Hari ini adalah hari terakhir Oma dirumah sakit. Jahitannya sudah dilepas oleh suster pagi tadi. Oma terlihat senang karena bisa pulang lagi kerumah setelah 5 hari dirumah sakit. Meskipun cerewet tapi Oma tidak pernah menyusahkan cucu maupun anak dan menantunya. Beliau selalu menurut jika disuruh makan atau minum obat. Mungkin sifat patuh Laras diturunkan dari Omanya. Tapi biar begitu,kalau sudah punya keinginan tidak ada yang bisa menghalangi,siapaun itu termasuk almarhum Opa Salim.
Semua sudah berkumpul di ruang rawat Oma. Laras,Pak Handam,dan Bu Martha. Semua barang-barang juga sudah dibereskan dan diangkut ke mobil oleh Pak Harun. Tinggal menunggu pemeriksaan terakhir oleh Dokter yang menangani Oma.
Laras duduk di sofa sambil membaca buku,Pak Handam duduk di samping laras sambil mengecek laporan perusahaan lewat layar tabletnya, sudah 3 hari tidak kekantor membuat pekerjaannya sebagai CEO pasti menumpuk. Sedangkan Bu Martha duduk di kursi dekat ranjang Oma dan memijat lembut kaki ibunda tercintanya itu.
“Gimana Bu,Ibu senengkan sudah bisa pulang lagi kerumah?” Bertanya lembut sambil terus memijat kaki ibunya.
“Iya Ibu senang sekali. Apalagi nanti kalian akan pulang bareng Ibu ke rumah.”
“Iya,pasti kami temani ibu nanti. Tapi kami nggak menginap lagi ya Bu. Saya dan mas Handam harus pulang. Ibu nggak papa kan ditemani Laras aja. Martha janji,kalau urusan sudah selesai,pasti jenguk Ibu lagi.”
“Iya,nggak papa. Ibu ngerti tanggung jawab kamu dan suami itu besar. Bukan soal uang,tapi soal nasip orang banyak yang sedang kalian perjuangkan. Banyak orang yang menggantungkan hidup pada perusahaan Handam,dan tanggung jawab kamu sebagai Mentri juga bukan hal mudah.”
“Makasih ya Bu,atas pengertian Ibu sama pekerjaan kami.” Berdiri dan memeluk Oma Maria dengan sayang.
“Iya sama-sama,” membalas pelukan anak tunggalnya itu dengan lembut.
“Ehhhmmm,permisi, kami ganggu ya Oma?” suara Dokter Sakti menghentikan acara peluk sayang kedua wanita beda generasi itu.
“Eh,ada Dokter ganteng. Jadi nggak mau pulang kalo gini” Oma terkikik menggoda Dokter Sakti.
“Ya harus pulang dong Oma. Meskipun disini enak dan ada tambahan bonus dokter ganteng kaya’ saya. Tapi dirumah lebih baik kan?” tersenyum jenaka menimpali candaan Oma.
“Ibu, jangan genit dong Bu. Malu sama Dokternya. Maaf ya Dokter,Ibu saya memang suka bercanda,”
“Iya nggak papa kok Bu. Saya malah seneng kalau ada Oma yang berjiwa muda seperti ini. Tertawa kan bisa bikin kita awet muda ya Oma?” masih tersenyum manis.
Manis sekali. Suster Reni sudah berdebar-debar sejak tadi. Berkali-kali melihat ekspresi wajah sakti yang hanya dia tunjukakan di depan pasien. Selalu tersenyum dan bicara ramah. Ia merasa beruntung bisa menjadi asisten Dokter Sakti dan melihat semua ini. Karena kalau Sakti sudah keluar ruangan pasien,mukanya akan kembali dingin dan datar. Menyebalkan.
“Tuh kan,Pak Dokter aja nggak keberatan kok. Kenapa kamu yang protes. Ayo sini-sini Dok,periksa saya.” Melambai-lambaikan tangan menyuruh Dokter ganteng itu mendekat.
Sakti hanya tersenyum,sedangkan Bu Martha geleng-geleng kepala melihat kelakuan ibunya. Baru saja terjadi momen mengharukan tadi,sekarang ibunya sudah bertingkah menyebalkan lagi.
Pak Handam terlihat berdiri dari duduknya,dan berjalan menghampiri ranjang, ketika melihat kedatangan Dokter Sakti. Beliau juga ingin mendengarkan penjelasan dokter tentang keadaan ibu mertuanya. Tapi tidak dengan Laras,ia cuek saja dan hanya sedikit melirik saat mereka datang. Ia masih bisa mendengar penjelasan Dokter dari tempatnya duduk pikirnya. Lagi pula ia juga malas kalau harus dekat-dekat dengan Dokter yang dianggapnya mesum itu.
“Permisi ya Oma saya periksa dulu lukannya,” mengecek bekas jahitan dikepala Oma,dan pemeriksaan lainnya yang sesuai prosedur Rumah Sakit.
“Bagus,lukannya sudah menutup rapat. Dan bekas jahitannya sudah kering. Tapi jangan sampai kena air dulu ya Oma. Nanti akan saya kasih resep obat dan salep yang bisa digunakan dirumah.”
“Iya Dok,terimakasih.”
“Sama-sama” Sedikit melirik Laras yang masih duduk santai di sofa sambil membaca buku. Gadis itu sama sekali tak memperdulikan kehadirannya disana. Tapi untung saja ia berada pada jarak aman dengan Laras. Dan pengharum ruangan beraroma lavender diruangan ini,cukup mengalihkan fokus penciumannya pada aroma Larasati.
Karena merasa diperhatikan, Laras mengalihkan pandangannya dari buku dan tak sengaja bersitatap mata dengan Dokter Sakti. Ini adalah pertemuan mereka yang ketiga kali di rumah sakit ini. selama Laras ada disana Dokter itu setengah mati menghindari Larasati. Selain takut menggugah naluri berburunya,ia juga malu atas kekonyolan yang ia lakukan didepan gadis itu beberapa waktu lalu. Ia merasa harga dirinya sebagai seorang dokter sudah jatuh dimata Larasati. Terbukti gadis itu tak meliriknya sama sekali dari tadi.
Sejak kejadian itu semesta seperti mendukungnya untuk tidak bertemu Laras. Saat jadwal pemeriksaan Oma pun ia tak pernah melihat gadis itu disana. Mungkin ia sedang keluar untuk mencari keperluan. Ia merasa lega sebenarnya,tapi ada sesuatu yang dirasa janggal oleh hatinya. Ia merasa aneh saat Laras tak tertarik padanya disaat semua wanita yang pernah ia temui selalu tergila-gila akan ketampanan yang ia miliki. Tapi gadis itu sama sekali tak perduli. Hatinya terusik dan semakin penasaran pada gadis sombong itu.
“Surprieeeeeeeessss,,,” tiba-tiba suara seorang laki-laki membuyarkan lamunannya.
Seorang pria muda memakai kemeja polos warna hijau lumut dan celana jeans biru mendekati kerumunan di ranjang Oma. Nico,dia datang dengan sebuket bunga warna-warni dan parcel buah mahal ditangannya. “Gimana kabarnya Oma? Oma sudah sembuh. Ini ada sedikit oleh-oleh dari saya” memberikan bunga pada Oma, dan buah yang diterima oleh tante Martha.
“Kamu pikir saya sudah mati,kamu kasih bunga? Dasar bocah kurang ajar!” Melemparkan buket bunga kelantai.
Semua orang kaget melihat reaksi Oma yang tiba-tiba ketus pada Nico. Tak terkecuali dokter Sakti. Ia mendengar sang Oma berkali-kali memaki dan mengumpati Nico didalam pikirannya. Siapa bocah ini, kenapa Oma begitu benci padanya.
“Bu,jangan ngomong gitu. Niat Nico baik mau jenguk Ibu,” Bu Martha menenangkan ibunya yang terlihat kesal dengan kedatangan Nico.
“Maaf Oma. Bener kata Tante,niat saya baik lho,”
“Yang tau niat kamu apa, kan Cuma kamu,” Masih ketus menjawab
Nico diam,ia tak menyangka reaksi Oma diluar dugaannya. Ternyata Omanya Laras lebih menakutkan dari ibunya dirumah. Ia melirik Laras yang masih tak bergeming duduk menyilangkan kaki disofa. Bukunya sudah diletakkan diatas meja,tangannya bersedekap didepan dada dan menatap Nico dingin dan tajam. Matanya seperti bilang, mau apa lagi kamu ,begitu kira-kira.
Nico merinding melihat tatapan Laras. Semangat yang berkobar-kobar dari kemarin saat ia memutuskan untuk menyusul Laras kemari langsung padam seketika. Glek glek, Ia menelan salivanya kasar. Ternyata Laras menyeramkan begini kalau marah. Gadis itu tak memaki-maki,atau memukulinya. Tapi pandangan matanya saja sudah bisa menusuk jantungnya yang tiba-tiba seperti berhenti berdetak.
Dokter Sakti tersenyum melihat ketakutan Nico. Ia geli,ternyata pria ini laki-laki bermental tempe. Baru juga dipelototi perempuan sudah takut.
Kemudian ia juga ikut melirik Laras yang masih setia pada posisi angkuhnya. Grrrrrrrr,tiba-tiba tengkuknya merinding. Gila,perempuan ini gila. Dia bahkan lebih menyeramkan dari pada aku yang vampir ini. Ia meraba tengkuknya yang tiba-tiba dingin,padahal tubuhnya selalu dingin.
“Anda sudah menikah Dokter?” Suara Oma memecah keheningan diruangan itu.
Eh,menikah?
“Hah,menikah oma? Belum, tentu saja belum,” Tergagap menjawab Oma karena kaget.
“Mau menikah dengan Larasati cucu saya ini? Dia juga jomblo lho,” Oma mengatakan itu dengan raut sedikit serius.
Semua yang mendengar itu hanya melongo dan seketika mereka bersamaan melihat Larasati yang langsung melengos mendengar candaan Omanya.
Sakti tertawa kecil,menghilangkan rasa canggungnya. Bisa-bisanya ia dilamar untuk menikahi perempuan sombong itu. Meskipun dia cantik,tapi wajah angkuhnya itu benar-benar menyebalkan. Dia satu-satunya perempuan yang tidak tertarik pada nya. Apa yang akan dia harapkan dari gadis ini,kecuali darah segarnya itu. Eh.
“Oma lucu juga ya,” masih tertawa canggung.
“Saya serius lho Dok?” Kali ini Oma Maria benar-benar serius dengan kata-katanya.
“Hah?” Sakti hanya diam,bingung mau menjawab apa. Akhirnya ia hanya tersenyum dan menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“Tapi Oma,Laras kan calon,,,”
“Diam kamu. Siapa yang butuh pendapat kamu. Pulang aja sana,dan sembunyi diketiak ibumu !” Oma memotong kalimat Nico yang belum selesai diucapkannya.
Nico hanya mendengus,ia kecewa. Tapi mungkin ini memang karma Tuhan yang harus ia terima.
(Jangan lupa like nya. Satu ketukan dilayar kalian sangat berarti buat author labil ini. terimakasih yang sudah dukung karya ini,semoga nggak bosan dengan ceritanya ya. Kritik dan saran yang membangun juga boleh lho..terimakasih sekali lagi.)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments