aku pulang aja deh, Ros!" Ujarnya dengan lesu.
Kali ini tak ada yang bisa mempengaruhinya untuk tetap tinggal. Maryam berdiri dan meninggalkan Rosmawati. "Nanti aku pulangnya gimana?" Sorot mata Rosmawati begitu menghiba.
"Kan ada Memet?" Sahut Maryam dengan lesu. "Ya, Met, nitip si Rose, ya!" Pesan Maryam tanpa menunggu jawaban dari Mehmet. Setelah itu, ia lalu melangkah dengan lunglai. Sedangkan Mehmet terlihat sangat kegirangan menyambut permintaan dari Maryam.
Gadis malang itu berjalan menyusuri trotoar dengan wajah tertekuk. Hanya dua kali pertemuan dengan Charlie, namun sudah membuatnya begitu bahagia. Sayangnya, di pertemuan ketiga ini, Charlie tak menganggapnya sama sekali. Ia seakan tidak pernah ada dalam kehidupan pria itu. Sangat berbanding terbalik dengan ucapan manisnya kemarin malam.
Masih dengan wajah menunduk, Maryam berjalan sambil menendang kerikil kecil yang terdapat di depannya.Tendangannya terlalu kencang sehingga mengenai seorang pejalan kaki yang berada tepat di hadapannya.
"Ouch!" Pekik seorang pria yang terdengar kesakitan.
Spontan Maryam mendongak dan melihatnya. Gadis itu terpana. Kesedihan Maryam pun menguap dari hati dan jiwanya setelah melihat sosok itu. "Aa Jamie?" Lirihnya pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
syafridawati
like mampir jangan lupa feedback my love
2022-03-03
1
syafridawati
semangat
2022-03-03
0
Elisabeth Ratna Susanti
lanjuuuttt
2021-10-13
2