"Ceria banget, Lu! Kaya monyet yang dilempari kacang," celetuk Maryam dengan seenaknya. Ia terkenang dengan masa kecilnya saat diajak pak Jaka dan mak Odah berjalan-jalan ke kebun binatang, meskipun saat itu Maryam tidak terlalu bahagia karena pak Jaka dan mak Odah sibuk selfie berdua.
"Iya, Mun. Hari ini adalah hari paling membahagiakan dalam hidup gue," sahut Rosmawati dengan senyuman yang tak kunjung redup dari wajahnya.
"Kenapa, Lu?" Tanya Maryam lagi.
Rosmawati pun menceritakan kejadian tidak sengaja yang ia alami hari ini di kantor dengan penuh semangat.
"Aaah ... senangnya hatiku ...." Rosmawati mengakhiri ceritanya dengan senyum lebar.
Lain halnya dengan Maryam. Ia merasa hari ini terasa begitu berat baginya, sama seperti saat ia pertama kali belajar menjalani puasa di bulan Ramadhan. Saat di mana ia merasa sangat lemah, letih, lesu, dan tidak bersemangat.
"Syukur deh setidaknya salah satu dari kita ada yang bahagia," celoteh Maryam.
Seketika Rosmawati menoleh kepadanya. "Kenapa Lu? Bahasa Lu berat banget."
Maryam tidak langsung menjawab. Sesaat kemudian, tiba-tiba ia teringat akan satu hal.
"Eh ... Jem! Gue heran deh sama si Kiki, kenapa ya dia segitu bencinya sama kita? Kalo dia iri sama kecantikan kita berdua ya ... gue maklumi itu. Gue cuma takut ada alasan lain. Semoga aja dia bukan psikopat kaya di film-film," ujar Maryam dengan penuh keheranan.
"Ish ... mana ada psikopat kaya gitu. Gue rasa si Kiki tuh sebenarnya tertekan," sahut Rosmawati.
"Maksud Lu?" Tanya Maryam tidak mengerti.
"Entahlah, harus dilakukan penelitian yang jauh lebih mendalam, untuk menyatakan seseorang itu bisa dinyatakan sebagai seorang psikopat atau bukan," terang Rosmawati membuat Maryam melongo.
"Gue bahkan sempat berfikir, si Kiki itu cewek tulen apa bukan ya? Secara ya secara ...." Maryam tidak melanjutkan kata-katanya.
Rosmawati terdiam untuk sejenak. Ia tampak berfikir. "Gue juga sempat mikir kaya gitu, Mun. Kadang gue mikir kalo si Kiki tuh tertekan karena dia gagal operasi plastik, makanya dia lampiasin ke kita-kita," tutur Rosmawati.
"Apa kita cariin dia pacar aja, ya? Kita kenalin sama cowok beneran, biar dia ada pelampiasan gitu," celetuk Maryam.
"Yeee ... elu juga kagak punya pacar, T**letong! Ngapain Lu sibuk nyariin pacar buat si Kiki?" Rosmawati terus nyeroscos dan tidak menyadari jika Maryam saat itu tidak menanggapi ucapannya sama sekali.
Perhatian gadis itu justru tertuju pada seraut wajah tampan dengan kaca mata hitam, yang tengah duduk tidak jauh dari mereka berdua.
Wajah siapa lagi yang paling tampan bagi Maryam, selain wajah aa Jamie Scott yang merupakan KW super Jamie Dornan. Maryam pun terus memperhatikan setiap gerak-gerik pria itu. Bahasa tubuhnya yang indah dan begitu maskulin, terlebih ketika ia melepas blazer hitamnya hingga menyisakan sebuah kaos berwarna biru navy.
Pandangan Maryam kini tertuju pada lengannya yang bergelombang bagaikan polisi tidur. Entah bagaimana rasanya jika ia dapat menyentuh lengan sekokoh itu. Khayalannya terus berlanjut pada sesuatu yang semakin ....
"Kenapa Lu? Gue nyeroscos dari tadi sementara elu sibuk yang lain. Ada apa sih?" Tanya Rosmawati penasaran.
Maryam tidak menjawab. Ia hanya memberi isyarat ke arah di mana Jamie Scott tengah duduk dan merenung.
"Ganteng banget, kan aa Jamie?" Maryam tampak semakin berhalusinasi.
Sesaat Rosmawati pun memperhatikan Jamie Scott. Diakuinya pria itu memang sangat menawan. Akan tetapi, ia jadi teringat akan sebuah cerita dari Joyce tentang Jamie Scott.
"Eh ... Mun. Dia kan arsitek di perusahaan mr. Blake. Dia emang banyak yang naksir di sana, salah satunya kepala OB si Joyce," ucap Rosmawati membuat Maryam kembali menyudahi lamunan jorok tentang Jamie Scott. Ia pun menoleh kepada Rosmawati.
"Terus? Apa masalahnya?" Tanya Maryam.
"Masalahnya ... si Jamie tuh nolak hampir 99,9% cewek yang naksir dia, entah itu yang cakep apalagi yang jelek," jelas Rosmawati membuat Maryam merasa tertantang.
"Iya kah? Kenapa?" Tanya Maryam penasaran.
Rosmawati hanya mengangkat kedua bahunya. "Semoga aja dia bukan homo," bisik gadis itu membuat Maryam melonjak kaget dengan mata yang terbelalak.
Untuk sesaat Maryam kembali mengarahkan tatapannya kepada pria yang kini tengah duduk dengan setengah membungkuk dan meneguk minuman kalengnya. Ah ... gayanya sungguh ... sungguh amat sangat menawan.
Apa mungkin cowok segagah itu homo? Fikir Maryam.
"Zaman sekarang memang sulit dibedakan antara cowok sejati sama homo. Jadi kita mesti jeli, Mun! Jangan sampai nanti elu udah berharap taunya dia kagak demen 'martabak'. Pasti kecewa, kan Lu?" ujar Rosmawati lagi. Tak jarang sikap dan kata-katanya memang sangat dewasa.
"Jadi gue mesti gimana, Jem?" Tanya Maryam. Ada rona kecewa di wajahnya yang imut bagaikan kucing munchkin.
"Sebaiknya elu selidiki baik-baik itu si Jamie. Yakinkan dulu, dia cowok tulen apa bukan!" Saran Rosmawati lagi.
Maryam pun terdiam dan seakan memikirkan saran dari sahabat kembar siamnya itu. Ada benarnya juga dengan ucapan dari Rosmawati. Terlebih jika ia teringat dengan sikap dingin dan tak acuh yang ditunjukan oleh Jamie Scott kepadanya.
"Hmmm ... patut dicurigai itu." Gumam Maryam di dalam hatinya.
"Dah ah ... yuk, balik! Capek banget gue hari ini. Mana selesai meeting harus bersihin ulang semua ruangan lagi," ajak Rosmawati sambil meregangkan otot-ototnya.
"Emang tamu meeting hari ini spesial banget ya, Jem?" Maryam mengikuti gerak Rosmawati.
"Iya! Sheikh dari Abu Dhabi. Aku sempet ketemu juga sih, waktu dia keluar dari lift di lobby," ujar Rosmawati. Dia terlihat berpikir.
"Eh, tapi ... dia kan sempat lewat di depan gue gitu. Terus dia sempet ngelirik juga. Dia pake masker sama kacamata item. Tinggi banget, Mun!" Sambung Rosmawati dengan berapi-api.
"Yee, halu lagi ni anak! Dia kan lagi pake kacamata item, mana tau dia ngelirik lu atau nggak!" Protes Maryam.
"Feeling gue sih ga cuma ngelirik, tapi ngeliat. Dia bener-bener noleh ke arah gue, Mun!" Rosmawati berdiri lalu merentangkan tangan, kemudian memeluk dirinya sendiri. Entah apa yang ada di pikiran Rosmawati saat itu.
"Obat lu udah diminum belum sih hari ini?" Maryam mulai bosan dengan tingkah aneh Rosmawati.
"Aku bayangin wajah dia kayak apa ya, Mun! Padahal dia udah pake kacamata dan masker, loh! Masih juga keliatan cakep," mata Rosmawati berkedip-kedip seperti kelilipan.
"Iya kalo cakep, Jem! Kalo dia kakek-kakek gimana? Kan nggak keliatan mukanya," sahut Maryam sewot.
"Masa kakek-kakek badannya tinggi dan tegap gitu sih, Mun? Lagian nih, ya ... gue kayak ngerasa pernah ketemu sama sosok dia, lho! Nggak tau dimana," mata Rosmawati kini menerawang.
"Hadeehh, ketemu dalam mimpi kali! Lu kan hobi tidur," Maryam menjawab malas.
"Belum pulang, Rose?" sapaan seseorang membuat kedua gadis itu menghentikan celotehan mereka dan serempak menoleh ke arah suara.
"Mas Justin, eh ... Mr. Blake? Kok ada di sini? Why are you here?" Rosmawati tergagap, sementara Maryam hanya melongo.
"Mobilku bermasalah dan sedang diperbaiki di basement. Daripada aku menunggu di lantai bawah, lebih baik aku menunggu di sini, sambil melihat permukaan sungai Thames," Mr. Blake berjalan dengan gagah dan berwibawa menuju sebuah bangku besi yang terletak sejajar dengan bangku yang diduduki oleh Rosmawati dan Maryam.
Sorot mata kedua gadis itu tak lepas dari bos muda yang kini sedang melepas jasnya dan meletakkan di samping tubuhnya. Lalu dia melonggarkan dasinya kemudian melipat lengan kemeja hingga ke siku.
Dalam hati Rosmawati dan Maryam, mereka bersyukur mendapat suguhan seindah itu di sore yang terik ini. Air liur keduanya sudah hampir menetes, namun kedua gadis itu sigap mengelap mulut masing-masing.
"Rumah kalian dimana?" tiba-tiba pria ganteng itu menoleh pada Rosmawati dan Maryam.
"Di hatimu," sebuah gombalan kadaluarsa muncul dari bibir Rosmawati. Otaknya blank, tidak sanggup berpikir. Dia mendadak amnesia.
Di East London, Sir!" Maryam yang masih memiliki sedikit akal sehat segera menjawab.
"Oh," jawab Mr. Blake singkat. Matanya masih mengawasi kedua gadis itu secara bergantian.
Tentu saja mereka ke ge er an, apalagi Rosmawati yang sudah membayangkan macam-macam. Namun kalimat Mr. Blake berikutnya serasa menghempas tubuh Rosmawati dari awang-awang.
"Kalian pasangan yang serasi," ucap pria itu tanpa dosa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
syafridawati
like dan fav mampir semangat
2022-03-03
1
💠 Coco 💠
weeehh jgn salah paham sir....mereka berdua msh normal kok,GK belok 😁😁
2022-01-07
0
Titik pujiningdyah
tamu nya Mr. Blake pasti si Memet itu... eh btw kalian emang serasi sih
2021-10-22
2