Ketika aku sudah berhasil mengarahkan senter menuju arah pandangan mereka. Tampak puluhan sosok pocong berdiri mematung, sepanjang tepi rawa.
"Huwa!" teriak Anto dan Satya sembari berlari menjauh dari rawa. Mereka lari terbirit menuju tempat yang kita gunakan untuk beristirahat terakhir kali.
Sebelum aku menyusul mereka, aku harus menancapkan ranting bambu yang masih aku pegang di tempat semula. Alih-alih supaya besok tidak lupa dengan tempat yang seharusnya di gali.
Jleb ... suara bambu masuk kembali ke dalam tanah. Dengan tubuh membungkuk, pandanganku masih terfokus pada area tanah sekeliling bambu itu tertancap. Keanehan terjadi kembali, Aku yang tengah membungkuk seakan tidak bisa meluruskan badanku. Rasanya di atas punggungku ada sesuatu yang menahan. Entah apa itu, namun yang pasti itu sangat berat.
Terus aku coba meluruskan badan, namun sama saja badanku seperti terkunci di dalam posisi yang tidak nyaman itu.
Rasa gelisah kembali terpacu, ketika dalam pandangan yang menunduk, terlihat di atas tanah ada kaki yang berbungkus kain kafan lusuh lengkap dengan semua tali, tengah berdiri di samping bambu. Karena posisi tubuh bungkuk, aku hanya bisa melihat hingga batas perutnya. Meskipun sebenarnya aku bisa melirik ke atas, sayangnya aku sama sekali tidak berani.
Tanpa lelah aku terus memaksa mataku untuk menutup, tak henti juga aku terus melafal ayat kursi, sembari terus berharap bisa mengangkat bahuku, agar bisa segera pergi. Namun meski sudah berlangsung cukup lama, aku masih dalam posisi sama. Aku belum bisa meluruskan badanku, benda berat itu sama sekali tidak mau beranjak dari atas punggungku.
"Allahuakbar!" teriakku kencang sekali, sedetik setelah membuka mata.
Pocong yang tadinya berdiri dan hanya tampak separuh bagian di samping bambu. Kini berganti posisi tidur telentang menghadap tepat ke wajahku yang masih dalam posisi membungkuk ini.
"Ning ... kamu di mana, Ning? Tolong aku Ning! Buatlah temanmu menjauh, Ning!" ucapku lirih dengan mata yang kembali terpejam.
Tiba-tiba aku merasakan tepukan tangan di bahu kiri. Dalam kalut aku beranikan membuka mata untuk melihat siapa yang menepuk. Dan rasa lega seketika menguasai, ketika badanku sudah bisa diluruskan lagi.
"Mbah?" tanyaku kebingungan, melihat Mbah Turahmin kakek kandungku sudah di sini.
"Jangan takut, Dar. Kalau kamu takut, mereka jadi gampang ngerjain kamu!" pinta Si Mbah dengan wajah serius.
"Tapi serem Mbah!" jawabku sekenanya.
"Sudah, sana panggil temanmu dulu Dar, malam ini juga harus selesai, jangan lupa bawa cangkulnya," titah Si Mbah kembali.
"Njih, saya panggil Anto dan Satya dulu, Mbah!" sahutku singkat kemudian berlari ke arah Anto dan Satya.
"Tok! Sat! Siapkan cangkul! Ayo kita balik!" teriakku sambil berlari ke arah mereka berdua. Sayangnya teriakanku tidak mendapat respon dari mereka yang tampak ketakutan.
"Tok--Sat, kalian lihat semua?" tanyaku hanya di jawab anggukan mereka berdua.
"Sudah, di sini juga sama saja tidak aman, lebih aman kalau kita di sana, karena Si Mbah sudah di sana!"
Setelah Aku rayu, akhirnya mereka mau beranjak dari posisi meringkuk. Kita bertiga kembali ke tepi rawa, dan ketika sampai di sana suasananya benar-benar berbeda. Yang semula tampak lusinan pocong berbaris sepanjang tepi rawa, kini tidak ada sama sekali.
"Mbah, itu siapa, mbah?" tanyaku ketika melihat tiga orang lain di samping Si Mbah.
Pakaian mereka sederhana, hanya satu orang yang mengenakan pakaian serba putih. Jika dilihat dari keriput wajah mereka, mungkin mereka teman sebayanya Si Mbah.
"Sudah Dar, cepat gali saja tanah di bawah bambu itu!" pinta simbah dengan wajah sedikit tergesa.
Mendengar itu. Aku, Satya dan Anto bergantian menggali tanah yang masih gembur itu, tidak butuh lama lubang yang kita gali sudah dalam. Kurasa ini bekas galian seseorang, karena teksturnya tidak keras lagi Ditambah tanahnya lumayan basah karena dekat dengan rawa, penggalian kami pun berlangsung sangat cepat.
"Huek ... ," Satya memuntahkan nasi jagung dan ikan yang sempat masuk kedalam perutnya sore tadi.
Hidung kami mencium bau busuk yang sangat menyengat keluar dari lubang galian kita. Aku bahkan sampai susah payah nafas seraya terus menggali. Di tengah penggalian, aktifitas kami terhenti ketika tanganku menyentuh sesuatu. Penasaran dengan itu, langsung aku tarik benda yang seperti kain di bawah lumpur itu.
"Allahuakbar!" Aku seketika terperanjat, dilanjut melompat ke atas lubang, ketika melihat jelas kain yang Aku tarik ternyata sebuah kafan yang membungkus kepala mayat.
"Sudah, Dar. Dari sini biar kita yang urus. Kalian Istirahat saja dulu," Perintah Si Mbah, kemudian langsung melompat masuk ke dalam liang.
Si Mbah dan temannya langsung mengangkat mayat itu, mereka membawa ke atas tanah, dilanjut melepaskan ikatan kafan yang membalut tubuhnya.
Baunya semakin menyengat ketika kafan itu sudah di buka, tampak jelas daging mayat itu sudah menempel tekat pada sekujur kain usang yang membalutnya. Namun tanpa rasa takut maupun jijik, teman Si Mbah mengais dan mengumpulkan ceceran daging busuk mayat tersebut. Setelah kain sudah terbuka sempurna, mereka bawa mayat tersebut ke arah rawa.
"Mau kemana, Mbah?" tanyaku penasaran.
"Dar ... kamu masih lelah? Jika sudah cukup istirahat, buat 1 liang lagi, tapi jangan didekat rawa," Sahut Si Mbah. Dia tidak menjawab pertanyaan dariku, dan bergegas menyusul temanya di samping rawa.
Tidak butuh waktu lama, kami bertiga selesai membuat liang baru untuk mayat tersebut, di tempat yang kita gunakan untuk beristirahat tadi. Tidak lama setelah itu. Tampak Si Mbah dan temanya tengah berjalan menuju kemari. Dua orang orang memapah mayat, dan dua yang lain membawa bambu yang sudah dipotong-potong sama panjang.
Sesampainya disini, mereka letakkan mayat itu di dekat liang. Ketika mayat itu diletakkan, sesuatu kembali menyapa penciuman kami, mayat itu masih tetap bau meski sudah dipasang kain kafan baru.
Setelah meletakan mayat tersebut, Mereka berempat melakukan shalat jenazah di samping liang. Setelah shalat usai di tunaikan, Si Mbah ditemani orang berbaju putih bergegas turun ke dalam liang, untuk menerima mayat yang dua temannya sodorkan dari atas.
Wajah yang sudah hancur dari mayat itu diciumkan ke dinding liang menghadap barat, ikatan tali kafan miliknya juga langsung mereka buka. tidak lama setelah itu, terdengar orang berbaju putih itu mengumandangkan adzan di telinga mayat tersebut. Setelah itu barisan bambu yang sudah terpotong rapi, mereka tata dengan rapi di atas mayar tersebut. Entah dari mana mereka mendapat bambu itu, mungkin dari samping rawa, karena kulihat memang ada pohon bambu di sana.
Setelah bambu tertutup rapat, Semua orang bergegas menutup liang tersebut, kemudian berjongkok mengirim alfatihah, sebelum akhirnya semuanya beristirahat di tempat yang sama.
Ditengah serunya perbincangan yang kita lakukan malam ini, salah satu teman Si Mbah tiba-tiba memasang muka gelisah. Dia terus menoleh ke segala arah, dengan mimik penuh ketakutan yang terpampang.
"Ayo, Ki. Kita harus cepat!" Teriak teman Si Mbah sembari menatap sekeliling.
"Sebentar ... aku bicara sama cucuku dulu," jawab Si Mbah lalu menoleh ke arahku.
"Dar ... Sat ... Tok, kalian kuat 'kan? Kalau langsung jalan lagi?" tanya Si Mbah singkat.
Mendengar ucapan itu, kita bertiga saling lempar pandang, karena bingung dengan pertanyaan Simbah.
"Yah kalau nggak kuat juga enggak papa, tapi kalian bakal terus diganggu di sini. Yang punya tempat ini pasti marah, karena kita sudah mencuri barang berharganya," sambung Si Mbah dengan senyum mengejek, sembari mengelus jenggot putih miliknya.
"Istirahat saja di bawah pohon beringin, di sana kalian aman," usul Si Mbah kemudian bergegas pergi menyusul tiga temanya kedalam kegelapan, kemudian lenyap seketika tanpa meninggalkan satupun jejak.
Tidak lama dari waktu Si Mbah pergi, terdengar suara teriakan laki-laki dengan nada yang begitu berat. Suara itu menggema di gendang telinga kita bertiga, dengan lantangnya pekik tersebut memecah kesunyian malam kami yang semula tertekan sepi.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 276 Episodes
Comments
Meili Rahma
syukurlah
2023-12-29
0
By
takut sama serem beda ya?
2023-02-27
1
By
bisa-bisa encok nih
2023-02-27
1