Episode 9 - Bocah itu

Air terus mengalir, umur terus bertambah, daun

berjatuhan, dinginnya malam menyelimuti keheningan ini, kutatap langit penuh

bintang dan cahaya, penuh harapan untuk dapat terus melangkah bersama

kebahagiaan yang rapuh ini. Sambil mengenang indahnya waktu bersamamu saat hari

itu, dimana tak ada beban, tak ada hukum, namun hanya ada kebersamaan yang

terus termakan oleh kejamnya waktu.

Tiba – tiba terlihat sesosok bocah mungil duduk

disebelahku dan bertanya dengan polosnya.

“ Apa yang kakak lakukan sendirian dimalam ini?

Enggk dingin?”

“tidak ada apa – apa kok.” Sambil mengacak – acak

rambut bocah itu

“siapa namamu, dek?” tanyaku

“Aku sistia kak.” Jawab bocah itu sambil berlari

menjauh dariku, nampaknya ia ingin bermain kejar – kejaran denganku

“Ayo kak, sini!”

 tak sadar

karena gelap, tiba – tiba ada cahaya yang muncul mengarah pada sistia, ternyata

ia ada di tengah jalan dan ada mobil dengan kecepatan tinggi menuju kearah

Sistia, dengan bergesas aku berlari dan melompat untuk menyelamatkannya dari

maut. Detik – detik kematian telah terlewat dengan kondisi kami berdua selamat,

Sistia beranjak berdiri tiba – tiba ia menangis dan meminta maaf berulang –

ulang, saat aku coba tuk bangun, kakiku terasa sangat perih dan dingin,

ternyata sesaat ku sentuh ada bercak darah bercucuran dari pergelangan kaki ku,

mungkin ini Cuma luka biasa karena tadi aku mendarat diantara kerasnya jalan

yang penuh bebatuan.

Sepasang cahaya semakin besar dari arah jalan, aku

berdiri dan segera mengamankan Sistia dari dajalan dengan darah terus

bercucuran tanpa henti. Suara klakson mobil terdengar, ku berbalik badan dan

ternyata aku melihat Rio. Saat melihatku Rio langsung membawaku ke rumah sakit

terdekat bersama Sistia yang terus meinta maaf karena penyesalannya. sambil

menunggu hasil pemeriksaan Rio pergi mengantarkan Sistia untuk pulang, ternyata

Rio kenal dengan Sistia bahkan lumayan akrab dengannya. Setelah kembali dari

mengartarkan Sistia, Rio mengantarkan aku pulang. Dalam perjalanan Rio hanya

terdiam tak berkata atau bertanya apapun padaku kebetulan aku juga tidak mau

membahasnya.

Sesampainya dirumah Rio mengantarku sampai masuk,

dan disaat aku memasuki rumahku. Jeng..jeng

“Selamat ulang tahun, Lean.” Tiba – tiba suara

gemuruh itu membuatku kaget dan bingung, terlihat wajah – wajah mereka

tersenyum melihatku kaget, pertama aku bingung siapa mereka ini.

“Selamat ulang tahun,Lean. Maaf aku mengundang

mereka kesini, ini adalah teman sekelas kita saat di SMA dulu, yah mungkin kau

tidak mengingatnya tapi kuharap setelah pertemuan ini kau dapat sedikit

mengingatnya kembali.” Kata rio sambil menepuk bahuku

Tapi diantara orang – orang itu terlihat Ria

sedang asyik makan kue – kue, walaupun ia anak orang kaya tapi kalau urusan

makan ia jagonya, anehnya entah kemana perginya semua lemak itu badannya bisa

tetap terjaga walau makan banyak. Setelah mengetahui kehandiranku Ria perlahan

menghampiriku, dan berkata.

“Selamat ulang tahun, Lean. Oh iya ini adalah

hadiahku.” Menyerahkan Rio kepadaku

“apa maksudnya Ria?” tanya ku dengan bingung

“ya ini, hadiahku untukmu adalah pelaku yang

menyembunyikan penamu.” Sambil menahan tawanya dibelakang Rio

“memang tak ada yang bisa kusembunyikan dari orang

jenius sepertimu.” Jawab Rio dengan muka pasrah

Rio pun mengembalikan Penaku sambil minta maaf

tanpa memberitau alasannya berbuat seperti itu, saat kuterima pena itu Ria pun

langsung berpamitan kepadaku untuk pulang, ia berkata adiknya sedang sendirian

dirumah dan itu buatnya khawatir, tapi sebelum Ria pergi aku meminta satu

permintaan untuknya, yaitu membantuku mencari Luce. Dengan cepat Ria menolak

permintaanku tanpa alasan jelas.

Pintu mulai tertutup dan aku terjebak dalam

belenggu yang biasa disebut pesta ultah ini, malam yang panjang pasti menantiku

sekarang, dengan pasrah ku ikuti alur yang dibuat oleh Rio, dari awal sampai

akhir tak ada satupun ingatan yang kembali muncul saat bertemu dan bercerita

bersama mereka semua, sesudah pesta terlewati aku pergi ke balkon untuk

menenangkan pikiran dan mencari jawaban kenapa Ria tidak bersedia membantuku,

tiba – tiba Rio muncul dan berkata

“Ria memang seperti itu orangnya, dia tidak akan

mau membantu orang lain kecuali jika ia merasa mendapatkan imbalan berupa

kesenangan saja.”

“terus kenapa ia membantuku mencari penaku yang

hilang ya?”

“Entahlah dia memang misterius.”

Keesokan harinya aku melihat Ria sedang duduk

membaca komik di bawah pohon, aku mendekatinya dan kembali meminta bantuannya

namun ia tetap menolak dengan cepat, setelah mendapat penolakan untuk kedua

kalinya aku mulai menghapus harapanku untuk meminta bantuan ke Ria. hingga

pertemuan saat itu terjadi,

“Kak Ria, ini bekalmu ketinggalan.” Kalimat itu

terucap dari mulut seorang bocah yang tak asing bagiku

“oh iya, Sitia. Makasih ya.” Sambil menepuk rambut

itu

“ohh….Sistia ternyata.”

“lho kakak !”

Kami berdua langsung kaget saat bertemu kembali,

ternyata Sistia adalah adik dari Ria walau mereka bukan anak kembar tapi mereka

memiliki kesamaan yaitu keras kepalanya yang minta ampun. Ria bertanya kok bisa

kenal aku kenal dengan adiknya, pertama aku coba untuk mengatakan jika aku

kebetulan bertemu dengannya ditaman, tapi Sistia malah menceritakan yang

sebenarnya pada Ria karena aku takut sampai Ria mengetahui kalau Sistia

mengalami kejadian buruk karenaku.

Namun kekhawatiranku sia – sia Ria malah berterima

kasih padaku, dan ia bersedia membantuku mencari Luce dengan catatan ia harus

memberitau segala petunjuk yang berhubungan dengan Luce. Tanpa ragu ku

keluarkan Smartphone Luce dari kantongku, setelah di lihat dan baca beberapa

pesan disana dan berkata ini belum cukup, setelah terpikir aku keluarkan pena

yang dulu pernah hilang itu walau isinya masih ½  ia langsung bisa menebaknya dan berkata.

“ok, aku tau dia dimana sekarang. Yang jelas ini

sangat beresiko besar, bahkan kau takkan dapat mengatasinya sendiri.”

Aku berusaha menyakinkannya kalau aku bisa sendiri

tapi Ria malah menjawab.

“kalau kau bersikeras untuk sendiri, maka aku

takkan memberitaumu kebenarannya, paling tidak cobalah mencari teman yang mau

membantumu sebanyak 4 orang laki – laki.”

“KENAPA KAU TIDAK MENGIZINKANKU PERGI SENDIRI? INI

MASALAHKU AKU TAK MAU MELIBATKAN SIAPAPUN DIDALAMNYA, MENGERTILAH SEDIKIT

TENTANG PERASAANKU YANG TELAH KUPENDAM PULUHAN TAHUN INI?”

- Bersambung -

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!