Rambut hitam ikal tak terurus, kulit hitam kusam. Pipi yang bulat. Kakinya yang pendek. Terlihat sangat tak terurus.
Benar benar gadis yang kumal.
Kendrick melihat gadis itu dan berfikir, bagaimana bisa di jaman seperti ini ada seorang gadis masih terlihat sangat polos. Tanpa memakai bedak dan pewarna bibir. Tetapi Kendrick merasa ada sesuatu di balik kepolosan gadis ini. Walaupun kumal Kendrick dapat melihat kalau gadis ini sebenarnya manis.
"Trimakasih."
"Ya, bisakah aku pergi?" Tanya gadis itu, suaranya terdengar halus dan merdu.
"Bagaimana cara aku membalas kebaikan kamu?"
"Tidak usah, itu tidak penting. Cukup biarkan aku pergi saja. Karena masih ada yang harus aku kerjakan."
"Paling tidak beritahu aku namamu dan di mana kamu tinggal."
"Tidak! Kamu tidak usah seperti itu. Trimakasih saja sudah cukup." Ucap gadis itu setengah berteriak panik, bahkan Kendrik melihat wajah gadis itu dan terlihat ketakutan.
"Kendrick. Panggil aku Kend."
"Elizabeth Chloe. Panggil aku Eli."
"Jika suatu saat kamu menemukanku,kamu tidak usah segan segan memanggilku. Sekali lagi trimakasih Eli."
Eli menganggukkan kepalanya dan tersenyum, terlihat giginya yang berbaris kecil terlihat putih bersih, kontras dengan warna kulitnya. Eli merasa bahagia karena untuk yang pertama kalinya seorang lelaki berlaku baik kepadanya. Bahkan dirinya sempat menyesal kenapa dirinya tidak bertukar nomor telepon? Tetapi itupun tidak mungkin karena sebenarnya Kend tidak menawarkan hal itu. Akhirnya Eli merasa mungkin Kend bersikap seperti itu karena sudah merasa berhutang budi.
Eli akhirnya tersadar dari lamunanya, tidak mungkin dirinya bermimpi terlalu tinggi. Bukankah dirinya pantas di perlakukan tidak baik, bahkan dirinya merasa aneh jika ada orang berlaku baik untuknya.
Elizabeth berjalan di kegelapan malam. Setelah pulang kerja Elizabeth tidak mungkin santai dan tidur di rumah, dia harus membersihkan rumah dan belajar hingga pagi. Sudah banyak dia mengumpulkan uang demi bisa melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan. Ini adalah saat saat ujian kelulusan Elizabeth harus berjuang agar bisa di akui. Sebenarnya dirinya memiliki suara yang indah, hanya saja dirinya tidak dapat percaya diri jika harus menunjukkan bakatnya.
Gerimis hujan malam ini sangat lama. Beberapa kali Elizabeth mencoba menghindari cipratan mobil yang lewat akibat rodanya melelewati genangan air. Dia sudah tiba di depan gerbang rumahnya, rumah yang cukup luas dan asri. Banyak tanaman bunga yang indah hasil tanaman mamanya.
Kediaman James Chloe adalah papanya, seorang pejuang veteran yang lama pensiun. James tua, sangat menyayangi Elizabeth hanya saja James lebih takut kepada istrinya, di tambah James beda usia sangat jauh dengan istrinya.
Elizabeth membuka gerbang dan mulai berjalan memasuki halaman, Eli berjalan jinjit dengan ibu jari yang di tekankan di ujung sepatunya agar tidak mengeluarkan suara.
Elizabeth mengeluarkan kunci cadangan yang di simpannya di sebuah pot bunga. Memasukkan anak kunci itu dan memutarnya ke kanan. Hingga terdengar syara klik.
Elizabeth memutar handel pintu dan mendorongnya. Suasana cukup gelap tidak ada lampu yang meneranginya. Elizabeth masih berjalan mengendap endap hingga tiba tiba lampu ruang keluarga itu menyala terang, sinar lampu itu sangat menyilaukan matanya. Satu lengannya mencoba menutupi sinar lampu itu. Terlihat siluet seseorang yang tengah mengenakan piyama tidur berwarna cerah. Kulitnya yang putih dengan hidungnya yang mancung, pipi yang halus di tambah kakinya yang jenjang.
Ternyata mamanya menatapnya dengan pandangan sinis. Usia mamanya yang tidak muda lagi tetapi kecantikannya mengalahkan semua wanita seusianya bahkan wanita yang lebih muda. Luci Chloe berdiri di anak tangga terakhir. Luci Chloe adalah ibu kandung Elizabeth.
"Mama aku..."
Tanpa berkata apa apa Luci menuruni tangga dan menarik rambut Elizabeth ke kamar mandi, mengguyurnya dengan air dingin berkali kali dari ujung rambut sampai ke kaki. Elizabeth tidak bisa bernapas, mulut kecilnya terbuka lebar demi menghirup udara.
Ke dua tangannya berusaha meraih tangan Luci dan memohon menghentikan kekerasan itu.
"Mama maafkan Eli, Eli berjanji tidak akan mengulanginya lagi."
"Kamu tau kesalahanmu?"
"Karena Eli pulang terlambat. Mama tolong hentikan." Ucap Elizabeth sambil menangis. James papanya keluar dari kamarnya mendengar tangisan putrinya, berjalan pelan pelan, tubuhnya sudah tidak sekuat dulu. James menaiki tangga dan menuju kamar putrinya yang lebih pantas di namakan gudang. Tetapi ternyata suara itu tidak berasal dari kamar ini. James mengikuti suara tangisan Elizabeth, dan mendapati putrinya di siksa oleh Luci istrinya.
Mengetahui kedatangan James, Luci menghentikan perbuatannya dan membanting gayung mandi ke hadapan James.
James menarik tubuh putrinya yang kedinginan untuk keluar dari kamar mandi, memberikan handuk kering dan meninggalkannya sejenak. Elizabeth mengeringkan tubuhnya yang basah kuyub. Dan mengganti baju basah dengan baju tidur seadanya. Kemudian dia duduk di kursi dekat jendela kamar sambil mengeringkan rambutnya.
Matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Sesekali terdengar isakan dari mulutnya.
James memasuki kamar putrinya dan merebut handuk kumal itu kemudian mengeringkan rambut putrinya, mata James mengeluarkan air mata. James berusaha menahan itu agar Eli tak melihatnya.
"Kenapa seperti ini pa?"
James menghentikan gerakan tangannya, mengepal handuk kumal itu dengan keras. Dia tidak tau lagi harus mengatakan apa pada Eli. Karena jawaban yang di berikannya selama ini adalah kebenaran dan bukan bohong.
"Kalau memang aku putri kalian kenapa aku di perlakukan berbeda?"
"Eli! Jangan berkata begitu. Kamu memang benar putriku."
"Bagaimana dengan Eva dan Diego? Kenapa meraka di perlakukan istimewa?"
"Karena Diego sakit."
"Lalu Eva?"
"Tentang Eva...karena ..."
"Papa keluarlah dari kamarku. Beri waktu buatku untuk sendiri."
Berkali kali pertanyaan yang sama di ajukan ke papanya, tetapi jawabannya selalu sama. Mereka mengatakan Eli putri kandungnya, tetapi perlakuan mereka berbeda.
Elizabeth mendengus kesal, dirinya cukup kebal di perlakukan seperti ini. Paling tidak masih ada papanya dan Diego yang menyayanginya. Hanya saja Diego sekarang lebih sering menginap di rumah sakit karena sakit asmanya yang sangat parah. Beda usia Elizabeth dan Diego hanya terpaut satu tahun Eli adalah anak terakhir keluarga Chloe.
Elizabeth menatap gelapnya malam dengan hati yang rapuh, kalau saja dia tidak mengingat masih ada dua orang yang masih sangat menyayanginya Eli lebih memilih pergi dari rumah ini.
Keluarga Elizabeth bukanlah tergolong miskin. Bahkan Eva kakak pertamanya beda usia lima tahun kuliah di kampus yang tergolong mahal. Bahkan mobil satu satunya milik papanya di kuasai oleh Eva.
Berbanding terbalik apa yang di alami oleh Elizabeth. Elizabeth harus berjuang sendiri untuk membayar sekolahnya, bahkan kebutuhan dirinyapun bukanlah pemberian dari Luci Chloe ataupun James Chloe.
Bahkan kadang kala Luci meminta uang hasil kerjanya untuk membantu biaya pengobatan Diego. Bukankah ini lucu? Di tambah Luci sering merinci biaya hidup Elizabrth selama dirinya di besarkan. Selalu seperti ini. Saat ini Eli tidak tau letak kesalahannya di mana. Diego selalu menenangkannya agar bersabar dan mengatakan kalau mama lelah dan capek.
Capek? Capek apa, yang lebih pantas di katakan kepala rumah tangga di sini adalah dirinya. Setiap hari memasak dan merapikan rumah. Memastikan semua dapat berjalan baik. Apa yang salah dengannya?
Trimakasih yang sudah meninggalkan jejaknya. Dan semiga anda selalu sehat dan sukses. 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 241 Episodes
Comments
Edah J
Kendrick dan Elizabeth jalan hidupnya sama"pahit dan getir 😢
2023-03-04
0