Saut suara gaduh dari tangisan keluarga yang di tinggalkan, dan suara lantunan surah Yasin yang terus dilafalkan. Berpadu bagai sebuah alunan haru nan pilu.
Tampak sekumpulan lelaki tengah duduk bersila, dan beberapa wanita juga yang duduk bersimpuh. Mereka terus mengulang bacaan ayat suci Al-Qur'an untuk menghantar kepergian sahabatku yang tengah terbujur kaku di tengahnya.
Dengan langkah pelan, sebagai bentuk sebuah permisi. Aku membungkuk, menyibak sekumpulan orang itu menuju tempat sahabatku yang sudah terbujur menghadap ke atas. Bersedekap dengan kain putih bersih membalut sekujur tubuhnya.
Ketika aku angkat kain yang yang menutup wajah itu. Tampak pipi Satya berwarna begitu pucat, mulai membiru, dengan mata dan hidung yang tertutup kapas.
"Deg.. deg... deg.. deg... deg," suara jantungku memburu, ketika salah satu kapas yang menutup matanya jatuh. Menampilkan sebuah bola mata Terbelalak, menatap langit-langit dengan pandangan kosong yang tertera.
Jantungku semakin terpacu, ketika kapas di sebelahnya pun ikut terjatuh. Terlihat kedua mata yang terbelalak itu tiba-tiba melirik ke arahku dengan tatapan yang sangat menakutkan.
"Sat! Sat!" Panggilku sembari menggoyang tubuh jasad temanku itu.
Namun, bukanya bangun. Jenazah Satya justru semakin kejang di atas meja.
"Tolong... Pak! Mbah! Ini Satya gerak!" teriakku sama sekali tak di gubris telinga puluhan orang di sekitarku. Mereka tetap fokus menyimak tulisan arab yang mereka bawa, sembari terus membacanya.
"Mbah... Mbah..!" Tanganku mencoba meraih tubuh Simbah, tapi aku tak bisa menyentuhnya. Rasanya sama seperti hendak menggapai bayangan di dalam cermin. Ada sesuatu yang membatasi.
Isak tangis tak bisa lagi Aku bendung. Di satu sisi aku ketakutan, di sisi lain hatiku seakan di iris hingga putus menggunakan pisau tumpul. Setelah melihat jenazah temanku yang terus kejang di depanku.
'Apa mereka benar-benar tidak lihat.?' gumamku meringkuk, terisak, tersedu-sedu, di di samping jenazah itu.
"Ya Allah... Apa lagi ini.?" ucapku lirih dilanjut kembali melihat jenazah temanku.
"Sat... apa yang ingin kamu sampaikan Sat.? Aku tidak tau Sat harus berbuat apa," tanganku mengelus kepala Satya yang sudah terbungkus dan sedikit basah terkena cucuran air mataku.
.
.
.
.
.
Ruangan tiba-tiba menjadi gelap seketika. Kegelapan yang tidak asing ini, datang menghampiri diriku lagi.
"Nak.. Bangun Nak.. Jangan terpancing dengan tipu daya darinya!" Suara seseorang yang sangat asing menyapa telingaku kali ini di dalam kegelapan. padahal sedari awal aku masuk kesini dulu. selalu saja sunyi. bahkan tidak bisa mendengar suara sendiri.
"Jika kamu bisa dengar suaraku. anggukan kepalamu Nak!" suara itu kembali terdengar, tanpa pikir panjang langsung ku mengangguk-anggukkan kepalaku.
"Alhamdulillah! untuk yang pertama, kamu harus tenang melepas segala pikiran. Apa kamu hafal surat Al-Insyirah?" pertanyaannya kembali aku jawab dengan anggukan kepala.
"Sempurna! Bacalah terus-menerus dalam hatimu!"
Perintahnya kulakukan tanpa basa-basi. Terus aku lantunkan surat yang berisi delapan ayat itu tanpa spasi. Dari sisi lain aku mendengar pria itu terus melafalkan surat lain. Surat yang begitu panjang. dengan suara indah miliknya.
Samar-samar mataku bisa menangkap satu cahaya transparan berbentuk manusia. Semakin lama semakin memadat, seakan memadat. Hingga kini berbentuk utuh selayaknya manusia yang tengah berdiri tersenyum di depanku. Dia menjulurkan tangannya dengan senyum simpul di bibirnya.
"Assalamu'alaikum, apa kabar cucuku?" laki-laki itu mengangkat suara dengan nada yang begitu lembut.
Aku ingat! Dia adalah lelaki seumuran Si Mbah yang mengenakan pakaian serba putih, yang pernah aku jumpai ketika mengubur ulang jenazah Dining.
"Wa'alaikumsalam.. maaf Mbah, Simbah bicara sama Saya?" jawabku kebingungan dengan mata berkeliling. mencari siapa gerangan orang yang dia panggil Cucu.
Lelaki itu mendekat, dia meraihnya kepalaku dengan tangan hangat itu.
"Iya Nak Darto. Apa kamu lihat ada orang lain disini?" jawabnya sembari mengacak-acak pelan rambutku.
"Maksud Simbah.?" Tanyaku semakin kebingungan.
Hanya menjawab dengan senyuman, lelaki itu kini menyodorkan tangannya kepadaku.
"Pegang yang kencang Dar. kita harus pulang!"
Aku meraih tangan itu. Entah mengapa aku tiba-tiba mengingat kenangan kecil waktu bersama Bapak. yang selalu memegang tangan mungilku ketika berjalan.
'Apakah aku punya kenangan seperti ini?' banyak sekali pertanyaan dalam hati. ingin ku tau siapa beliau ini. dan mengapa kenangan-kenangan yang sempat aku lupa. seakan bak tsunami, ribuan ingatan menerjang masuk memaksa kedalam kepalaku.
'Aku kangen Pak! Darto pengen ketemu!' gumaman dalam hati, mengiringi air mata yang mulai mengucur tanpa kusadari, sejak tangan itu menggenggam tangan kecilku.
"Dar! Setelah kembali, tolong coba kamu tutup mata teman kamu ya, biar Si Mbah urus sisanya" pinta lelaki itu aku sanggupi.
"Kamu masuk kesitu dulu. Si Mbah mau usir mahluk yang masih menempel di jazad temanmu" Ucap lelaki itu sembari mengarahkan jari telunjuk kearah sebuah daun pintu yang tiba-tiba ada di depan mataku.
"Baik Mbah, Saya pergi dulu," jawabku dengan hati memberat. Seakan enggan melepas genggaman tangannya.
Aku meraih gagang pintu yang berkilauan di depanku. Setelah berhasil kubuka. Mataku kembali terbelalak, melihat diriku sendiri yang tengah melamun didepan jenazah Satya.
Lalu setelah keluar dari pintu. aku melangkahkan kaki menuju diriku sendiri yang kini tengah duduk di depan mataku, dilanjut menepuk pundak milikku.
Saat tanganku menyentuh tubuh asliku, seketika aku terperanjat, dan bangun dari lamunan. Aku sempat menoleh ke arah seseorang yang menepuk pundak, namun tidak kutemui siapapun yang dekat denganku. 'Apa benar? Itu Aku sendiri yang menepuk pundak milikku?' pertanyaan itu seakan tidak ada jawabannya meskipun seribu kali ku tanyakan.
Kemudian aku membuka kembali kain yang menutupi wajah temanku itu. Masih sama seperti tadi yang ku lihat di dalam lamunan. namun kali ini kapasnya masih menutup sempurna pada kedua matanya
Setelah kubuka kedua kapas itu, langsung tampak mata Satya yang masih terbuka. Seakan dirinya menyampaikan betapa menakutkan hal yang dia lihat sebelum dia tiada.
"Sat, Ada orang baik yang lagi bantuin kamu. Dia sedang mengusir apapun yang mengganggumu. Kamu tidur yang nyenyak ya Sat, Pejamkan saja matamu, biar semua keluargamu, orang tercintamu dan saudaramu ini juga bisa ikhlas mengantarkan kamu ke kamarmu yang baru," ucapku lirih berbisik di samping telinga jenazah Satya. Dengan tangan yang aku letakkan di atas matanya. perlahan ku usap kedua kelopak mata itu.
"Alhamdulillah!" ucap sekumpulan orang di dalam ruang itu yang seketika menjadikan suasana menjadi riuh.
Mereka ternyata memperhatikanku sedari tadi, dan mereka bersyukur menyaksikan temanku sudah bisa memejamkan matanya, setelah puluhan kali gagal untuk di tutup dengan paksa.
Kini Sahabatku terlihat seperti seseorang yang tengah tertidur pulas di tengah mimpi indahnya. Kedua matanya menutup sempurna, namun senyum simpul mengambang di bibirnya.
Setelah merasa puas melihat wajah sahabatku ini, Aku putuskan menutup kembali wajahnya dengan selembar kain sembari berbisik.
"Sampai jumpa lagi ya Sat. Kalau waktunya tiba, besok kita berempat bakal main bareng-bareng lagi sama Anto, sama Dining juga di SURGA"
Bersambung,-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 276 Episodes
Comments
Iyat Tiyar
sedih....!!!
2024-02-27
0
sakura girls
iy empat sahabat kini tinggal 2 sahabat..ntah apakh anto akan kaya satya jgaa..hu hu sedih...persahabatan ilang gara2 orng lain yg egois dan kerna harta..
2023-11-26
1
Reva Indriani Putri
aku ampe baca ulamg ke atas apa yg di mksd satya yg kmrn bantuin mengubur jenazah dining.. Ya Allah gk kbyang gmn perasaan tmn2 yg lain. ko di off sih thor
2022-12-18
0