Rosmawati masih sibuk membuat lantai ruangan meeting menjadi kinclong sekinclong-kinclongnya, saat dia mendengar Mr. Blake mengumpat di telepon. Wajah bosnya itu terlihat penuh emosi dan kalut. "Tony, tolong bujuk Mr. D'Angelo. Dia tidak bisa seenaknya menyuruh kita mengubah rancangan. Aku sudah memesan banyak pada supplier kita. Tidak bisa dibatalkan begitu saja," ucapnya.
"Iya ... aku tahu itu. Mr. D'Angelo khawatir kalau gedung yang kita bangun akan membahayakan sekitar, seperti yang terjadi pada Walkie Talkie Building di Fenchurch Street," wajah panik Mr. Blake menjadi perhatian tersendiri bagi Rosmawati.
"Duh, ganteng banget calon mantumu, mak," gumam gadis itu sambil sesekali melirik pada bosnya.
"Lalu, aku harus bagaimana?" Keluh Mr. Blake.
"Anda lapisi saja kacanya dengan material anti refleksi," sahut Rosmawati spontan, kemudian buru-buru menutup mulutnya.
Justin William Blake segera mengarahkan pandangannya kepada Rosmawati. Setengah melotot dia menatap gadis itu, "You know it? About the Walkie Talkie Building?"
(Kamu tahu? Tentang Gedung Walkie Talkie?)
"Tentu saja saya tahu, Sir. Walkie Talkie Building adalah gedung pencakar langit di daerah Fenchurch St. yang berbentuk melengkung. Dindingnya terbuat dari kaca sehingga memantulkan panas matahari ke sekitarnya. Sampai-sampai ada mobil jaguar yang terparkir di seberang gedung, meleleh karena pantulan sinar mataharinya," jelas Rosmawati panjang lebar.
"Hmm, interesting. Go on!" Titah Mr. Blake agar Rosmawati melanjutkan ceritanya. Dia memperhatikan wajah gadis itu dengan seksama sambil mengusap dagunya.
"Maaf, Sir. Saya tidak bermaksud mencuri dengar, tapi karena jarak kita dekat ... jadi kedengaran. Suara anda keren. Eh, maksud saya, saya bisa menangkap kegalauan anda. Pasti anda menggunakan rancangan dinding kaca, ya kan? Itulah sebabnya klien anda menolak karena takut akan kejadian seperti di Walkie Talkie Building," cerocos Rosmawati, sementara Mr. Blake hanya mengangguk-angguk.
"Di satu sisi, anda tidak bisa membatalkan kontrak dengan supplier. Jadi, saran saya, anda lapisi saja kacanya dengan material anti refleksi, supaya tidak bisa memantulkan sinar matahari," sambungnya.
"Betul juga, ya!" mata Mr. Blake kembali berbinar, lalu kembali memperhatikan Rosmawati, dari puncak kepala hingga ujung kaki. "Kamu cerdas untuk seukuran petugas kebersihan," puji sang bos, membuat hidung gadis itu kembang kempis.
"Saya lulusan London University, Sir. Jurusan Ilmu Fisika, Fakultas Sains," terang Rosmawati. Mr. Blake pun sedikit terpana karenanya.
"Kenapa kamu bisa berakhir menjadi petugas kebersihan gedung?" tanya bosnya itu tak percaya.
"Karena nasib, Sir," jawab Rosmawati sembari meringis. Dia ingin bercerita bahwa dia sudah hampir bekerja di laboratorium fisika milik dosennya, kalau saja temannya tidak memfitnahnya merusak peralatan lab yang mahal, sehingga Rosmawati didepak dari tim dan terpaksa bekerja serabutan untuk menutupi biaya hidupnya selama di London. Akan tetapi, Rosmawati yakin, bosnya tak akan tertarik mendengar ceritanya. Jadi dia memilih meringis.
"Sir, rombongan Sheikh Abu Dhabi sudah tiba di lobby," suara Chelsea, sekretaris pribadi Mr. Blake mengagetkan mereka berdua. Wanita berambut pirang itu sudah berdiri di depan pintu meeting.
"Ya sudah, bereskan barang-barangmu, Rose! Tamuku sudah tiba," perintah Mr. Blake yang disambut dengan anggukan kepala oleh Rosmawati. Dengan cekatan, gadis itu membereskan peralatan kebersihannya dan bergegas keluar.
"Oh, ya. Terima kasih atas saranmu, ya! Idemu benar-benar brilian!" Ucap Mr. Blake saat Rosmawati sudah sampai di ambang pintu.
"You're welcome, Sir!" Balas Rosmawati dengan senyumnya yang secerah matahari musim panas.
"Ya, ampuun, Madame Juul. Ga nyesel gue ngasi lu duit 100 poundsterling, kalau penerawangan lu jitu begini," gumam Rosmawati seraya berjalan memasuki lift. Rosmawati seakan lupa, Mehmetlah yang menguras isi kantongnya untuk membayar ramalan wanita gipsi itu.
......................
Seharian hanya menonton dan menikmati kerupawanan Charlie Manfred lewat layar kaca, nyatanya membuat persendian Maryam terasa tidak nyaman. Pundaknya terasa kaku dan lehernya juga terasa sengklek karena seharian ini ia menonton sambil rebahan di atas kursi.
Maryam pun bangkit dan mematikan televisi dan dvd nya sekalian sebelum ia lupa. Ya, Maryam sering mengalami amnesia dadakan. Tidak jarang ia lupa, apakah hari itu ia sudah menggosok giginya atau belum?
Sama seperti hari ini. Padahal waktu sudah menunjukan pukul empat sore. Akan tetapi, ia baru ingat jika seharian ini ia belum mencuci mukanya sama sekali.
"Ah ... pantas saja dari tadi gue ngerasa ada sesuatu yang aneh. Ternyata gue belum cuci muka dan gosok gigi rupanya," gumam gadis itu pelan. Ia pun kemudian menyempatkan diri untuk melihat pintu kulkas di mana tertempel foto si ganteng kalem Jamie Dornan pujaan hatinya dan juga foto Charlie Manfred.
"Mudah-mudahan aa Mfred ngga kena flu karena neng siram semalam, ya a," ucap Maryam seraya mencium foto kedua pria tampan itu.
(Di tempat lain, Charlie Manfred tiba-tiba bersin dua kali seraya menggosok-gosok hidungnya. Ia pun menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut)
Selain menatap foto kedua pria tampan idolanya, Maryam pun menyempatkan diri untuk melihat jadwal hariannya. Jadwal apa lagi jika bukan "Jadwal Mandi".
"Tanggal berapa ya sekarang?" Gumam Maryam seraya melihat jadwal itu dengan seksama. Tidak lama kemudian, ia pun tersenyum lebar.
"Ah ... berarti hari ini emang bukan jadwal mandi. Syukurlah, gue udah ngejalanin segalanya sesuai dengan jadwal dan peraturan yang berlaku," ucap Maryam dengan lega. Ia pun meraih sabun pencuci muka miliknya dan dilanjutkan dengan menggosok giginya.
Tiga puluh menit berlalu, Maryam kini telah bersiap-siap dengan gaya andalannya. Maryam adalah gadis yang manis. Meskipun oleng, namun ia sangat manis dengan penampilannya yang girly.
Mak Odah selalu mewanti-wanti dirinya agar selalu menjaga kebersihan. "Kade neng, tong hilap ibak tilu kali sadinten. Kosokan lupat-lepitna, meh teu dakian. Maenya geulis-geulis budug!" Pesan Mak Odah tiap kali ada kesempatan untuk berbicara lewat sambungan video call dengan Maryam.
(Jangan lupa, neng mandi tiga kali sehari. Gosok sela-selanya biar nggak ada dakinya. Masa cantik-cantik korengan)
Dengan enteng dan yakin Maryam segera menjawab, "Pasti mak! Neng tara hilap ibak unggal dinten oge. Apanan neng selalu menerapkan pola hidup sehat dan teratur."
(Pasti mak! Neng ngga pernah lupa mandi tiap harinya. Neng kan selalu menerapkan pola hidup sehat dan teratur)
Lalu kenyataannya?
"Keun bae ah ... jauh ieuh!" Gumam Maryam jika ia ingat petuah sang emak.
(Biarin ah ... jauh ini ko!)
Dengan langkah riang yang diiringi siulan kecil, Maryam menuruni tangga menuju pintu keluar bangunan itu. Akan tetapi, ia tiba-tiba tertegun dan berfikir.
"Pintu udah gue kunci belum ya? Bahaya kalo belum gue kunci, bisa-bisa si Kiki masuk terus nyuri odol lagi kaya kemarin," gumam Maryam. Ia pun bergegas kembali naik ke lantai atas.
Setibanya di depan pintu kamarnya, Maryam pun memeriksa kembali pintu yang sebenarnya sudah ia kunci sejak tadi.
"Wah ... parah! Udah dikunci juga,!" Keluh Maryam. Ia pun membalikan badannya dan seketika ia terkejut karena Kiki telah berdiri sambil bersandar pada lawang pintu kamarnya.
"Mau pergi lagi, ya? Ya ampun ... aku tidak mengerti bagaimana kalian bisa bertahan hidup di kota London dengan kelakuan kalian itu!" Cibirnya dengan sangat ketus.
"Elu aja yang tiap hari cuma ngobrol sama si Jackson, buktinya masih hidup aja sampe sekarang ... weee," balas Maryam sambil menjulurkan lidahnya. Mulutnya terasa gatal jika ia tidak membalas ocehan gadis Thailand itu.
Dengan segera Maryam pun berlalu meninggalkan gadis itu, sebelum Kiki kembali bersenandung dengan bahasanya yang tidak Maryam pahami.
Sore di pertengahan musim panas, memang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Maryam pun memutuskan untuk menunggu sahabat kembar siamnya, belahan jiwanya, teman senasib seperjuangan, seiya sekata, meski mereka memiliki tipe pria idaman yang berbeda.
Dengan sabar, Maryam menunggu Rosmawati keluar dari kantornya. Tidak berselang lama, gadis dengan kuncir kuda itupun muncul.
"Dah lama, Mun?" Sapa Rosmawati, "syukurlah ... gue fikir elu udah bunuh diri aja," celetuk Rosmawati.
"Enak aja, Lu!" Sergah Maryam, "kalo gue bunuh diri terus mati ... maka elu orang pertama yang gue bikin ga tenang hidupnya!" Celoteh Maryam seenaknya.
"Ko gue?" Protes Rosmawati sambil terus berjalan di samping Maryam, menyusuri jalanan hingga akhirnya mereka sampai di tepi sungai, tempat biasa mereka merenungkan kehidupan.
Maryam pun tertegun. "Tumben si Memet ngga jualan. Dah banyak duit kali ya dia," gumam gadis itu dengan heran.
"Udahlah, biarin! Lagian gue lagi males ketemu dia. Risih gue!" Sahut Rosmawati. Ia pun mengajak Maryam untuk duduk.
Maryam melirik wajah Rosmawati yang terlihat cerah ceria bagaikan lampu sorot seribu watt. Dia bisa menebak, pasti sahabat olengnya itu memiliki cerita bahagia untuk dibagikan dengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Titik pujiningdyah
sering² kramas ya Maryam biar gk korengan
2021-10-22
2
Pujas_erha🤓
uuh makin seru ka. next up☺☺
2021-10-21
2
Aurizra Rabani
neng mandi 3x sehari.. kenyataan nya
3 hari sekali.... 🤭🤭
2021-10-21
1