Aku kembali dihadapkan ruangan gelap yang sudah tak asing lagi, 'Ini pasti dalam mimpi!' gumamku sembari berjalan menuju pintu cahaya yang tampak dekat, tidak sejauh saat pertama kali aku masuk kemari.
Setelah masuk kedalam cahaya itu. Tampak Ibu tiri Dining yang masih membaca selembar surat, saat ini aku sudah bisa menebak, jika surat yang dia baca tidak lain pasti dikirim oleh lelaki yang memukul Dining di dalam hutan.
Kali ini aku bisa melihat coretan-coretan tinta yang ada di kertas itu, tapi sayangnya aku tidak bisa membaca. Karena aku memang tidak pernah bersekolah sejak aku lahir.
Meski penasaran, kurasa berdiam disini tidak akan memberi tambahan hasil. Lantas aku melanjutkan langkahku memasuki cahaya yang menyambungkan dengan hutan mati.
Kembali aku dihadapkan dengan kilas balik kejadian yang Dining alami, sama seperti kemarin. Namun bedanya, kali ini semuanya jelas terlihat hingga Dining berakhir mati di pinggiran rawa lumpur.
"Dining!" Tanpa sadar teriakan dari bibirku berhasil membangunkan Anto dan Satya yang terlelap di sebelahku.
"Kamu kenapa Dar?" tanya Anto di sebelahku kebingungan.
"Orang tua biadab!" ucapku lantang dengan tangan mengepal.
"Ada apa Dar?" tanya Satya kebingungan.
"Nanti saya ceritakan semua di rumahku," jawabku singkat disusul mengemas sarung, dan mempersiapkan perjalanan setelah menunaikan kewajiban.
Langit sudah tampak kuning di ufuk timur, tidak mau berlama-lama kita langsung melanjutkan perjalanan pulang dengan langkah cepat.
Dalam hati ingin rasanya cepat sampai rumah dan menceritakan kepada semuanya. Dan akan aku bahas juga apa yang harus aku lakukan selanjutnya.
Namun jarak mengharuskan kita kembali bersabar. Meski langkah kita benar-benar sudah terus di percepat di tambah hanya beristirahat untuk shalat dan makan. Masih saja malam ini kita diharuskan menginap di dalam hutan lagi.
***
Hari sudah kembali berganti, setelah shalat subuh, kami kembali berjalan cepat meninggalkan hutan.
Kira-kira sekarang sudah hampir masuk waktu dzuhur, Aku lihat Simbah yang sudah berdiri di depan teras menunggu kepulangan kami.
Kedua temanku langsung berpamitan dan pergi. Mereka bilang hendak mengganti pakaian dan mengisi perut, kemudian langsung kesini lagi. Dari awal perjalanan kita pagi tadi, memang kita tidak makan apa-apa, karena bekal yang kita bawa sudah habis disantap kemarin malam.
Saat baru selesai membersihkan diri, Si Mbah sudah tidak ada di rumah. Ternyata memang tepat kita pulang di waktu dzuhur, karena saat ini suara kumandang adzan Si Mbah terdengar dari arah langgar.
Setelah selesai berjamaah di langgar, kita berempat kembali berkumpul di rumahku. Saat ibu kita tengah duduk ditemani sepoi angin, di tengah petak sawah yang berisi bibit padi.
"Dar, sekarang ceritakan sama kita Dar, apa yang terjadi sama Dining?" ucap Anto.
"Sebentar tok, aku mau nanya sesuatu," jawabku singkat kemudian lanjut bertanya kepada Si Mbah.
"Anu, Mbah, Sebenarnya apa yang saya tanam? Siapa teman Si Mbah yang di rawa? Dan apa orang tua tiri Dining masih di rumah?"
"Begini Dar, kita itu hidup berdampingan dengan mahluk ciptaan Gusti Allah, tidak cuma hewan, pohon, dan semua yang bisa di lihat dengan mata kita, ada juga yang tidak bisa di lihat tapi sebenarnya ada," jawabnya terhenti, karena dia hendak menyalakan rokok lintingan buatan sendiri.
"Ini Mbah ada rokok enak, kata bapak harga buncis lagi naik. Jadi ada bonus buat Satya dan Darto sebungkus, yang sebungkus buat Si Mbah," ucap Anto sembari melemparkan dua bungkus rokok sriwedari.
"Wah! Si Mbah jadi enggak enak ini tok, soalnya cuma dikasih sekali, coba tiap hari, keh keh keh," jawab simbah terkekeh dengan tawa khas orang tua miliknya itu.
"Nah?! Jadi begini Dar, yang kamu tanam di bawah pohon beringin itu sebenarnya cuma sesaji... yah gampangnya, Simbah ngasih makan ke penghuni pohon beringin itu Dar, biar dia mau bantu kalian. Kalau Darto nggak nanam sesaji, kalian pasti bakal diminta 1 orang untuk tetap tinggal di rawa," jawabnya serius, hingga benar-benar membuat kita bertiga tercengang
"Maksud Simbah?"
"Penguasa rawa itu kuat sekali Dar, sudah banyak korban yang dia ***** dari dulu, kalau kalian bertemu sama dia pas lagi gali kuburan, pasti salah satu dari kalian mati. Makanya Simbah ngasih sogokan ke pemilik hutan mati. Kalian pasti lihat entah angin kencang atau hujan tiba-tiba kan?" pertanyaan Simbah hanya kita jawab dengan anggukan.
"Itu karena penguasa hutan mati lagi berantem sama penguasa rawa buat bantuin kalian. dan pas di rawa pasti kalian tidak lihat sosok hitam legam, botak, mukanya jelek kan? karena bisa di pastikan dia lagi istirahat. Tenaganya pasti terkuras selepas pertarungan dengan pemilik hutan mati," mendengar penjelasan tersebut, kita bertiga hanya bisa menerima saja, meski terasa aneh di dalam hati.
"Mahluk hitam yang selalu menempel sama Dining?" tanyaku membuat simbah sedikit terkejut.
"Kamu lihat Dar? kenapa bisa kamu lihat! seharusnya dia pasti lelah," jawab simbah sembari mengelus jenggotnya
"Aku lihat pas baru berangkat Mbah, dan belum masuk ke hutan mati, Dining tiba-tiba dateng, tapi akhirnya di seret sama mahluk hitam itu,"
jawabku
"Oh... ya pantas kalau kamu lihat. Soalnya belum kamu kubur itu sesaji" jawab Simbah mengangguk-angguk.
"Anu Mbah?! sebelum Simbah dan temen Simbah dateng, saya lihat banyak banget pocong Mbah! itu mereka sebenarnya siapa?"
tanya Satya memotong cerita simbah.
"Itu semua istrinya si penghuni rawa Sat, ada yang cantik enggak Sat? tanya Simbah cengengesan.
"Mana mungkin cantik mbah, hancur semua mukanya" Anto menimpali
"hahahahaha! Yah! Si Mbah juga tau kalau di sana ramai. Maka dari itu simbah minta bantuan teman seperguruan Simbah untuk membantu. Buat jaga-jaga kalau semisal pemilik rawa tiba-tiba bangun dari istirahatnya. Masak Si Mbah sendirian berantem sama pemilik rawa, di tambah dia bawa semua istrinya," kembali orang tua itu mengelus jenggot penuh uban miliknya itu.
"Sudah dijawab semua kan, Dar? pertanyaannya? Oh iya Dar, kalau urusan si Lastri Ibu tirinya Dining, aku sudah lama nggak dengar kabar dia. Mungkin dia pergi merantau Dar," jawaban Si Mbah terhenti karena dia mengambil sebatang rokok dari bungkusnya lagi.
"Apa yang mau kamu lakukan, Dar?" tanya Si Mbah dengan tatapan tajam, seakan bisa membaca pikiranku.
Mau bagaimana lagi, dari kecil yang merawat diriku itu Simbah. Rasanya malah aneh kalau Si Mbah tidak bisa membaca pikiranku. Dan ditambah Si Mbah juga pasti tau garis besar kematian Dining itu seperti apa.
"Aku tau Mbah, Si Mbah nggak mungkin mengizinkan apa yang hatiku inginkan. Aku juga tau Mbah kalau semua ada timbal baliknya. Tapi, Mbah, kalau memang itu bukan dosa, pasti akan Darto bunuh mereka berdua!" jawabku ketus, seketika merubah suasana menjadi sedikit canggung dan juga mencekam.
Bersambung,-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 276 Episodes
Comments
sakura girls
la itu ibuny dining yg ktmu d rawa..sma bpk2 ap bkn ibu tiri yg asli..
2023-11-26
0
By
jadi Dining jadi janda dong, kan udah pisah sama suaminya
2023-02-27
1
Park Kyung Na
👍👍
2023-01-01
1