Pagi hari yang indah, matahari bersinar terang, embun pagi masih menempel di dedaunan. Bunga bunga bermekaran. Elizabeth sudah menyelesaikan tugas yang di bebankan oleh mamanya. Memberikan kehidupan yang lebih baik untuk seisi rumah. Makanan sudah tersiap di meja, roti berikut selai, hanya itu yang bisa di siapkan oleh Elizabeth, Elizabeth bukanlah gadis yang pandai memasak, tetapi usahanya membuat yang mengenalnya juga terkagum.
Hari ini adalah hari terakhir dia masuk sekolah, setelah nanti kelulusan dan pengumuman maka Elizabeth di wajibkan mengajak wali yaitu salah satu anggota keluarga. Hanya tinggal menyampaikan undangan dan mempersiapkan pakaian yang akan di kenakannya nanti.
Elizabeth keluar dari kamar sempitnya, memakai seragam yang sudah kumal dan sepatu yang sudah usang, menuruni anak tangga dengan berlari kecil. Luci menatapnya dengan kesal.
"Apa pantas seorang gadis berlari saat menuruni tangga. Kenapa tidak sekalian saja jatuh terjerembab dan kamu mati saja, agar tidak mempermalukan semua anggota keluarga." Ucap Luci.
Elizabeth menghentikan langkahnya tiba tiba, dia bahkan tidak percaya apa yang di katakan Luci padanya. Orang tuanya lebih senang dirinya mati, bukankah ini sebuah kemajuan? Kemajuan untuk semakin menyakitinya.
Elizabeth tidak berani melangkahkan kakinya, menunggu Luci untuk melewatinya padahal tinggal empat anak tangga lagi dirinya sampai di lantai bawah, Luci melewatinya dengan mata yang masih mengintimidasi, tiba tiba Luci mengayunkan tangannya dan mendorong Elizabeth ke depan, gerakan seperti ini tidak bisa di antisipasi oleh Elizabeth, dia terjatuh berguling guling.
Dug dug dug. Suara kepala yang terbentur pada lantai berlapis kayu.
"Ahhhh."
Hanya itu suara yang ke luar dari mulut Elizabeth, tanpa menghiraukannya Luci membuka pintu dan masuk ke kamar Eva. Ajaibnya Elizabeth tidak merasa kesakitan, dia langsung berdiri dan berlari menuju ke luar pintu. Padahal keluar darah segar dari dahinya, tidak terlalu banyak, hanya saja darah itu mengotori seragam sekolah yang di kenakannya.
Tangan dan lutut juga di bagian yang lain terlihat biru lebam. Elizabeth berlari menuju pintu gerbang rumahnya, seorang pria tampan menatap tidak jauh dari tempatnya. Gadis kumal itu berlari menuju ke sekolah tetapi tangannya tertahan oleh seseorang.
"Kendrick."
Kendrick mengeluarkan sapu tangan berwarna putih dari kantongnya, mengusap luka di dahi Elizabeth.
"Kamu tidak bisa ke sekolah dengan seperti ini."
"Tidak apa apa, toh aku tidak lama, hari ini adalah hari terakhir aku masuk sekolah. Minggu depan kelulusan dan perayaan."
Dengan mulutnya terbuka menganga Kendrick seakan tidak percaya seorang wanita bisa tahan dengan keadaannya yang seperti itu. Apalagi bau amis darah tercium hingga ke hidung Kendrick. Entah di hatinya timbul prihatin dan kasihan ataukah mulai merasa tertarik.
Keduanya berjalan bersama sebenarnya sekolah itu tidak seberapa jauh hanya saja waktu yang memburu Elizabeth dia terpaksa harus menaiki bus kota. Kendrick melepaskan Elizabeth memasuki pintu gerbang sekolahnya, melihat Elizabeth yang menjadi bahan tertawaan teman temannya hati Kendrick sangat sakit, entah perasaan ini timbul begitu saja. Kendrick melihatnya dari kejauhan. Dia bahkan memiliki tekat mencari tau siapa sebenarnya Elizabeth, apakah dia pembantu di rumah bagus itu ataukah salah satu anak pemilik rumah gedong tersebut.
Kendrick tidak meninggalkan sekolah Elizabeth dia masih tetap berdiri di dekat pintu gerbang itu, dia ingin melindungi gadis yang sudah menyelamatkannya. Bersyukur pikirannya masih jernih, hanya tinggal hari ini Elizabeth masuk sekolah, kedepannya dia memastikan akan merubah penampilan gadis itu agar tidak menjadi hinaan lagi.
Kendrick berjalan ke rumah makan yang tak jauh dari sekolah Elizabeth, masih kurang empat jam lagi Elizabeth menyelesaikan ujiannya. Kalau saja dia dapat berbuat banyak dan membantunya bukankah gadis itu akan pantas menjadi teman dekatnya. Kendrick sudah bosan berdekatan dengan wanita cantik, bedak tebal dan berbagai asesoris yang di kenakan wanita centil. Dia ingin memiliki wanita baik seperti mamanya, Kendrick masih menganggap mamanya baik, pikirannya hanya berputar seperti itu. Bahkan Matheo sudah bosan mengingatkan Kendrick bahwa seorang wanita yang tega membuang darah dagingnya demi laki laki bukanlah wanita yang baik. Ucapan seperti itu sering kali membuat keduanya beradu mulut bahkan berakhir kekasalan pada Matheo.
Meja yang di tempatinya penuh dengan beberapa gelas minuman yang sudah di pesannya, bahkan isinya benar benar kosong. Kendrick sungguh tidak tau apa yang di lakukannya, menunggu lepulangan gadis kumal! Hingga waktunya sudah tiba bel berbunyi dua kali. Para siswa mulai berjalan berbaris menuju pintu gerbang. Kendrick beberapa kali memanjangkan lehernya, mencari dan melihat di mana Elizabeth berada. Terlihat beberapa remaja laki laki dan perempuan yang memakai seragam sekolah tengah tertawa lepas. Mereka mengelilingi seorang wanita yang sudah di kenalnya. Dia tau itu wanita yang sudah di tunggunya. Kendrick benar benar kesal saat melihat Elizabeth tengah di peluk oleh mereka di depan pintu gerbang, mereka membully Elizabeth, darah Kendrick mulai panas, dia mendekati remaja yang membuli Elizabeth.
"Pergi!"
Suara Kendrick sangat kencang, dengan matanya yang indah Kendrick melebarkan matanya kepada gerombolan remaja itu lalu dia memeluk Elizabeth kemudian menariknya pergi. Beberapa remaja itu terheran, bagaimana bisa si buruk rupa memiliki seorang laki laki tampan bahkan menyayanginya. Di lihat dari pandangan matanya dan perlakuannya. Remaja berseragam itu tidak berani membantah lagi. Mereka sangat mengenal Kendrick, seorang preman yang menguasai pinggiran kota. Tentu saja hati mereka menciut. Bertanya tanya apakah hubungan Elizath dan lelaki itu?
Elizabeth senang sekaligus malu saat tangan kecilnya di tarik oleh Kendrick agar menjauhi dari kerumunan teman temannya.
"Jangan biarkan dirimu di bully, cobalah untuk melawan." Ucap Kendrick, mereka sudah tiba di rumah makan yang tidak jauh dari sekolah Elizabeth.
"Aku tidak apa apa."
Kendrick menyodorkan menu kepada Elizabeth.
"Aku tidak makan." Elizabeth tidak mau menyusahkan Kendrick dengan memesan makanan, dia tau Kendrick tidak memiliki uang lebih. Apalagi keadaan mereka sama sama hidup susah, menurut Elizabeth.
"Makanlah, aku yang membayar. Hari ini aku mendapatkan pekerjaan. Jadi kamu bisa sepuasnya makan."
Elizabeth menurutinya dan memesan salah satu menu yang termurah, menu andalan di rumah makan ini adalah menu Asia. Kendrick sangat menyukainya.
Mereka terlibat pembicaraan tentang kelanjutan setelah Elizabeth lulus sekolah nanti, Sebenarnya Elizabet sangat ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, hanya saja uang yang terkumpul hasil kerjanya sudah di minta mamanya untuk membantu biaya berobat kakaknya yang tengah berada di rumah sakit. Masalah dirinya semakin pelik, senyum di wajah Elizabeth tiba tiba memudar, dia tidak mungkin menceritakannya semakin dalam karena bagaimanapun juga Elizabeth baru saja mengenalnya. Kendrick menyadari perubahan sikap Elizabeth dan dia berusaha mengalihkan pembicaraannya.
"Apa rumah yang kemarin adalah tempat tinggal kamu?"
"Kamu mengikutiku?"
"Ya, maafkan aku. Aku hanya memastikan kamu sampai dengan aman."
"Mungkin kamu heran dengan rumah yang seperti itu, tetapi keadaanku seperti ini."
"Bukan bukan begitu. Maksudku..."
"Itu memang rumahku, dan aku lebih suka berpenampilan begini."
Kendrick cukup heran tapi mencoba menyembunyikan rasa keingintahuan. Saat mereka tengah asik mengobrol sebuah tepukan kencang di pundaknya mengagetkan Elizabet. Elizabeth sangat terkejut dan kepalanya menoleh untuk melihat siapa yang telah memeluknya.
Ternyata Eva, Elizabeth cukup panik, dia takut kalau Eva akan mengadukan dirinya kepada Luci.
Ketakutannya benar bemar terjadi dan benar saja Eva sudah memfoto dirinya.
"Aku akan mengadukanmu sama mama."
"Eva! Aku hanya makan dengan temanku."
"Teman? Sejak kapan kamu memiliki teman? Orang kumal bergaulnya dengan preman. Pantas sekali kalian."
Ucapan Eva Membuat hati Kendrick geram, otaknya memanas. Memang penampilannya buruk tetapi tidak kumal. Lain dengan Elizabeth. Kendrick mencekal leher Eva jari jari menekan otot pernafasannya. Kendrick menatap Eva seakan melihat kotoran sampah. Matanya memancarkan kemarahan.
"Sekali lagi kamu menghina wanitaku, kamu akan habis di dalam bak sampah." Suara Kendrick begitu menggema.
Bahkan semua mata melihat adegan itu, tetap saja meraka tidak mau ikut campur apalagi berurusan dengan Kendrick. Lelaki yang suka membuat gaduh.
Semoga suka, jangan lupa like and komen. Trimakasih😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments
Edah J
Ko Luci prilakunya gitu sih?😏
2023-03-04
0