"Heh, Ijem! Kenapa lagi, Lu?" Seru Maryam dengan tingkat kejengkelan yang sudah mencapai level lima belas. Ia melotot tajam kepada Rosmawati yang saat itu terduduk di atas tempat tidurnya dengan wajah ketakutan.
"Makanya kan, gue udah sering bilang kalau elu tuh harus berhenti nonton itu film-film horror! Banyakin dengerin acara siraman rohani tuh di utub!" Cibir Maryam dengan nada bicaranya yang terdengar sangat kejam.
"Bukan karena itu, Munaroh!" Bantah Rosmawati dengan tegas.
"Lalu?" Tanya Maryam seraya masuk ke dalam kamar sahabatnya itu. Ia pun berdiri sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Tadi gue kan mau lanjut tidur, Mun. Tiba-tiba ada sesuatu yang merayap di pipi gue ... taunya itu kecoa ...." tutur Rosmawati membuat Maryam melonjak kaget dan segera melompat ke atas tempat tidur Rosmawati. Ia bahkan hampir saja terjatuh dan menimpa tubuh sahabatnya.
"Elu sih!" Tunjuk Maryam. "Udah gue bilangin juga kalo nyimpen cucian kotor tuh yang bener! Gue rasa kecoa tuh nyium bau kantong ajaib Lu deh, Jem!" Celetuk Maryam dengan seenaknya.
"Eeeh ... apaan sih, Lu? Enak aja!" Protes Rosmawati dengan tegas.
"Emang sih gue belum nyuci dari kapan hari itu ... besok gue pinjem kantong ajaib punya Lu, ya! Boleh ya! Sehari aja, sambil nunggu punya gue pada kering ...." rayu Rosmawati dengan sedikit memohon.
"Idih ... enak aja, Lu!" Tolak Maryam. "Elu kan udah biasa side A side B!" Ledek gadis itu akan kebiasaan buruk sahabatnya.
"Yaelah, Mun! Pelit amat, Lu!" Rosmawati tampak merajuk. "Masa gue besok harus pergi tanpa pake kantong pelindung, sih!" Gumam Rosmawati dengan setengah mengeluh.
"Derita, Lu!" Tandas Maryam seraya turun dari tempat tidur dan berlalu keluar dari kamar sahabatnya.
................
Pukul enam pagi, matahari telah bersinar dengan terang. Rasanya sangat menyenangkan bisa menikmati hari-hari di negara dengan empat musim. Padahal kalau difikir-fikir ... Indonesia memiliki jumlah musim yang jauh lebih banyak. Musim panas, musim hujan, musim buah, buah hajatan, musim kawinan, bahkan terkadang jenis kelamin bayi pun menjadi musiman.
"Sekarang tuh lagi musim yang lahiran anak laki-laki," ucap Mak Odah, Ibunda Maryam sambil mengaduk nasi di dalam dulang kayu. Sementara Maryam sibuk meletakan wajahnya di atas kepulan asap dari nasi tersebut. Konon katanya itu bisa menghilangkan jerawat. Sauna yang sangat ekonomis sekali. Itulah segelintir kenangan manis antara Maryam dan emak tercinta.
Maryam merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Dia adalah anak perempuan satu-satunya dari pasangan ibu Saodah binti Rasjan dengan bapak Jaka bin Asnawi.
Kedua kakak Maryam sudah berkeluarga. Mereka juga sudah memiliki pekerjaan masing-masing. Kakak pertamanya, bekerja sebagai tenaga pengajar di sebuah pondok pesantren. Sedangkan kakak keduanya adalah seorang montir di sebuah bengkel kecil miliknya sendiri.
Orang tua Maryam, adalah seorang juragan padi di kampungnya. Mereka kerap mengirim uang biaya hidup gadis manis itu, bahkan jika bisa mereka sering kali ingin mengirim beras dan hasil pertanian lainnya.
"Di Inggris ada singkong sama pisang kepok ngga? Nanti emak kirimin keripiknya saja ya, neng!" Ujar mak Odah ketika ada kesempatan untuk berbincang dengan putri bungsunya via sambungan telepon.
"Aduh, mak ngga usah lah! Jangan repot-repot!" Tolak Maryam dengan halus, "Emak kirim uang aja!" Ujung-ujungnya.
"Ya sudah atuh, neng! Engke heulanya, emak ngajual heula pare," sahut mak Odah. Semuanya rela ia berikan demi putri kesayangannya itu.
(Nanti dulu, emak mau jual padi dulu)
"Muhun, mak sawios. Neneng ge di sini apanan udah dapat pekerjaan, mak!" Sahut Maryam dengan rasa tidak enak, padahal dalam hati ia berharap.
(Iya, mak ngga apa-apa. Neneng juga di sini kan sudah dapat pekerjaan)
"Nya sok atuh, neng! Sing sehatnya, cu! Kade solat, ulah loba paningkah! Ke mulang meukeul bule ka lemburnya!" Pesan mak Odah diakhiri dengan tawa ala wanita senior.
(Ya sudah, neng. Semoga sehat! Jangan lupa shalat, jangan banyak tingkah! Kalo pulang nanti bawa bule ke kampung)
"Siap, mak! Neng bakal ajak aa Jamie ke sana," sahut Maryam. "Sudah dulu ya, mak. Neng masih ada kerjaan hari ini. Sehat-sehat di lembur, ya! Assalamualaikum ...." Maryam pun mengakhiri acara video call nya dengan ibunda tercinta yang sudah beberapa tahun ini ia tinggalkan.
Rasa rindu pun terkadang datang mengusiknya. Akan tetapi, Maryam selalu menghalau itu semua apalagi dengan adanya kebersamaan antara dirinya dan Rosmawati.
Gadis berambut lurus itupun hari itu tengah menghubungi keluarganya di kampung halamannya di Mojokerto.
Rosmawati adalah anak kedua dari tujuh bersaudara. Karena itu, orang tuanya tidak merasa kehilangan meskipun ia telah lama pergi meninggalkan rumah dan kampung halamannya. Gadis itu bisa kuliah di negeri ratu Elizabeth lewat jalur beasiswa. Ia memang memiliki kepintaran di atas rata-rata.
Terlahir dari pasangan ibu Katemi dengan bapak Rozi, yang merupakan seorang penjual sayuran di pasar. Rosmawati adalah gadis yang mandiri.
"Mak, riyoyo mben aku ga iso mulih. Sik ga nduwe sangu," ucap Rosmawati dengan logat Jawa Timurnya yang kental.
(Mak, lebaran nanti aku nggak bisa pulang. Masih belum punya uang saku)
"Iyo, wes. Gak po-po. Malah mak rodo lego lek awakmu ga mulih. Berasku ga bolak-balik entek," sahut mak Katemi santai. Terlihat di layar ponsel, beliau sedang asyik mencabuti bulu ayam.
(Iya, nggak apa-apa. Malah mak rada lega kamu nggak pulang. Beras mak nggak bolak-balik habis)
"Sampeyan lapo se mak?" Tanya Rosmawati. Ia tampak kangen tapi sang ibu sepertinya lebih senang pada ayam yang semakin gundul itu.
(Mak ngapain?)
"Mari mbeleh pitik. Mene acara mitoni ponakanmu," sahut bu Katemi. Sesekali ia menggosok hidungnya dengan punggung tangannya.
(Abis potong ayam. Besok acara nujuh bulanan ponakan kamu)
"Oalah, yo wes mak! Aku tak kerjo sek! Golek duwik sing akeh ben ndang sugih! Ben tonggo-tonggo podo iri. Oke mak, see you and love you so much!" Rosmawati membuat gerakan cium jauh.
(Oalah, ya sudah mak! Aku mau kerja dulu! Cari duit yang banyak biar cepet kaya! Biar tetangga pada iri!)
"Iyo, ati-ati yo, nduk! Iling-ilingen pitutur e Mak! Lek nggawe klambi sing genah. Ojok dibukai kabeh koyok cendelo! Wes yo, sing ati-ati! Adoh teko wong tuwo! Love you too so much, my lovely daughter. Mmuuaah!"
(Iya, hati-hati ya, nduk! Ingat-ingat pesan Mak! Kalau pakai baju, jangan buka-bukaan kayak jendela! Sudah, ya, hati-hati! Jauh dari orang tua)
Rosmawati tertawa geli mendengarnya dan segera mengakhiri panggilan telepon sebelum Maryam kesetanan.
Hari ini adalah jadwal mereka manggung. Tiap kali mereka membutuhkan tambahan uang, mereka selalu mengamen. Maryam dan Rosmawati sepertinya berbakat di bidang seni. Rosmawati memiliki suara yang cukup merdu, sedangkan Maryam begitu ahli memetik gitar.
"Udah siap?" Rosmawati keluar dari kamar dan melihat Maryam sudah menunggu di sofa sambil menyetel nada gitarnya.
Maryam memandang ke arahnya dan terbelalak,
"Waduh, Ijem! Kita mau ngamen, bukan qosidahan!" Gadis itu melayangkan protes keras melihat gaya berpakaian Rosmawati yang 'nggak banget'.
Sepasang kebaya warna coklat dan bawahan batik dengan corak senada, ditambah kerudung pasmina yang dililitkan di kepala yang masih memperlihatkan jambulnya. Entah dari mana Rosmawati mendapatkan kostum itu.
"Kata mak, aku nggak boleh buka-bukaan!" sahut Rosmawati cuek sembari mencari-cari sneakersnya.
"Nggak boleh sih nggak boleh, tapi jangan kayak gitu juga kali! Cepetan ganti atau acara manggung kita batal!" Ancam Maryam. Lagi, ia dibuat kesal oleh gadis itu.
"Ck ... ck ... ck ...." Rosmawati berdecak sebal dan kembali masuk ke kamar. Beberapa menit kemudian dia keluar dan sudah mengganti pakaiannya dengan kaos putih dan jaket jeans dipadu dengan celana bahan berwarna hitam. Tak lupa, kacamata hitam ia tenggerkan di atas kepala.
"Nah, gitu doong, jadi keliatan mudaan dikit!" Celetuk Maryam seenaknya. "Yuk!" Ajaknya seraya bangkit dari duduknya.
Kedua gadis antik itu (bukan typo, jangan cari kemana C nya) keluar dari flat sederhana mereka dan berjalan penuh percaya diri menuju Covent Garden, kawasan yang biasa digunakan oleh seniman jalanan seperti mereka untuk unjuk bakat.
Maryam membuka tas gitar dan mengeluarkan benda keramat kesayangannya, sebuah gitar akustik yang ia beli dari gaji pertamanya.
Sementara, Rosmawati sibuk melakukan check sound dan pemanasan sebelum menyanyikan lagu.
"Enaknya bawain lagu apa nih, Mun?" Bisik Rosmawati.
"Sekarepmu lah, Jem! Aku ikut aja," sahut Maryam tanpa menoleh.
"Okay. Lagu favoritku ...." ucap Rosmawati seraya bersiap untuk mulai nembang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
💠 Coco 💠
astaga punya mak gini amat yaaa...takut beras hbs kalo si anak pulang
2022-01-06
1
👑Meylani Putri Putti
ingat petuah emak ya. thor 😆
2021-11-09
3
Pujas_erha🤓
bagus ceritanya kak. auto tambahin ke fav dong😍😍
2021-10-19
2