"Dar! Dar!" Anto berteriak sembari menggoyang bahuku. Ulahnya berhasil memberi kejutan kepadaku, hingga sontak aku menoleh ke arahnya.
"Kamu kenapa, Dar? Dari tadi kamu diam nggak kedip. Keringatmu juga banyak banget!" sambung Anto.
"Di--Dining Tok, To--tolong Dining, Tok!" Ucapku terbata. Wajahku basah kuyup bermandi keringat, dengan badan yang sepenuhnya bergetar hebat.
"Dining kenapa, Dar?!" Timpal Satya sedikit berteriakp.
Mendengar pertanyaan Satya, Aku langsung mengarahkan jari telunjuk ke arah Dining. Sayangnya hanya aku yang bisa melihat Dining yang tengah dibekap dan dijilati lidah hitam panjang berbau busuk itu.
"Ada apa disitu Dar?"
"Mana Dar?"
"Nggak ada apa-apa, Dar!"
"Iya ... nggak ada apa-apa!" rentetan pertanyaan dari mereka berdua yang panik melihat kondisiku.
'Apakah mereka berdua benar-benar tidak melihatnya?' tanyaku dalam hati.
Jelas sekali di depan mataku, Dining masih duduk, dan sedikit demi sedikit kulit wajahnya mengelupas, setelah dijilat oleh mahluk hitam tersebut.
Saat fokus menatap, jantungku lebih kencang berdetak kali ini. Sosok yang sedari tadi membekap dining, melepas tangannya dari wajah dining dan merangkak mendekat ke arah kami.
Sosok itu menatap lurus ke arah mataku dengan mata merah menyala miliknya. Sosok itu berangsur mendekat sembari menggeleng-gelengkan kepala, dia merangkak memutari api, dan terus mendekat ke arahku.
Aku ucap semua surah yang Aku hafal di dalam hati, dengan tubuh bergetar hebat yang serasa mematung dan tak bisa berdiri meski terus ku coba untuk bergerak.
Kini mahluk itu sudah dekat sekali, dia sudah sampai tepat di depanku. Aku masih mematung ketika mahluk itu mulai mengangkat sebelah lengan hitam yang panjang itu ke arahku. Beruntung, tepat ketika kuku di jari hitam itu hampir meraih leherku, suara lantang kembali terdengar memecahkan kemelut dari dalam pikiranku.
"Aaaaa!" Dining berteriak dengan sangat keras. Suaranya menembus dan memecah kesunyian hutan dalam sekejap mata.
Perasaanku berangsur lega, ketika teriakan Dining berhasil melepaskan tubuhku dari kondisi terpaku. Setelah mendengar Dining berteriak, sosok hitam itu pun spontan melompat sangat cepat ke arah Dining. Dia kembali menutup mulut Dining dengan telapak tangan hitamnya. Dan bergegas pergi menyeret Dining hanya dengan satu lengan miliknya. Mereka melangkah menuju kegelapan yang tak terjemah cahaya, dan hilang bagai dilahap oleh kegelapan tersebut.
"Dar! Suara teriakan siapa barusan, Dar!" tanya Satya dengan tubuh gemetar sembari memegangi Anto yang juga gemetar.
"Kalian dengar juga?" tanyaku terkejut dan hanya dijawab anggukan kepala mereka berdua.
"Itu Dining ... Tok--Sat!" Jawabku singkat, dilanjut menceritakan apa yang baru aku lihat, secara rinci.
"Sekarang gimana, Dar? Apa kita pindah saja?" Tanya Satya dengan wajah yang sangat panik.
"Nggak usah, mahluk itu sudah pergi," jawabku sekenanya.
"Kalau dia datang lagi gimana, Dar?"
timpal Anto.
"Kenapa kalian takut? Kan--yang bisa liat cuma aku?" Tanyaku mencoba menenangkan mereka.
...***...
Kurasa sudah cukup lama waktu berlalu dari sejak kejadian sosok hitam. Tanpa penunjuk waktu aku hanya bisa mengira-ngira sudah berapa lama. Anto dan Satya sudah tertidur pulas. Mereka bersandar pada batang pohon besar, dengan sarung yang melilit rapat tubuh mereka.
Aku masih bertugas menjaga api agar terus menyala, sesuai kesepakatan malam ini kita akan bergantian berjaga. Sesekali Aku meraih kayu kering di dalam tumpukan, dan melemparnya ke dalam kobaran agar api tetap menyala.
Setelah cukup lama. Aku memalingkan badan menghadap ke arah Anto dan Satya yang masih tidur bersandar di batang pohon. Sebenarnya aku berniat untuk membangunkan salah satu dari mereka. Namun nasib serasa tak mau bersahabat malam ini. Bulu kuduk milikku kembali merinding, tatkala di tempat mereka tidur bertambah satu orang yang sama sekali tidak Aku kenali.
Semula mereka hanya berdua tidur bersebelahan, namun sekarang terlihat jelas tiga orang tidur dengan posisi duduk saling topang bahu, 'Siapa itu?' Gumam dalam hati.
Posisi tidur mereka masih sama, yang berbeda Satya kini berada di tengah, ada satu tambahan orang yabg tidur di samping Satya. Dia meringkuk dengan sarung yang memiliki motif sama persis, dengan sarung milik Satya, tubuhnya benar-benar terbungkus rapat di dalam sarung miliknya.
Karena penasaran, aku beranikan diri mendekat ke arah orang tersebut, kemudian membuka sarung yang menutupi wajahnya. Aku terus membukanya secara perlahan, sedikit demi sedikit wajahnya mulai tampak. Sesekali aku meneguk saliva dengan paksa, membayangkan wajah manusia atau mahluk lain yang tertutup sarung tersebut.
Kini hampir separuh sarung yang berhasil Aku angkat. Dagu miliknya mulai terlihat jelas di antara rambut panjangnya. Tak ingin berlama-lama, Aku tarik secepat mungkin sarung yang masih menutup separuh wajahnya itu.
"Allahu Akbar!" Teriakku memecah kesunyian malam itu. Orang meringkuk di balik sarung ternyata tidak tidur, dia sengaja menungguku untuk membuka sarung miliknya.
Saat sarung itu sudah terbuka sempurna, tampak wajah seorang wanita tengah tersenyum lebar ke arahku. Saking lebar senyumannya, ujung bibirnya sampai hampir menyentuh telinga miliknya. Matanya begitu bulat sempurna, dan juga hampir lepas dari wajahnya. Dia tersenyum menonjolkan gigi hitam miliknya dari balik sarung yang baru saja Aku buka.
"Tok! Sat! Bangun!" teriakku yang masih dalam posisi duduk terjungkal.
Mendengar teriakku Anto dan Satya bangun dalam kebingungan. Wanita yang tadi masih dalam posisi sama, dia masih memiringkan kepala dan menyandar di pundak Satya. Namun tak berselang lama dia menegakan kepalanya dan membuka bibir lebarnya. Dia menatap diam ke arahku, sebelum akhirnya terbang meluncur ke atas dahan pohon.
"Hi hi hi hi hi hii hi hi" suara tawa miliknya begitu menggema, terdengar jelas, namun berangsur menjadi pelan dan menjauh.
"Ada apa, Dar?" tanya Anto seraya mengucek mata, dengan raut linglung karena belum sadar sepenuhnya.
Aku berfikir Anto akan merasa ketakutan jika Aku ceritakan kejadian yang baru saja aku saksikan, jadi Aku lebih memilih untuk bungkam dan mencoba mengabaikan apapun itu yang baru saja Aku lihat, "Ya nggak papa Tok, udah waktunya gantian jaga, tapi kalian di bangunin susah kaya ngomong sama batu, jadi aku teriak!"
"Oalah, Dar! Bikin panik orang yang lagi mimpi enak saja! Padahal aku lagu mimpi makan sarimi!" (merk mie instan) Ketus Satya kemudian melanjutkan tidurnya.
"Aku tidur dulu ya, Tok. Kalau kamu sudah nggak kuat nahan ngantuk, bangunin aja si Satya," ucapku sembari menguap.
"Oke Dar udah sana kamu tidur. Takutnya besok kamu lemes di perjalanan gara-gara kurang tidur!" jawabnya singkat.
Aku langsung duduk meringkuk di dalam sarung di sebelah kanan Satya. Masih kulihat Anto yang menjaga api di depanku. Sama halnya denganku, dia meraih persediaan kayu kering di dalam tumpukan, kemudian melemparnya kedalam kobaran api, agar api bertambah besar.
Lelah setelah menempuh perjalanan, membuat mataku semakin enggan untuk terbuka. Kini rasa kantuk benar-benar sudah tidak bisa lagi diajak kompromi. Punggung Anto yang terlihat di depanku mulai terlihat buram. Aku langsung memiringkan kepalaku ke kiri dan bersandar di pundak Satya yang sudah terlelap. kesadaranku berangsur pergi meninggalkan pikiran kacau yang aku alami malam ini.
Dalam rasa kantuk yang sangat hebat, kembali Aku dengar lirih suara sesuatu yang jatuh di atas pundak kananku. Dengan malas aku memaksa membuka sedikit mata yang hampir terpejam ini. Tak kuat menoleh, aku hanya melirik ke arah sumber suara itu, dan dapat di pastikan meskipun buram. Tampak kepala tertutup sarung dengan motif sama seperti sarung yang Aku kenakan, tengah bersandar di atas pundak kanan milikku.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 276 Episodes
Comments
sakura girls
dining apa jd tmbal pesugihan ibu tiri ya..ksihn..
2023-11-26
0
madu mongso
enak ya jaman itu. gak ada hp gk ada internet. sampe mimpi makan sarimi aja udah bahagia
2023-05-28
0
By
sederhana tapi bikin bahagia
2023-02-27
1