Suara kicau burung dan teriakan tonggeret bersautan terus tersaji. Mata hari sudah berdiri gagah di atas kepala.
Ditengah siang seterik ini terlihat Darto yang tengah berjalan meninggalkan rumah sendirian. Tanpa membawa apapun dia berjalan membelah terik menuju rumah sahabatnya yang masih tersisa.
"Assalamu'alaikum!" ucapku sembari membuka pintu kayu di rumah Antok.
"Wa'alaykumussalam" jawabnya dari dalam rumah kemudian bergegas menghampiri.
Tampak mata lebam dari wajah Anto yang tengah menghampiriku itu, mataku juga pasti tidak jauh berbeda dengan matanya. Karena selain keluarga Satya, kami berdua ada di dalam deretan terdepan bagi orang yang merasa sangat kehilangan atas kepergiannya.
"Tok... Mana Bapak sama Ibumu?"
"Mereka baru berangkat ke sawah Dar, ada apa kamu nyari mereka?"
"Aku mau pamit, Tok. Sama kamu dan orang tua kamu juga," jawabanku membuat mata Antok yang lebam itu sedikit membulat.
"Kamu mau kemana Dar?'' tanya Antok dengan nada lesu dan pandangan matanya kebawah.
"Aku mau pergi ke rumah Kakung, Tok. Aku juga belum tau dimana itu, tapi yang jelas itu rumah ibuku. Aku mau belajar di sana, dan mungkin akan sedikit lama Tok,"
"Belajar apa Dar? Kamu mau menetap di sana Dar? Balik kesini lagi kan?''
"Jelas balik lah Tok, Si Mbah juga tetap Disni. Aku juga penasaran sama apa yang bakal aku pelajari. Ih iya Tok, Si Mbah pesan kalau ada perlu atau apapun hal-hal aneh yang kamu alami, kamu disuruh langsung ke rumah aja."
"Aneh apanya, Dar? Apa aku bakal mati Dar? Seperti Dining sama Satya?" wajah lesu Anto seketika berganti dengan wajah ketakutan.
"Enggak Tok.! Si Mbah sudah janji jagain kamu, mulai sekarang kamu ijin sama orang tua kamu saja Tok, buat tinggal bareng Si Mbah di rumahku. Lagian kalau kamu mau pulang kesini pas siang kan bisa,"
"Jadi bener ya, Dar? Satya mati gara-gara hal aneh," Anto mengambil kesimpulan dari jawaban yang ku berikan sebelumnya.
"Iya Tok. Dan anehnya lagi kedua Si Mbahku mengatakan cuma aku yang bisa nolong kamu dan yang lain, makanya mereka menyuruhku pergi dari sini sementara waktu,"
"Sepertinya aku tau Dar apa yang mereka maksud. Yasudah Dar, semoga kamu berhasil, semoga kita masih bisa bertemu lagi," ucapnya sendu
Setelah selesai berpamitan, aku tidak langsung pulang. Kita duduk dan membicarakan banyak hal siang itu, hingga tak terasa waktu sudah sore. Aku pun bergegas pulang bersama Anto yang ikut menuju rumahku setelah mendapat izin dari orang tuanya, untuk tinggal di rumahku selama diriku pergi.
Ketika sampai di rumah, kulihat Si Mbah dan Kakung masih asik mengobrol tentang masa muda mereka. Seakan pembahasan mereka tak akan habis meski mereka terus bercerita selama setahun penuh.
"Mbah... bukanya Si Mbah dan Kakung baru bertemu kemarin ketika mengubur Dining? Tapi sekarang kalian kaya kekasih yang lama sekali berpisah! mesra banget," ucapku membuat kedua orang tua itu beradu pandang kemudian terbahak bersama-sama.
"Itu bukan kami Dar," jawab mereka singkat, membuatku dan Anto yang beradu pandang kebingungan.
"Lalu siapa, Mbah?" Anto membuka suara.
"Itu teman kami yang tinggal di Alam sebelah. Kami meminta pertolongan sama mereka. Kami juga minta kalau diantara mereka harus berwujud seperti Si Mbah dan Kakung supaya kalian tidak takut," jawab Simbah menjelaskan.
"Emang bisa yap, Mbah? Lalu apa setan juga bisa adzan?" tanyaku mengingat mahluk itu mengumandangkan adzan ketika mengubur Dining.
"Begini Dar. Seperti manusia, sebagian Jin juga punya agama, meski banyak juga yang kafir. Dan untuk yang beragama mereka juga mengaji dan sembahyang sama seperti kita, besok kamu juga bakal lihat Dar!" jawab Kakung membuatku dan Anto bisu.
"Kamu jadi tinggal sini kan, Tok?" tanya Si Mbah kepada Anto.
"Njih Mbah, Anto sudah dapat izin dari Bapak sama Ibu. Maaf ya Mbah, kalau merepotkan,"
"Nggak Tok, kalau kamu tetap di rumah malah tambah repot nanti Si Mbah harus bolak balik ke sana,"
"Apa aku dalam bahaya Mbah?" tanya Anto ketakutan
"Selama kamu dekat sama Tumin kamu aman Le,'' ucap Kakung menyela pembicaraan mereka.
"Tumin siapa Mbah?" tanya Anto kebingungan
"Yo itu! orang yang wajahnya udah keriput semua di depan kamu!" jawab Kakung mengacungkan jari ke arah Simbah Turahmin.
"Ngaca Mat! setidaknya gigiku masih lengkap Mat, enggak kaya gigimu yang sudah tinggal separo" ketus Simbah
"Aku kan masih bayi Min, gigiku belum tumbuh semua! Ha ha ha!" jawab Kakung kemudian terbahak. Membuatku dan Anto susah payah menahan tawa, mendengar ejekan yang mereka lontarkan satu sama lain.
***
Suara burung dan tonggeret berganti dengan saut suara jangkrik juga kodok di samping rumahku. Hari sudah gelap, waktu terasa begitu cepat.
"Dar, apa Dining dan Satya sudah ketemu ya di sana?" tanya Anto yang tengah rebah di sampingku, dia tidur di atas dipan yang sama denganku.
"Iya ya Tok. Kalau mereka ketemu, pasti lagi ngobrolin kita," jawabku dengan mata memandang genting di atas namum pikiranku menerawang jauh membayangkan kebiasaan kedua temanku itu.
"Semoga di sana mereka bahagia ya Dar."
"Amin! Kita juga harus nunjukin sama mereka Tok, kalau kita juga bisa bahagia di sini."
"Yasudah Dar, aku tidur dulu. Kamu jangan begadang, besok perjalanan kamu panjang."
"Iya Tok, paling juga sebentar lagi aku ikutan merem."
Suara Simbah dan Kakung yang sedari tadi kudengar di ruang sebelah kini tidak ada lagi. Anto juga sudah terlelap dengan bibir menganga.
.
.
.
.
'Apa lagi ini? kenapa aku bisa masuk kesini lagi?' gumamku ketika tersadar sudah berada di dunia gelap itu lagi.
"Dar! Sini!" kudengar suara Arya memanggil namun aku tidak melihatnya sama sekali. benar-benar gelap.
Tiba- tiba terasa sebuah tangan memegang tanganku, kemudian menarik diriku dengan kuat menuju cahaya yang sama seperti dulu. Cahaya putih selalu membawaku berpindah tempat, namun kali ini aku benar-benar penasaran, kemana aku akan dibawa oleh sahabatku itu.
Ketika kakiku melangkah masuk ke dalam cahaya, aku berhasil dibawa oleh sahabatku menuju kamarku sendiri. Terlihat ada diriku juga disitu, tengah tertidur bersama 3 sahabatku. Tampak Satya dan Dining yang masih berbicara ketika aku dan Anto sudah tertidur pulas.
"Kasih ini ke Darto ya Sat, aku malu mau ngasih sendiri," bisik Dining ketika menyodorkan sebuah kalung kepada Satya di depannya.
"Buatku mana Ning?" jawab Satya cemberut.
"Kamu kan enggak ulang tahun Sat, masak minta hadiah?" jawab Dining masih berbisik-bisik.
Setelah menerima pemberian Dining. Satya langsung mengantongi kalung tersebut dan kemudian beranjak tidur.
"Dar, aku masih menyimpan barang milikmu. Tolong ambilah, dan maafkan aku. Dulu ketika umurmu genap 11 tahun, aku tidak memberikan hadiah titipan Dining karena aku juga suka sama dia. Karena cuma kamu yang dapat hadiah, aku jadi cemburu, hehehe," Ucap Satya sembari menyodorkan sebuah kalung yang sama persis dengan kalung yang ku lihat sebelumnya. Kalung yang terbuat dari tali hitam, dan memiliki gantungan batu hijau mengkilap yang terlilit.
"Kamu itu ada-ada saja, Sat. Yang penting ini sudah sampai ke tanganku. Maafin kesalahanku juga ya, Sat," ucapku hanya di balas dengan senyum dan anggukan kepalanya.
Setelah memberikan kalung tersebut, Satya beranjak pergi menuju pintu yang berbeda dengan pintu masuk tadi. Dia berangsur menjauh sembari berkata, "Jaga Anto ya Dar. Biar Aku yang jaga Dining di sini!"
Satya tak terlihat lagi, aku pun kembali melihat genting rumah yang sangat ku kenal ketika membuka mata. Hari sudah pagi, Anto juga tidak terlihat lagi. Mungkin dia sudah berangkat ke langgar bersama Si Mbah yang sedang mengumandangkan adzan subuh itu.
Setelah itu, aku bergegas bangun untuk menyusul mereka. Namun badanku berhenti bergerak ketika mataku melihat kalung pemberian Dining benar-benar ada di tanganku. Langsung aku kenakan kalung itu sembari bergumam lirih di dalam hati 'Terimakasih Ning, akan aku jaga pemberianmu.'
Bersambung,-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 276 Episodes
Comments
Kardi Kardi
wouwww liontinnn
2022-12-29
0
Ismei Dhamayanti
Bacanya sampe merinding
2022-11-15
0
akp
mantap mantap
2022-10-16
1