Nico hendak mengikuti keluarga Laras untuk mengantar Oma pulang ke rumah. Tapi langkahnya sudah dicekal Oma saat keluar dari pintu Rumah Sakit. “Mau kemana kamu?” Oma Maria menoleh Nico yang berjalan mensejajari Pak Handam dibelakangnya.
“Mau ikut nganter Oma pulang.”
“Emang ada yang ngajak situ? Pulang kamu,jangan ikuti kami!”
“Iya Oma,” lagi-lagi Nico harus menelan pil pahit karena kehadirannya ditolak Oma. Sedangkan Laras masih membisu sejak tadi.
******
Hari sudah malam,Bu Martha dan Pak Handam sudah pamit pulang ke Kota Y sebelum waktu makan malam. Urusan pekerjaan mereka sudah tidak bisa menunggu lagi. Akhirnya Oma dan Laras hanya makan malam berdua malam itu.
Selesai makan,Laras menggandeng Oma untuk istirahat dikamarnya. Laras senantiasa telaten memijat lembut kaki Oman dipangkuannya. Oma sangat bahagia dan merasa beruntung karena punya cucu seperti Laras. Tiba-tiba,suara pintu diketuk pelan
Tok tok tok.
“Permisi Nyonya,apa saya boleh masuk?” Suara Bi Lastri terdengar di balik pintu.
“Masuk aja Bi ! Nggak dikunci kok,”
“Ada apa?” Oma bertanya saat Bi Lastri mendekat ke ranjangnya.
“Itu Nyonya,ada Den Nico dibawah. Katanya mau ketemu Non Laras.”
“Bilang, suruh tunggu,” Tukas Oma.
“Baik Nyonya,saya permisi,” Bi Lastri mundur sebelum berbalik dan keluar dari kamar Oma Maria.
“Oma?” Laras bingung kenapa Nico disuruh menunggu,apa maunya Oma?
“Laki-laki seperti Nico itu nggak akan berhenti sebelum dapet apa yang dia mau.” Tiba-tiba Oma bicara.
“Oma tau tentang semua yang terjadi dengan hubungan kalian. Dia selingkuh, dan kalian putus kan?”
“Oma tau dari siapa? Laras belum ada ngomong sama Oma?”
“Itu nggak penting. Sekarang kamu temui laki-laki itu. Kamu tau kan harus apa?” Memandang leka cucunya.
“Iya Oma,” Laras mulai paham dengan maksud sang Oma.
***
Nico terlihat berdiri saat melihat kedatangan Laras. Ia tersenyum lebar,merasa senang karena Laras mau menemuinya. “Ras,aku mau ngomong,” menatap Laras yang sudah berada didepannya. Tapi gadis itu masih memberi tatapan dingin padanya.
“Silahkan,tapi nggak disini,” Laras meninggalkan Nico dan mengambil kunci mobil diatas laci dekat meja TV diruang tamu.
Nico bingung,tapi ia mengikuti Laras dibelakangnya. Setelah sampai di halaman,Nico melihat Laras membuka pintu mobilnya sendiri. Ia segera berlari sebelum Laras masuk kedalam mobil. “Ras,kita nggak bareng aja?”
Laras diam,ia lalu masuk kedalam mobil dan menghidupkan mesinnya. Mau tidak mau Nico harus berlari menghampiri mobilnya dan mengikuti mobil Larasati yang sudah melaju didepannya.
Mobil yang mereka tumpangi membelah jalanan yang sepi. Hanya beberapa kendaraan yang terlihat berpapasan dengan mereka. Padahal ini masih terlalu sore untuk tidur. Mungkin udara dingin malam ini,membuat orang-orang enggan keluar menikmati indahnya malam di kota hijau ini.
Sekitar 30 menit perjalanan,akhirnya mereka berhenti ditepi jalan menuju danau Satya. Laras turun tanpa menoleh pada Nico. Larasati terus berjalan santai dan meninggalkan Nico yang sedikit berlari mengejar langkahnya. Mereka berhenti ditepi danau,belum ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut keduanya.
Bukannya tadi aku yang ngotot mau ngomong? Tapi setelah ada kesempatan,kenapa aku malah bingung mau ngomong apa. Mana laras diem aja lagi.
“Ras,aku mau minta maaf sama kamu. Aku tau mungkin kesalahan aku ini besar banget,dan nggak pantas dimaafkan.” Ia sedikit melirik Laras,tapi perempuan itu masih tak bergeming.
“Tapi aku bener-bener nyesel udah hianatin kamu. Semua ini gara-gara perempuan sundel itu. Dia yang godain aku. Dan aku khilaf Ras. Aku minta maaf. Aku mau kita bisa kaya dulu lagi,dan aku janji nggak bakal lakuin ini lagi.” Kenapa Laras diem aja. Eh,kok malah duduk. Nico mengikuti gerakan duduk Laras.
“Kamu pernah denger ada orang ngomong,kalo perempuan itu akan memberikan lebih dari apa yang mereka dapatkan?” masih memandang hamparan air danau didepanya,tanpa menoleh Nico sedikitpun.
Nico diam,menebak apa yang akan dikatakan Laras padanya.
“Kalau yang kamu kasih luka,kamu berharap apa dari aku?” Kali ini ia menoleh pria itu. Nico sedikit terperanjat dengan pertanyaan Laras. Tapi ia masih diam tak menjawab.
“Cinta? Atau luka yang lebih sakit dari ini?” Larasati kembali menatap air danau saat mengatakan itu. Hatinya sakit sebenarnya jika mengingat kembali penghianatan Nico. Tapi ia merasa harus mengakhiri ini semua. Rupanya kata putus darinya kemarin,belum bisa menampar laki-laki ini.
“Aku emang sakit hati sama kamu. Perempuan mana yang rela cintanya terbagi dengan wanita lain. Tapi,aku nggak nyalahin kamu atau Sarah. Mungkin ini salahku juga,karena aku nggak bisa kasih yang kamu mau. Dan kamu cari dari perempuan itu. Aku minta maaf Nic.” Nadanya datar dan tenang.
Apa Laras udah nggak marah lagi?
“Ras....” Kenapa dia yang minta maaf. Nico tak tau harus bilang apa. Ia kira Laras akan memaki-maki dirinya,atau lebih parah mungkin menamparnya. Tapi ini?
“Kalau kamu mau maaf dari aku,aku udah maafin kamu. Kalau kamu mau aku kenang masa indah kita,pasti aku ingat tapi hanya sebagai masa lalu. Dan kalau kamu mau cinta dari aku,sorry, aku nggak bisa,” Menghela nafas panjang. Dadanya terasa sesak sekarang. “Rasa cinta aku buat kamu udah hilang bersama air mata yang aku teteskan waktu itu. Kamu pantas bahagia Nico,tapi nggak sama aku. Aku minta maaf sekali lagi. Aku rasa ini udah jawaban yang jelas buat kamu. Aku harap kamu pulang dan jangan ganggu aku lagi.” Laras berdiri dan berlalu tanpa mendengar jawaban dari Nico. Ia mendengar isak lirih dari pria itu. Tapi ia tak perduli,baginya Nico hanya orang asing sekarang.
***
Laras tak langsung pulang,ia mampir disebuah warung kaki lima dipinggir jalan. Ia membeli secangkir kopi susu hangat,malam terasa lebih dingin karena kesendiriannya.
Tiba-tiba segerombolan pemuda urakkan menghampirinya, “sendirian aja neng,mau kita temenin?” salah satu dari mereka menyapa Laras dan duduk dikursi kosong disampingnya. Laras diam. Mereka kelihatan kesal, mungkin mereka mabuk dari tadi hingga mudah marah karena hal sepele. “Sombong banget ni cewe,tapi cantik. Kaya lagi,” yang lain ikut bicara.
“Gimana kalo kita rampok dan kita nikmati t***h nya bareng-bareng” pria yang tadi duduk\, tertawa terbahak karena ucapannya sendiri.
“Jangan macam-macam kalian !” Laras berdiri,wajahnya merah karena marah dengan perlakuan tak sopan para brandal ini.
Mereka mulai bertingkah kurang ajar,tangan kotornya mulai berani menowel-nowel pipi mulus Laras. Laras ketakutan,ia menoleh sekeliling tak ada orang lain,kecuali pria tua penjual kopi yang bersembunyi dibalik gerobaknya. Mungkin ia takut mati konyol jika menolong larasati.
“Tolong,,,,tolong,,,! Jangan sentuh aku, Pergi kalian,brengsek !” Laras mundur,dan mengeratkan jaketnya.
Bug\,\,tiba-tiba sebuah tendangan keras mengenai salah satu dari mereka \,hingga membuatnya terjungkal mencium aspal jalanan. “An****\,siapa pahlawan kesiangan ini\,mau jadi jagoan loe?” Preman itu bangkit dan hendak membalas pria yang tadi menendang punggungnya.
“Ini malem tai,bukan siang,” Ujarnya santai kaya di pantai. Siapa pria ini,bisa-bisanya melucu diwaktu genting begini. Laras mengamati seorang pria berhodie hitam yang bersuara itu. Suaranya tak asing,tapi wajahnya belum terlihat karena terhalang 5 preman didepannya. Badan kekar mereka menghalangi pandangan Laras untuk melihat pahlawannya itu. (halah pahlawan)
“Jangan banyak ba*** loe\,mau mati kan? Ayo kita ladenin\,” mereka lalu mengeroyok pria itu dengan membabi buta. Sebenarnya ini bukan pertarungan yang seimbang\, lima lawan satu. Cih\,sok preman tapi beraninya keroyokan.
Tapi sepertinya pria itu petarung hebat,terbukti para preman itu sudah lari terbirit-birit seberti habis melihat setan.
Laras mendekati sosok pria yang masih membelakanginya itu. Ada tulisan GOOD BOY yang ditulis dengan huruf besar-besar memenuhi punggung jaketnya. Ia penasaran,dan mau berterima kasih. “Pak,eh,Mas,eh siapa saja Anda. Terimakasih karena sudah menolong saya?”
Pria itu tersenyum dibalik penutup kepalanya,dan tiba-tiba,“Aduh,aduh,punggungku sakit,tanganku juga,kalau patah tulang gimana?” ia terlihat memijat-mijat bahu dan tanganya.
Apa patah tulang? Waduh gawat, kalau orang ini cedera karena nolongin aku.
Laras berlari mengitari tubuh laki-laki itu dan,”Dokter?” Laras kaget dan menutup mulutnya. “Jadi yang tadi nolongin aku,Dokter Sakti?”
Tapi Sakti hanya meringis, “Aduh sakit” Memasang wajah gegana tingkat dewa. Padahal sebenarnya ia tak terluka sedikitpun. Pukulan para preman itu hanya terasa seperti belaian kaki kucing untuknya. Kalu saja tak ada Laras mungkin mereka sudah kalah dalam satu tendangan saja. Ia memang sengaja sedikit bermain-main tadi,agar Laras tak curiga dengan kemampuannya.
Tapi saat melihat kekhawatiran Larasati pada orang yang dianggapnya pahlawan itu, entah mengapa muncul ide jahil untuk mengerjai Larasati.
“Mari Dok saya anter kerumah sakit,Saya takut Dokter kenapa-napa.” Ia benar-benar khawatir.
“Nggak perlu,nanti juga sembuh sendiri. Saya kan Dokter.” Nadanya sedikit terdengar congak dan menyebalkan di telinga,“Tapi ,,kamu harus balas, budi saya ini,” tersenyum penuh arti memandang Larasati.
“Hah? Balas budi?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments