Sunyi, sepi, hanya suara dentingan sendok bertemu piring yang mengalun di ruang makan itu. Semenjak Fatur dan Radika tadi saling berkenalan, mereka justru bungkam dan hanya diam seribu bahasa, membuat Aileena bingung.
"Ini di rumah apa lagi di kuburan sih? Kok sunyi amat. " celetuk Aileena sembari mencicipi bening bayam buatan Radika. "Hmm ... enak." pujinya.
Kedua laki-laki itu lantas mengarahkan pandangannya ke Aileena yang kini tampak bingung harus mengambil lauk yang mana sebab lauk yang terhidang di sana cukup bervariasi.
"Kamu suka sambal kan, Ai? Nih, cobain sambal hati ini, enak lho. Kan bagus juga untuk kesehatan kamu." tawar Fatur seraya menyendokkan sambal hati ke piring Aileena.
"Makasih, Mas. Masih ingat aja , Ai suka sambal ." ujar Aileena membuat senyum Fatur merekah. Lalu matanya memicing ke arah Radika yang tampak geram. Ia pun menyendokkan sesuatu untuk menawarkan pada Aileena.
"Na, ini udang asam manis spesial buatanku. Cobain ya, Na!" ujar Radika.
"Wah, kayaknya enak banget, Ka! Makasih ya!" ucap Aileena dengan senyum manisnya membuat Fatur mendengus sebal, sedangkan Radika tersenyum jumawa.
"Ai, cobain sotonya! Sotonya seger dan enak lho, cobain ya!" Fatur kembali menyodorkan makanan yang ia bawakan.
"Na, ini telur dadar spesial buatanku. Coba juga ya , Na!" ujar Radika, membuat Aileena mulai pusing sendiri karena mereka secara bergantian menyodorkan makanan ke piringnya.
"Cukup!" ujar Aileena lembut. "Kalian ikutan makan juga ya! Jangan sibuk ambilin buat aku. Aku bisa ambil sendiri kok. Jadi nggak usah repot-repot!" tambahnya. "Yuk makan, mas Fatur, Radika! Aku nggak mau makan kalau kalian nggak ikut makan." Aileena tampak memberengut karena kedua orang itu hanya sibuk jadi penonton dan pelayan pribadi dadakan dirinya.
"Ah, iya, iya, Mas makan juga deh! Kamu jangan cemberut lagi ya! Entar cantiknya ilang lho." ujar Fatur mencoba menghibur Aileena.
"Kata siapa cantiknya Aileena hilang kalau dia cemberut? Aileena itu mau kayak gimana pun cantik tau." ujar Radika membuat Aileena terkekeh.
"Udah yaaaa! Kapan Ai makannya coba kalau kalian kayak musuhan terus gini ." tegur Aileena lalu mereka pun melanjutkan makan dalam diam.
Selesai makan, Fatur langsung berdiri dan membantu membereskan piring kotor membuat Aileena yang juga hendak membereskan piringnya tersenyum. Baru saja Fatur hendak mengangkat tumpukan piring kotor, ternyata Aileena ingin melakukan hal yang sama sehingga tanpa sengaja tangan mereka malah saling berpegangan membuat Aileena dan Fatur terpaku karena tangan Aileena berada di atas tangannya. Radika mendengus melihat hal tersebut, lalu dengan cepat ia mengangkat piring kotor itu membuat kedua orang itu tersenyum canggung dan salah tingkah.
Baru saja Radika hendak mencuci piring, tiba-tiba ponselnya berdering. Radika pun segera mengangkat panggilan itu. Setelah mengangkat panggilan itu, raut wajah Radika langsung berubah muram, ia langsung berpamitan kepada Aileena.
"Na, aku mau balik ke rumah sakit dulu ya! Kapan-kapan aku masakkin lagi ya! Maaf nggak sempat cuciin piringnya." ujar Radika setengah hati .
"Tenang aja, ada aku yang bisa cuciin piring." sahut Fatur cuek.
Lalu matanya melirik Fatur yang tampak tersenyum senang. Sebenarnya ia tak rela pergi dari sana sebab sama saja ia memberi peluang kepada Fatur agar lebih dekat dengan Aileena. Ia juga belum tau kedekatan Aileena dan Fatur seperti apa. Tapi apa boleh buat, ia adalah petugas medis. Sudah tanggung jawabnya membantu masyarakat yang membutuhkan walau kadang waktunya tidak tepat. Apalagi sekarang ada operasi mendadak membuatnya harus segera kembali ke rumah sakit. Ia harus mengutamakan nasib pasien di atas kepentingan pribadi. Itulah salah satu tanggung jawab tenaga medis.
"Kok mendadak banget?" tanya Aileena sebab setaunya saat Radika tadi cerita, shift Radika sudah berakhir pagi tadi.
"Ada ibu hamil yang mengalami kecelakaan jadi ia harus segera menjalani operasi dadakan demi menyelamatkan calon bayinya. Dokter yang bertugas juga sedang ada operasi jadi aku yang dipanggil kesana."ujar Radika menjelaskan secara singkat.
"Oh, hati-hati ya kalau gitu. Semoga sukses operasinya. Semangat, Ka." pekik Aileena memberikan semangat pada Radika yang disambut dengan senyuman. Lalu Radika pun segera masuk ke dalam mobilnya dan segera menjalankannya menuju rumah sakit.
Setelah kepergian Radika, Aileena kembali masuk ke dalam rumah diikuti Fatur. Pintu rumah Aileena sengaja dibuka lebar untuk mencegah pikiran negatif para tetangga walaupun kemungkinan itu sangat kecil sebab lokasi rumah Aileena bukanlah lokasi sembarangan. Di sana penghuninya rata-rata orang sibuk sehingga siang hari terlihat sangat sepi bahkan nyaris tanpa orang. Tidak seperti di kediaman lamanya yang warganya cukup ramai.
"Ai, kamu istirahat aja, biar aku yang cuciin piringnya." ujar Fatur membuat Aileena mengerutkan keningnya.
Aileena bukanlah orang bodoh yang tak bisa melihat gelagat seseorang yang menaruh hati padanya. Sebab ia sering mengalami hal ini. Bahkan di sekolah tempatnya mengajar pun juga ada yang bersikap seperti itu apalagi semenjak tau bahwa ia sedang dalam proses perceraian. Namun ia tidak terlalu menanggapi setiap kebaikan orang-orang itu. Ia belum siap membuka hati. Apalagi ia belum resmi bercerai dan sedang mengandung. Apa ada yang mau menerima dirinya apa adanya. Bukan hanya dirinya, tapi juga anak dalam kandungannya. Apa mereka mampu menyayangi anaknya kelak seperti anaknya sendiri? Aileena meragukan itu. Walaupun kadang ada saja yang mampu , tapi tetap ia harus selektif agar ia tidak mengalami kehancuran tuk kedua kali.
Mengenai rasa cintanya pada sang mantan, jujur ia masih memiliki rasa itu. Namun tidak sebesar dulu. Perlahan tapi pasti, rasa cintanya mulai terkikis semenjak fakta perselingkuhan Adnan terkuak.
"Nggak usah, Mas. Aku bisa sendiri kok. " ujar Aileena karena ia enggan merepotkan Fatur. Ia tak ingin dikatakan perempuan tak tau diri, sudah dibawakan makanan, malah minta cucikan piring.
"Nggak papa, Ai. Apalagi kamu kan sedang hamil, nggak boleh lelah. Iya , kamu masih sanggup, tapi kandungan kamu harus kamu pikirkan juga." sergah Fatur seraya mengambil sabun cuci piring dan menyambungnya satu persatu lalu membilasnya di bawah guyuran air wastafel. Aileena memperhatikan gerakan tangan Fatur yang lincah. Fatur mencuci piring itu seakan ia sudah biasa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan kaum perempuan itu.
"Kayaknya kamu udah biasa nyuci piring ya, mas?" tanya Aileena penasaran.
"Sebenarnya nggak juga. Aku dulu kan pernah tinggal di kost-kostan sewaktu kuliah, jadi terbiasa ngerjain segalanya sendiri. Karena itu aku nggak terlalu kaget ngerjain hal-hal kayak gini. Ini kan juga termasuk ilmu lho." ujar Fatur ambigu membuat Aileena mengerutkan keningnya bingung.
"Ilmu? Ilmu apaan?" tanya Aileena.
"Ilmu membahagiakan calon istri. Jadi kelak kalau aku sudah beristri aku bisa bantu meringankan kerjaan istri aku. Mungkin sebagian orang mengatakan mencuci, memasak, menyapu, itu adalah tugas seorang istri, tapi bagiku tidak. Istri itu pendamping suami. Jadi kerjaan seperti itu seharusnya dikerjakan secara bersama-sama. Bukankah bersama itu lebih baik. Selain dapat meringankan pekerjaan , juga dapat membuat hubungan suami istri makin lengket dan harmonis." ujar Fatur seraya tersenyum sambil mengelap tangannya yang basah sebab ia baru saja selesai mencuci piring.
Aileena tampak terkesima terhadap setiap kata yang keluar dari mulut Fatur. Selain almarhum sang ayah, Fatur adalah orang kedua yang mengucapkan kata-kata seperti itu. Ia sangat ingat bagaimana sang ayah dengan telaten membantu meringankan pekerjaan ibunya. Sang ayah juga tak segan-segan membantu ibu mencuci piring, mencuci pakaian, menyapu, mengepel lantai, dan terkadang memasak bila sang ibu tengah sakit. Walaupun rasanya masakan ayahnya selalu antara 2, asin atau gambar. Tapi sang ibu mengajarkan menghargai setiap pekerjaan sang ayah sebab tidak semua lelaki mau mengerjakan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh perempuan itu. Bahkan, Adnan saja, selama menjadi suaminya, tidak pernah sekalipun turun tangan membantunya walaupun saat itu Aileena tengah repot.
Mengingat hal itu membuat mata Aileena berkaca-kaca. Fatur bingung, lantas ia segera menghampiri Aileena.
"Kamu kenapa, Ai? Kok tiba-tiba mau nangis? Apa aku ada salah ngomong?" cecar Fatur penasaran.
Aileena menggeleng dengan cepat.
"Nggak, kamu nggak ada salah ngomong kok. Aku cuma teringat almarhum ayah saja. Dia juga pernah ngomong kayak gitu soalnya. Ayah nggak pernah sungkan membantu pekerjaan ibu. Bahkan waktu Ai kecil saja ayah yang selalu memandikan Ai, kata ibu." ujar Aileena dengan bulir air mata yang perlahan menetes.
"Maaf ya, Ai, mas udah mengingatkan kamu sama almarhum ayah kamu. Mas yakin ayah kamu pasti orang yang sangat hebat karena mampu mendidik dan membesarkan kamu menjadi perempuan yang hebat dan tangguh. Selain itu hati kamu juga sangat baik. " ujar Fatur.
Aileena tersenyum lebar.
"Aku nggak papa kok, Mas. Aku malah salut sama pikiran kamu. Calon istrimu nanti pasti akan sangat beruntung memiliki suami seperti kamu. " puji Aileena.
'Dan aku harap, perempuan yang beruntung itu adalah kamu.' batin Fatur. 'Ah, bukan kamu yang beruntung bila jadi istri aku, tapi sebaliknya, aku lah yang akan jadi lelaki paling beruntung.'
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
MOMMY
aku inda suka Thor sama aiilina masa suka dua2 nanti kecewa..bawa lelaki msuk rumah walaupun kn tdk dbolehkn sekali Dua lgi nanti JDI pitnah
2025-03-18
1
Mariani SPd
pilih Fatur aja Aiii
2025-01-04
0
tehNci
Ai, pilih mana, Mas Fatur atau Radika?😉
2024-02-25
1