Heliet mengangguk mengiyakan saat Meliana berjalan mendekat ke arah keduanya.
"Apa hanya kalian berdua saja yang tinggal di sini?"
"Benar sekali, kuperingatkan.. jika kau berani berbuat macam-macam dengan kami, aku akan menebasmu dengan pedangku ini."
Meliana tertawa kecil.
"Pedang kayu tidak akan bisa melukaiku, bagaimana dengan ini," kata Meliana lalu mengeluarkan pedang dari tangannya yang mana ia lempar di bawah kaki Vivia.
"Sihir yang kalian buat barusan cukup menarik... begini saja, jika kalian berdua bisa merusak topiku atau mengambilnya kalian akan kujadikan muridku, tapi jika kalah aku akan pergi dari sini secepatnya."
"Heh, kau percaya diri sekali."
"Tentu, aku penyihir terkenal loh."
Vivia mengambil pedangnya lalu mengarahkan ujungnya pada Meliana.
"Kau yakin ingin melakukan ini?"
"Tentu Heliet, bukannya ini kesempatan bagus... kita bisa mengambil banyak ilmu padanya, tapi maaf saja, aku memang menginginkan kau untuk mengajariku tapi aku tidak berniat menjadi murid siapapun."
"Soal itu aku tidak masalah, bagaimana denganmu?"
Meliana mengarahkan pandangan ke arah Heliet yang hanya memegangi buku miliknya.
"Aku juga akan melakukannya."
"Itu bagus, sekarang serang aku dari segala arah."
"Ayo Heliet."
"Baik."
Di saat Vivia melangkah maju Heliet merapal sihir penguat disusul dengan sihir kecepatan untuknya.
"Rasakan ini."
Vivia melompat selagi mengayunkan pedangnya.
"Hoyah, gerakanmu terlalu banyak celah."
Dengan ringan Meliana menghindarinya kemudian memukul perut Vivia dengan telapak tangannya hingga ia terlempar ke belakang, di saat yang sama Heliet maju menggantikannya.
Dia mengirim semburan air dengan kekuatan penuh hingga Meliana sedikit terdorong ke belakang.
"Hebat sekali."
Vivia yang sudah bangkit telah ada di samping Meliana lalu mengayunkan pedangnya dari samping. Meliana sempat menghindarinya namun topinya sudah lebih dulu terpotong jadi dua bagian.
Heliet terduduk di bawah begitu pula Vivia yang terengah-engah, adapun untuk Meliana dia hanya bertepuk tangan senang.
"Kalian berdua memang hebat, kalau begitu sesuai perjanjian aku akan mengajari banyak hal kepada kalian, semua sihir yang telah kupelajari sampai sekarang."
"Baik guru."
"Sebaiknya itu sihir yang berguna."
Meliana hanya tersenyum kecil.
Semenjak itu setiap harinya keduanya berlatih keras, hari demi hari, minggu demi minggu, sampai akhirnya beberapa bulan telah terlewati.
Tak hanya berlatih ketiganya selalu bersama-sama dalam segala hal hingga pada akhirnya waktu untuk mereka berpisah telah tiba.
Meliana merupakan seorang penyihir dari kerajaan karena itulah, dia harus kembali ke sana setelah menghabiskan waktu liburannya.
Meliana berpamitan lalu terbang menggunakan tongkat yang selalu dibawanya, setelah ia menempuh jarak beberapa kilometer dia merasakan hal buruk dan memutuskan untuk kembali memeriksa keadaan kedua muridnya.
Saat dia melihatnya sesuatu mengejutkan telah menyambutnya.
Entah itu Heliet maupun Vivia keduanya terbaring dengan darah di sekujur tubuhnya.
"Heliet, Vivia."
Di saat yang sama sebuah tombak angin menembus Meliana dari belakang hingga ia tumbang ke tubuh muridnya.
Sosok yang melakukannya adalah seorang yang dia kenal, dialah penyihir kegelapan, dengan langkah ringan penyihir itu menghilang dalam sekejap.
"Heliet, Vivia, aku tidak akan membiarkan kalian mati.. maafkan aku, tapi aku akan menjadikan kalian berdua abadi."
"Guru?"
"Meliana."
"Bukannya kalian memiliki impian yang ingin kalian raih."
Dengan kekuatan yang tersisa Meliana membuat lingkaran sihir dengan darahnya, kemudian merapalkan sebuah sihir yang menggunakan energi kehidupannya.
Selanjutnya tubuh Heliet maupun Vivia kembali sedia kala sementara tubuh guru mereka berubah menjadi butiran cahaya dan hanya meninggalkan tongkatnya saja.
"Kuberikan tongkat itu untuk Heliet... jika suatu hari kau akan mengangkat murid pastikan dia bisa menggunakan tongkatnya juga, untuk Vivia aku yakin kau tidak ingin menerima apapun dariku yang jelas aku menyayangi kalian berdua, raihlah kehidupan yang kalian inginkan itu."
"Dasar seenaknya," Vivia memalingkan wajahnya dengan air mata mengalir di pipinya.
Untuk Heliet sendiri dia mengambil tongkat yang ditinggalkan gurunya, sama seperti temannya, air mata tidak bisa dia sembunyikan dari wajahnya.
"Vivia, aku ingin membalas dendam."
"Aku juga."
Hujan membasuh keduanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 369 Episodes
Comments
arfan
218
2022-12-10
1
「Hikotoki」
kurang dramatis:v tapi masih bagus:V
2021-10-29
3
SikilatHitam
lanjutkan Thor semakin seru dan tetap semangat
2021-10-06
2