"Dar ... Sat ... Tok?! Sini kalian semua!" panggil Si Mbah dari kamarnya.
"Terus kenakan kalung ini! Ingat! Jangan kalian lepas!" pinta Si Mbah Turahmin, seraya menyodorkan tiga buah kalung, dengan gantungan kain hitam berbentuk kotak.
Selesai kalung kami kenakan, Aku langsung meraih tas yang terbuat dari karung goni, dan mengisinya dengan nasi jagung yang sekiranya cukup untuk dimakan empat hari, juga beberapa pakaian ganti, dan tak lupa juga sarung bersih.
Setelah itu kita bergantian berpamitan. Si Mbah mengarahkan kita agar terus berjalan ke utara. Dia berkata jika kita hanya harus mengikuti jalan setapak, karena menurutnya tidak ada persimpangan sama sekali di depan sana.
"Pokoknya ikuti jalan ini saja, ya? Nanti sesampainya di pohon beringin dekat kali, kalian ikuti saja kali tersebut. Pas sudah sampai di rawa, kalian cari anakan pohon bambu yang dililit pita merah di batangnya, nanti kalian gali tanah di bawahnya, biar Si Mbah yang urus sisanya," pinta Si Mbah.
"Njih, Mbah. Doakan kami ya, Mbah, agar dilancarkan segalanya," pintaku sendu.
"Si Mbah selalu mendoakan kalian, Dar, bahkan tanpa kalian minta. Pokoknya ingat, Dar, nanti sesampainya di pohon beringin yang pernah kamu lihat di mimpimu, kubur buntelan yang Si Mbah kasih tadi dibawahnya," Simbah mengingatkan.
"Njih, Mbah, Darto berangkat dulu," ucapku dilanjut mencium punggung tangan Simbah, dan melangkah pergi.
Singkat cerita hari sudah mulai gelap, dirasa kaki cukup lelah, kami bertiga memutuskan untuk beristirahat dan menyantap bekal yang kami bawa didalam karung goni.
"Asi auh ga ohong rigina,?" tanya Anto sambil mengunyah
"Telan dulu Tok, baru ngomong" jawab Satya sedikit tertawa.
"Masih jauh nggak, pohon beringinnya?" kembali tanya Anto sesudah selesai mengunyah.
"Aku juga nggak tau, Tok, besok paling kita ketemu sama pohon itu," ucapku yang tengah meracik rokok di atas paha sambil duduk bersila.
"Ini beneran kita mau tidur di sini, Dar?" Tanya Satya sembari mengamati lingkungan sekitar.
"Lah ... emang mau dimana lagi? Nanti satu orang harus bangun, kita gantian jaga. Siapa tau ada ular atau hewan berbisa," ucapku sedikit membuat pucat wajah mereka berdua.
Saat ini kita tengah beristirahat di tengah hutan. Jangankan gubuk, orang lewat pun sama sekali tidak kami jumpai. Benar-benar tempat yang terisolasi. Di sini kita hanya ditemani suara burung, jangkrik, dan hewan lainya. Sesekali kita menjumpai sekelompok kera, bergerombol melintas di atas ranting.
"Kita kumpulkan kayu bakar yuk ... Tok, Sat!" ucapku yang dilanjut berdiri, memulai mencari dan mengumpulkan ranting yang berserakan di samping kami. Tidak terasa sudah banyak sekali kayu kering yang tertumpuk di depan tempat kami berdiri, mungkin cukup untuk membuat api hingga pagi. Aku meraih sebagian kayu tersebut dan lekas menyalakannya dengan korek api, karena hari benar-benar sudah mulai menggelap.
Hanya dengan bantuan cahaya dari api yang kita nyalakan, kita tunaikan shalat magrib dan kemudian dilanjut dengan isya berjamaah di sampingnya. Selesai shalat, kita bertiga duduk di dekat api, bercanda gurau sekedar menghabiskan waktu.
"Dar, sebenarnya, kita ini mau apa? Kenapa kita harus jauh-jauh ke rawa lumpur?" tanya Satya penasaran.
"Iya Dar, sebenarnya apa yang yang terjadi sama Dining?" sambung Anto.
"Aku juga penasaran Tok--Sat, kalian percaya nggak waktu kalian ke rumahku, pas kita baru selesai panen buncis, di situ Dining juga datang!" ucapku dengan wajah serius.
"Yang bener kamu Dar, nggak lucu!" ucap Satya sembari pindah posisi duduk yang semula ada di paling ujung, berpindah ketengah, duduk diantara aku dan Anto.
"Sumpah, Sat! Buat apa aku bohong sama kalian? Dan kalau kalian tau, Dining datang dengan wujud yang dibungkus kain kafan!" sambungku kini membuat Anto berdiri, dan nerobos ketengah. Dia mendorong Satya hingga hampir tersungkur, hanya untuk duduk di tengah.
"Kurang ajar kamu, Tok! Nantang berantem?" ucap Satya sembari membersihkan tanah dari kedua telapak tangan yang tadi dia gunakan untuk menopang badan.
Umpatan Satya hanya dibalas Tawa lepas oleh Anto. Aku yang melihat itu spontan ikut terbahak menyaksikan tingkah mereka berdua.
"Dining ngomong apa Dar waktu itu?" tanya Anto kembali.
"Dia cuma diam Tok, mandangin kita dari pojokan," jawabku.
"Kamu beneran bisa lihat begituan, Dar?" tanya satya penasaran.
"Kadang aku lihat, Sat. Dari tiga hari lalu waktu ngambil gerobak bakso Pak Sapto, itu hari pertamaku melihat hal aneh" sahutku
"Apa yang kamu liat, Dar?" kini Anto yang bertanya.
"Yah, kalian denger 'kan? Yang diceritakan pak Sapto; Banyak pembeli sampai ngantri. Mungkin aku ngelihat semua pembeli tersebut,"
ucapku disambut ekspresi Anto dan Satya meneguk saliva.
"Terus Dar, di sini kamu lihat ada apa-apa nggak?" tanya Anto dengan wajah menegang.
"Ada Tok. Ada dua, deket banget malah!" Jawabanku singkat, sontak ucapanku membuat Anto dan Satya ketakutan, bahkan sekarang mereka duduk berhimpitan, padahal tempat ini cukup lapang.
"Kamu nggak bercanda kan Dar?" tanya Satya ketakutan.
"Iya Sat, serem banget mukanya! Pokoknya jelek banget!" sahutku kembali.
"Di sebelah mana, Dar?" Satya semakin penasaran.
Aku jawab pertanyaan Satya dengan menunjuk ke arah mereka berdua. Mereka seketika itu juga langsung menyapu pandangannya untuk memastikan keadaan sekitar, namun sama sekali tidak melihat apapun di dekatnya.
"Ngapain dicari? Kalian berdua itu setannya! hahahaha!" ucapku terbahak dan berhasil membuat mereka berdua memasang wajah geram.
Belum sempat menutup mulutku dari posisi tertawa, aku kembali menatap ke arah api. Jantungku kembali terpompa, kali ini benar-benar kulihat sosok Dining. Dia tengah duduk di samping api, berseberangan dengan posisiku duduk.
Aku sedikit merasa lega, karena bukan sosok pocong yang kulihat. Kali ini Dining mengenakan pakaian istimewanya, yaitu kemben dan jarik yang sering dia pakai di acara selamatan desa. Bukan wajah hancurnya, kini Dining menampakan wajah tercantik yang pernah aku lihat.
Melihatku tiba-tiba terdiam, Anto dan Satya seakan mengerti, bahwa ada yang janggal di sekeliling kami.
"Ada apa, Dar? Nggak usah bercanda lagi!"
ucap Anto sedikit emosi.
"Udah, Dar! Nggak lucu!'' timpal Satya
Aku tidak menanggapi pertanyaan mereka, mataku terus tertuju ke arah Dining yang tengah duduk itu.
"Ning ... bisa kamu ceritakan apa yang terjadi sama kamu?" pintaku.
Usahaku berinteraksi dengannya masih sama saja tidak membuahkan hasil, bukannya menjawab, Dining malah pindah posisi dari duduk bersimpuh, ke posisi duduk meringkuk memeluk kedua kakinya, dilanjut menangis sesenggukan.
Melihatku berbicara sendiri, Anto dan Satya terdiam seribu bahasa, seketika mereka tampak begitu pucat karena ketakutan.
"Ning? Kita semua teman kamu ... kenapa kamu tidak mau memberikan jawaban? Kami jauh-jauh ke sini juga untuk membantumu," ucapku panjang lebar, dan kini rayuanku berhasil membuat Dining menoleh ke arahku. Dia tampak seperti hendak membuka mulutnya untuk memberikan jawaban, namun seketika terbelalak mataku. Aku melihat lengan ramping dan panjang berwarna hitam legam, dengan kuku hitam panjang keluar dari belakang tubuh Dining. Tangan itu merambat dan menutup rapat mulut Dining.
Aku alihkan perlahan pandangan mataku ke arah punggung Dining, Aku sampai memicingkan mata untuk mencari kejelasan bentuk mahluk itu. Ketika pandanganku tertuju ke arah belakang tubuh Dining, tampak jelas ada sesuatu yang bergerak di belakang tubuh Dining.
"Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah!" ucapan ku membuat Anto dan Satya spontan mengikutinya.
Yang tadinya hanya menampakan lengan hitamnya, kini muncul kepala dari belakang. Kepala hitam botak menyembul dari belakang Dining. Kulitnya sehitam arang, dengan mata bulat sempurna dan berwarna merah menyala. Sosok itu terus menjulurkan lidah panjang yang terus meneteskan cairan berbau busuk.
Sosok tersebut kini tengah tersenyum sembari menatapku. Untuk beberapa saat dia memperhatikanku, hingga kemudian dia berpaling dan menjilat pipi Dining. Setiap kali jilatan mendarat di wajah Dining, seketika itu juga kulit Dining mengelupas dan terpisah dari wajahnya.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 276 Episodes
Comments
By
hehehe
2023-02-27
1
By
awas kencing
2023-02-27
1
By
tak kirain bahasa mana ternyata oh ternyata
2023-02-27
1