Wanita itu biasa di panggil Madame Jul. Ia merupakan wanita berusia kira-kira empat puluh tahun ke atas. Berambut keriting belah pinggir dengan hiasan bunga mawar di sebelah kanan rambutnya.
Memakai gaun lebar two piece khas wanita gipsi berwarna merah marun. Ia tampak tidak risih sedikit pun saat memamerkan sebagian dari pepaya mentah miliknya. Tatapannya nakal ia tujukan kepada kedua pria tampan yang masuk ke dalam tendanya.
"Come in, Kids!" wanita itu memberi isyarat agar keempat muda-mudi itu segera menghampirinya. Tersungging senyuman menggoda dari bibirnya yang berwarna merah menyala bagaikan vampire yang habis meminum darah segar.
"Tiba-tiba gue inget sama mbah buyut di kampung, Mun," bisik Rosmawati kepada Maryam.
"Kenapa? Mbah buyut Lu seksi kaya gitu ya?" Celetuk Maryam.
"Mana ada. Mbah buyut gue harus di steam dulu kalo pengen jadi kaya gitu. Itunya tuh ... anunya ...." tunjuk Rosmawati dengan isyarat matanya.
Maryam menatap lekat wanita yang tengah berkonsentrasi dengan bola kristal di hadapannya. Ia menilik-nilik dengan lekat ke arah wanita itu.
"Anunya ga kliatan ah!" Bantah Maryam yang dengan segera berbalas sebuah tepukan di lengan gadis itu.
"Ish ... elu nih! Bukan anu yang itu, tapi anu yang satu lagi. Maksud gue ... bibirnya ...." bisik Rosmawati lagi.
Maryam kembali mengerutkan alisnya. Ia sama sekali tidak paham dengan maksud sahabatnya itu. "Mbah buyut Lu masih suka pake lipstik merah gitu, Jem? Waah ... keren bener! Gue aja ngga berani pake warna kaya gitu," gumam Maryam semakin membuat Rosmawati jengkel.
"Bukan, Munaroh! Gue inget waktu mbah buyut gue habis nginang, bibirnya kaya gitu," sahut Rosmawati.
Maryam pun melirik sahabat kembar siamnya. "Terus apa pentingnya gue tau hal itu?"
"Ngga ada ...." sahut Rosmawati dengan santainya.
"Heleh ... kejang-kejang nih hati gue!" Umpat Maryam. Ia pun kembali mengajak sahabatnya itu untuk menghadap Madame Jul.
Meski dengan ragu, Rosmawati menghampiri wanita dengan riasan menor dan terlihat sangat tajam itu, apalagi karena Maryam terus memaksanya. Kedua gadis itupun berdiri di hadapan Madame Jul.
"Who's first?" Tanya Madame Jul dengan tatapan horor yang ia layangkan secara bergantian kepada Maryam dan Rosmawati. Sementara itu, Jamie dan Mehmet hanya berdiri di belakang kedua gadis itu.
Jamie Scott bahkan berkali-kali menggaruk keningnya yang tidak gatal. Ini adalah kekonyolan pertama di dalam hidupnya.
Sebelum bertemu dengan makhluk ajaib bernama Maryam, Jamie Scott adalah pribadi yang lempeng-lempeng saja. Ia tidak pernah berbuat aneh-aneh, apalagi yang tak masuk akal. Hidupnya ia habiskan untuk hal-hal yang berbau pekerjaan. Menggambar sketsa, merancang bangunan dan meeting bersama relasi kerja. Sampai-sampai ia lupa untuk merancang masa depannya sendiri.
Ia telah membangun puluhan gedung pencakar langit, namun ia lupa untuk membangun sebuah hubungan percintaan yang romantis, dramatis, dan tentunya bombastis.
Kembali pada duo antik, menanggapi pertanyaan Madame Jul, Maryam pun segera menunjuk sahabatnya, Rosmawati.
"Kenapa gue?" Protes Rosmawati, "Kan elu yang ngajak?" Lanjut gadis itu dengan wajah berkerut.
"Iya ... gue cuma ngajak, tapi kan yang akan diramal itu elu!" Tunjuk Maryam dengan seenaknya dan membuat Rosmawati garuk-garuk kepala. Inilah yang terkadang membuat Rosmawati merasa menyesal karena telah memiliki seorang sahabat seperti Maryam. "Tabahkan hatiku, Tuhan!" Gumam Rosmawati sambil mengelus dadanya berkali-kali.
"Mary, isn't it?" Madame Jul mengarahkan telunjuknya pada Maryam. "Sit down!" Titahnya tiba-tiba. Nada suaranya meninggi, membuat setiap orang di dalam ruangan itu terkejut. Seperti dihipnotis, Maryam maju menarik kursi dan duduk di hadapan wanita gipsi itu.
"And you, handsome! Sit right next to her!" Perintah Madame Jul pada Jamie Scott, namun dengan nada bicara yang jauh lebih lembut.
Pria jangkung itu sempat menunjuk hidungnya sendiri sambil berkata, "Me?"
"Yes, you! Sit down! Hurry up! Chop chop! Time is money," wanita itu menepuk-nepukkan kedua tangannya. Dengan sangat terpaksa, Jamie menurut dan menarik kursi di sebelah Maryam.
Madame Jul menatap Jamie dengan tatapan genit, lalu meraih tangan laki-laki itu. "Whoaa, telapak tanganmu besar sekali, young man!" Serunya dengan mata berbinar. "Ini merupakan ciri-ciri pekerja keras dan tak kenal lelah, meskipun kadang kamu sulit sekali menolak permintaan orang lain," ujarnya seraya mengusap telapak tangan Jamie Scott dengan lembut.
"Kharismamu luar biasa. Banyak perempuan yang tergila-gila, tapi kamu menetapkan standar yang terlalu tinggi. Kamu sedikit egosentris dan selalu kesulitan mengungkapkan perasaan," lanjut Madame Jul.
Sesaat kemudian Madame Jul melirik kepada Maryam. "Semoga gadis di sisimu ini bisa meruntuhkan dinding besar yang kau bangun, ya!" Madame Jul mengedipkan mata. "And remember it ... jangan takut katakan cinta sebelum terlambat! Atau seseorang akan membawanya pergi!" Ujarnya seakan memperingatkan.
Jamie yang sama sekali tak mengerti dengan maksud dari ucapan tukang ramal itu hanya mengangguk malas, berharap adegan ini cepat berakhir.
Lain halnya dengan Maryam, dia memelototi Madame Jul dengan antusias. "Apa maksudnya gadis itu adalah saya, Madame?" Tanyanya.
"Siapa lagi? Oke. 50 poundsterling, cepat! Next!" Ucap Madame Jul sambil menggerak-gerakkan tangannya pada Rosmawati agar gadis itu segera mendekat.
"50 poundsterling? Mahal amat!" Maryam mendelik, kemudian beralih menatap Jamie sembari meringis.
"Oh, My God!" Jamie menepuk dahinya sebelum merogoh saku celananya dan mengeluarkan lembaran uang. "Here you go! Ini terakhir kalinya kau mengajakku ke tempat seperti ini, ya! No more!" Pria itu meletakkan uangnya di hadapan Madame Jul lalu beranjak berdiri dan pergi keluar tenda.
"Oh, kalau begitu, aku boleh mengajakmu lagi ke tempat lain selain pasar malam, begitu ya?" Maryam ikut berdiri dan menyusul langkah Jamie.
"No!" Sahut Jamie dengan tegas membuat Maryam tertegun dan sedikit terkejut.
Sementara itu,Rosmawati tak menghiraukan pertikaian dua manusia itu. Dia dengan santainya duduk di kursi yang ditempati Maryam sebelumnya.
"Aladin! Sit here!" Madame Jul menyuruh Mehmet agar duduk di samping Rosmawati. Wanita itu mengamati Mehmet dan Rosmawati secara bergantian. Beberapa saat kemudian, pandangannya terpatri pada Mehmet. Tak disangka, Madame Jul menyentuh rahang Mehmet yang ditumbuhi bulu-bulu halus, membuat Rosmawati melongo.
"Baumu wangi sekali, young man! I like it! Wajahmu tampan, mengingatkanku pada mantan kekasihku dulu," ujarnya dengan sorot mata terlena.
"Dulu?" Ulang Rosmawati. "When was it? Apa waktu perang dunia kedua?" Celetuk Rosmawati.
Madame Jul menatap Rosmawati tajam, "Aku tidak setua itu, ya! Untukmu kutarik biaya 70 poundsterling!" Ucapnya tegas.
"Eh, dasar! Pen°til nanas! Seenaknya aja malakin orang. Belum juga diramal!" Omel Rosmawati dalam bahasa Indonesia. Tentu saja supaya wanita gipsi itu tidak mengerti artinya. Akan tetapi, rupanya Madame Jul tidak begitu peduli, karena kini dia sudah beralih mengusap dada bidang Mehmet.
"Hidupmu penuh perjuangan, anak muda! Tipe pria setia yang tidak akan pernah berhenti sampai apa yang diinginkannya tercapai. Namun sayang, aku bukanlah wanita yang kau inginkan. Beruntunglah dia yang mendapatkan cintamu," ujar Madame Jul yang awalnya memandang lembut pada Mehmet lalu berakhir dengan lirikan tajam pada Rosmawati. Gadis itu hanya memutar bola matanya seraya menguap.
"And you!" Madame Jul menarik telapak tangan Rosmawati kencang lalu menepuknya keras.
"Aduh!" Pekik Rosmawati kesakitan.
"Rose!" Seru Madame Jul yang mendekatkan wajahnya pada Rosmawati sambil mengendus-endus.
"Apa-apaan sih ni orang! Bikin gue insecure aja. Apa dia tau kalau gue jarang mandi, ya?" Batin Rosmawati.
"Rose, kamu beruntung! Dia adalah jodoh sempurna buatmu! Dia adalah pria emas! Perpaduan antara kaya raya dan tampan. Laki-laki sejati dan suka memperhatikanmu dalam diam."
Rosmawati terpana pada hasil ramalan Madame Jul. Seketika benaknya tertuju pada Mr. Blake. Ciri-cirinya sama persis dengan yang baru saja disebutkan oleh si peramal. "Jadi dia jodohku?" Tanyanya dengan angan yang melayang, penuh dengan gambaran wajah bosnya itu.
"Ya, ya, ya! Sekarang mana 70 poundsterlingnya!" Tagih wanita itu seraya menggerak-gerakan telapak tangannya.
Mehmet sigap mengeluarkan puluhan poundsterling dari dalam dompetnya. "It's all for you," ujarnya.
"100 poundsterling?" Madame Jul mengambil lembaran uang yang tergeletak di depannya itu lalu menciumnya berkali-kali.
Tanpa memedulikan tingkah Madame Jul yang berubah 180 derajat saat menyentuh uang, Rosmawati dan Mehmet pun melenggang keluar dari tenda dengan membayangkan dua hal yang berbeda. Mehmet membayangkan dirinya menikahi Rosmawati, karena perkataan tukang ramal itu terngiang terus-menerus di kepalanya. Wanita itu mengatakan bahwa jodoh Rosmawati adalah laki-laki sejati yang suka memperhatikannya dalam diam, sesuai sekali dengan dirinya.
Sementara Rosmawati tak henti-hentinya membayangkan Mr. Blake. "Pria emas? Pria emas? Y ampuun," gumamnya sambil cekikikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
RanySu
akhirnya ku menemukan mu,,,😁😁😁
2021-10-19
2
Pujas_erha🤓
next up kak. semangat☺☺
2021-10-19
2
Lulaby
ceritanya seru kak. ku tambahin ke fav dong😊😊next up🤗
2021-10-18
1