Become A Human In Another World
Namaku Yami Ayama. Seorang murid SMA yang sangat membosankan. Hobiku hanya membaca, mencari ilmu ilmu yang belum kuketahui, dan tujuanku hanya satu. Memiliki semua ilmu yang ada di dunia. Sifatku? Bisa dibilang aku adalah orang yang serakah, apatis, dan aneh. Jadi lebih baik tidak berurusan denganku apapun yang terjadi.
“He! He!! Yami!! Bukan begitu salam perkenalan yang kuajarkan! Itu memberi kesan seperti bukannya kamu ingin berteman tapi justru memberinya peringatan agar tidak mendekatimu! Ahh! Kau ini! Apa yang harus kulakukan agar kau bisa hidup seperti anak SMA yang wajar?!” teriak seorang laki laki, yang dengan cepat tergetok buku seorang guru.
“Diamlah, Shino! Ini perpustakaan, bukan kantin! Kalau kalian berisik lagi, keluar saja sana!”
“Ahh, Bu Kaila kah? Ayolah bu, apakah ibu tidak prihatin dengan nasib anak didik ibu yang kehidupannya parah tak bisa dibenarkan bagaikan besi yang sudah bengkok? Tidak kasihankah ibu padanya? Lihatlah pancaran matanya yang berisi kekosongan belaka, dan tidak teralihkan dari buku yang seharusnya tidak dia baca?” Shino mulai merangkulku, melihatkan wajah memelasnya pada Bu Kaila, entah untuk tujuan apa.
Suasana menjadi hening sesaat. Aku melirik ke arah Bu Kaila. Sepertinya dia mulai terpengaruh.
Sedangkan Shino, membuat mimik wajahnya menjadi lebih “imut” lagi, yang sebenarnya membuatnya menjadi menjijikkan.
Melihat kami berdua, entah kenapa ibu guru itu menurut. Ahh! Ak jadi harus mengikuti permintaan aneh si Shino.
Shino Kazegane, salah satu orang yang terlihat peduli denganku, entah apa alasan yang mendasari perbuatannya, tapi aku sebenarnya tidak terlalu masalah untuk selalu sendirian. Asalkan ada sesuatu yang bisa kupelajari, aku tidak masalah.
Tapi, hal yang sulit adalah apa yang dapat kupelajari darinya. Bwah! Aku mulai membayangkan hal aneh. Tolong ganti topiknya.
Shino sendiri adalah orang yang cukup terkenal di kelas kami. Yaah, dengan perawakannya dan pembawaannya yang seperti itu, serta kepercayaan diri tingkat tingginya, pastinya dengan mudah dia mendapatkan teman.
Dan dia -sebenarnya semua orang- selalu menyebutku solo player. Apalagi kalau bukan karena aku adalah penyendiri?
Bukannya aku tidak punya teman. Aku hanya melakukan semuanya dengan efisien. Teman? Apakah keuntungannya?
Selama aku bisa mendapatkan ilmu baru, mungkin itu bermanfaat. Tapi menurut pengamatanku, berteman hanya menghabiskan waktu.
Contohnya saja, ketika kalian diajak berpergian, semisal untuk menonton sebuah film di bioskop, apakah pelajaran yang kalian dapat? Mungkin hiburan? Atau mungkin nilai nilai kehidupan?
Setidaknya aku tidak terlalu peduli dengan hal itu. Karena, aku hanya tertarik dengan ilmu pengetahuan, setidaknya untuk saat ini.
Itulah kenapa aku cukup dekat dengan guru ilmu pengetahuan kami, Bu Kaila Erliana.
Kaila Erliana, seorang wali kelas sekaligus guru ilmu pengetahuan di kelasku. Dia masih muda, mungkin berumur sekitar 20 an, hanya saja tubuhnya yang kecil dan pendek membuatnya seperti masih seperti adik kelas kami.
Dia orang yang baik, pengertian terhadap semua muridnya, namun agak ceroboh dan sensitif ketika disinggung tentang umurnya.
Yaah, ketika aku mengatakan 20 an, maksudnya dia umur 26, dan dia menganggap bahwa 26 sudah sangat mendekati umur 30, dan sepertinya pernah kudengar ada beberapa wanita yang takut tidak bisa menikah karena sudah berumur 30 ke atas. Mungkin saja guruku salah satunya.
“Walau bego, temanmu satu ini kali ini benar. Paling tidak, kamu harus membersihkan kepalamu dari buku buku itu,” Bu Kaila tiba tiba menjawab. Suasana hening sesaat.
“Emm, ehh, itu, kalau kamu ga keberatan juga bisa aku temenin nanti hari Minggu, supaya kamu ga kesulitan. Walaupun kerjaanku banyak, tapi yahh, untuk Yami apa sih yang enggak. Kyaa!!!” lanjutnya sambil menggerakkan tangannya dan melirik-lirik ke arahku.
Rasanya aneh, dan aura aneh rasanya tiba tiba mengelingiku.
“Hii! Mampus dah!” aku segera berpaling ke arah Shino sambil mencoba menahan Ibu Kaila yan sudah tampak seperti vampir yang akan menghisap darahku. Shino hanya tersenyum pelan dan tidak melakukan apapun.
Tapi, sepertinya melihat apa yang dilakukan bu Kaila lama kelamaan membuatnya sedikit kaget atau takut. Entah apa yang dipancarkan di wajahnya.
“Tidak tidak! Saya paham yang ibu maksudkan. Saya paham saya paham! Karena merepotkan anda, jadi tidak usah saja. Saya juga tidak mau terus merepotkan anda.” Kataku tiba tiba dengan menggunakan logat formal.
“Oh! Baiklah!” katanya seraya segera menjauh. Aku dan Shino mengambil nafas lega. Aku kembali menoleh ke arah Shino, dan segera tersenyum mengingat apa yang terjadi tadi.
Yaah, mungkin ada untungnya dia selalu mengikutiku. Aku tidak merasa kesepian. Walaupun jika aku merasa sepi, aku bisa membaca beberapa manga, buku sains atau mungkin novel sains fiction untuk menghabiskan waktu.
Lagipula, di perpustakaan ini merupakan tempat terbaik yang pernah ada. Setidaknya bagiku.
Menghela nafas, aku menidurkan badanku ke karpet. Udara dingin melewatiku. AC bekerja dengan cukup baik hingga mampu mendinginkan seluruh ruangan ini. Aku tiba tiba memikirkan sesuatu hal.
“Nah Shino, apakah ada yang salah dengan kehidupanku?” tanyaku tiba-tiba.
“HAHH! KAU BARU TANYA ITU SEKARANG?” Shino tiba tiba berdiri dan mengepalkan tangannya kedepan sambil berteriak sangat keras. Kaget, aku segera menoleh ke arah bangku para guru. Kulihat bu Kaila tidak ada. Hufft. Hah?! Tidak ada?! Jangan bercanda!
Dan tiba tiba, hembusan angin dingin membuatku merinding. Perlahan, aku menoleh ke belakang Shino.
“Ahh! Sepertinya sudah waktunya kami keluar.” Kataku sambil segera bediri.
“Benar juga kamu Yami, aku juga-“
“He he he, kalian tidak perlu repot repot berjalan keluar,” bu Kaila sepertinya dalam attack mode.
“Ugh, sakit.”
“Sudah kubilang jangan berisik!” bu Kaila melemparkan kami berdua keluar, dan BRAKK! Pintu perpustakaan pun tertutup rapat dengan kerasnya, meninggalkan kami berdua di luar.
Itulah Ibu Kaila. Asyik namun tegas pada muridnya. Sayangnya ketika dia marah, dia sama mengerikannya dengan dewa kematian kau tahu?
“Ha ha!” Shino tertawa. Dia mengalihkan pandangan dariku, seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Hei, Yami. Kau mengangap pertemanan kita dan hal lainnya hanya pelajaran hidup belaka kan?"
"Aku mengerti jika kamu tidak “tertarik” untuk mengetahuinya atau mungkin belajar darinya. Hanya saja, di dunia ini ada banyak sekali pelajaran yang sebenarnya tidak boleh kau lewatkan,” dia menepuk pundakku dua kali dan segera berdiri dan berkacak pinggang.
Aku menatap langit, sambil menghela nafas, tidak menjawabnya.
“Pelajaran hidup, kah?” tanyaku pelan.
“Ya! Kamu memang pintar. Kuakui mungkin kamu adalah siswa SMA yang pling pintar yang pernah aku temui. Tapi, di dunia ini bukan hanya ada satu jenis “kecerdasan”."
"Dan kau tahu? Kecerdasan bukan hanya dihitung dari kemampuan akademisnya saja, tapi bagaimana cara dia menyelesaikan masalah. Oleh karena itu ada banyak orang yang menipu dan ditipu. Dan yang pasti, kau adalah orang yang ditipu,” lanjutnya panjang lebar. Aku menunduk.
“Hmm!” aku menggumam pelan. Apapun itu, itulah pandangan Shino. Walaupun benci megakuinya, dia mampu mengamati keadaan seseorang dengan mudah. Atau biasa sering disebut dengan psikolog.
Aku memang tidak punya pengalaman seperti itu, dan semua yang dia katakan benar. Tapi, dengan diriku yang sekarang, apakah aku masih berhak mengharapkannya?
Setelah aku menolaknya, setelah aku berpaling darinya, apakah aku masih berhak mengharapkannya kembali?
Tidak. Walaupun aku senang dengan kehidupanku, tapi tetap saja, ini juga merupakan hukuman bagiku.
"Kau tahu? Kehidupan adalah game tersulit yang pernah ada. Ini bukanlah manga, film, atau kartun!" dia menarik nafas.
"Hidup ini keras, tapi kau tak pernah tahu karena selalu menolak mengetahuinya. Mungkin kau tahu beberapa, tapi itu hanya secuil dari kebenaran yang ada, kau tahu?" kini dia sedikit menekankan bahasanya.
“Jadi, kapan kamu mau belajar mengenai kerasnya kehidupan?” Shino sepertinya mengulang pertanyaannya.
Angin berhembus cukup kuat, meniup rambutku seakan mendesakku untuk segera mengatakan jawabannya.
Aku berdiri, kembali menatap langit.
“Mungkin, di kehidupan seanjutnya.” Jawabku.
“Ha ha ha! Sudah kuduga kau akan menjawab seperti itu! Karena kamu adalah orang yang serakah, apatis, dan aneh kan?!” Shino merangkul leherku.
Aku tersenyum pelan. Yah, karena aku hidup juga sih, pastinya hal itu akan kudapatkan perlahan.
“Ilmu kehidupan” ya! Aku pasti mendapatkannya. Walau tidak sekarang, aku tahu kalau itu aku, aku pasti bisa. Apa salahnya memiliki kepercayaan diri tinggi, bukan?
Angin kembali berhembus pelan, menerbangkan daun daun kering. Sepertinya angin ini seperti mengikutiku.
Padahal secara ilmiah, angin adalah udara yang bergerak dikarenakan perbedaan tekanan udara. Tapi rasanya seperti selalu mengikutiku dan mengantarkanku pada benang merah takdir.
“Apa yang kalian lakukan disini?” tanya seseorang. Perempuan, dari suaranya aku kenal.
Yah aku bisa menebak karena tidak banyak perempuan, atau bahkan hampir mustahil ada yang mengenalku-maksudku bukannya aku tidak mengenal mereka tapi memang hanya satu dari mereka yang mengenalku.
“Heii! Apa yang sedang kalian lakukan hah?!” kali ini nadanya meninggi. Langkah kakinya terdengar berjalan, namun dia mempercepat jalannya.
“Ahh, dalam 2 detik lagi, dia akan sampai tepat di depan kami.” Batinku. Shina Kazegane, adik kembar Shino.
Yaahh, itulah yang meyebabkan nama mereka mirip, serta hari kelahiran mereka sama. hanya saja, Shina lahir lebih lambat dari Shino.
Dia adalah orang kedua, mungkin tidak bisa disebut demikian karena sejatinya Shino dan Shina bisa dibilang 1-karena mereka kembar dan tidak bisa dibilang orang yang berbeda.
Dia orang yang cantik, dengan aura elegan yang selalu melekat padanya apapun yang dia pakai. Rambutnya panjang, dengan warna pirang sama seperti Shino yang menambah kesan manis padanya.
“Oi Yami! Kau baik baik saja?” tanyanya sambil berkacak pinggang, mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku hanya diam, menanggapi dengan datar.
Tiba tiba, raut wajahnya berubah, dan dia segera menarik mundur wajahnya. Beberapa detik kemudian, aku merasa canggung.
“Yo Shina! Kami baru saja diusir dari perpustakaan! Bagaimana?” jawab Shino santai.
“Uhh! Pasti ini salahnya kakak kan?” Shina menanggapi dengan ekspresi muka yang dibuat cemberut.
“Tidak tidak! Aku hanya mencoba menolong Yami dari hidupnya sendiri,”
“Memang benar sih, kau terlalu mengabdi kepada ilmu. Kerja bagus kak! Lakukan saja terus sampai dia bisa sadar!”
“Oi oi! Kok?” kini Shina mendukung kakaknya yang aneh itu sambil mengacungkan jempolnya.
Aku menunduk dengan bayang bayang hitam dia atas kepalaku bagaikan kumpulan kekesalanku selama ini. Aku menghela nafas, kini pasrah terhadap apa yang akan mereka lakukan sekarang.
Mereka tampak sedang membicarakan sesuatu. Aku tersenyum, entah kenapa, aku merasa senang ketika mereka memperhatikan ku.
“Yosh! Sudah diputuskan! Sepulang sekolah ini, kita akan pergi jalan ke pusat kota! Kami akan sedkit memeberikan pelajaran tentang “ilmu kehiidupan” kepadamu!” teriaknya senang.
“Baiklah baiklah. Aku hanya tinggal ikut saja kan? Lagipula, aku juga tidak diberi hak untk menolak,” jawabku sedikit terpaksa.
“Baguslah kamu sudah tahu!” kini Shina menimpali.
***
Bel pulang sekolah berbunyi, guru pelajaran kami pun keluar ruangan. Matahari berubah menyorot dari jendala di sebelahku, tepat mengarahku karena sekarang sudah sekitar pukul 3 sore.
Shina segera menghampiri mejaku, menyeretku hingga tidak menyisakan waktu atau tempat bagiku untuk pergi. Atau mungkin memang itu maksudnya.
Aku hanya berjalan dengan malas, mengikuti Shino dan berjalan bersebelahan dengan Shina.
“Kita mau kemana?” tanyaku.
“Hmm, bagaimana kalau kita nonton bioskop? Sudah lama kita tida nonton bersama, bertiga.” Shino langsung menjawab dengan antusias. Eh? Sudah lama? Oh ya aku memang pernah melakukan hal ini sebelumnya. Aku hanya menurut.
***
“Film nya ga bisa ditebak banget! Ga ku sangka si heroine nya menghianati tokoh utamanya! Tapi akhirnya dia ternyata melakukan itu demi protagonisnya juga ya! Tapi aku puas juga sih, masalahnya happy ending!” teriak Shina yang memang sangat suka menonton film.
Aku mengkuti di belakangnya sambil mengingat film tadi. Apa yang bisa kupelajari dari film tadi, ya? Mungkin jangan mudah terhasut orang lain? Ya, mungkin. Aku hanya mengangguk pelan.
Setelah itu, kami melanjutkan perjalan kami ke game center. Dan entah apa yang terjadi, mereka menyeretku ke dalam mesin foto, dan mengajakku foto bersama.
“Ya! Sekarang, ayo kta cari tempat makan!” ajak Shino. Acara penyiksaan di game center sudah selesai. Aku menoleh ke sekitar. Kawasan yang cukup, bahkan bisa dibilang ramai.
Tapi bangunannya tidak ada yang kecil. Semuanya minimal berbentuk gedung setinggi 3 lantai. Ada beberapa mall, game center yang tadi, bahkan ada toko perhiasan.
“Ayo kesana!” Shina menunjuk sebuah tempat di atas toko perhiasan yang barusan kulihat. Gedung tiga lantai, namun sepertinya hanya 2 yang terpakai karena antai atasnya gelap.
Angin berhebus, meniup rambutku, bagai membisikkan sesuatu. Aku tidak sempat, atau tidak akan pernah menyadarinya.
Aku sedikit tertegun hingga aku tak bergerak sedikitpun walaupun ditarik Shina. Shina berlari, menarik tangan kami berdua.
“Shina! Hati hati!” tepat setelah Shino diam, dia terjatuh. Aku pun segera tersadar dari lamunanku.
“Apa kamu baik baik saja, Shina? Bagaimana dengan kakimu?” tanyaku. Walau begitu, aku tahu kakinya pasti 90% terkilir. Jika tidak, dia tidak mugkin begitu menahan sakit. Aku sedikit khawatir.
“Tidak tidak. Aku tidak apa apa. Ayo kita naik!” lanjutya.
Kami naik, ke lantai 2, dan dengan segera mengambil tempat duduk dekat dengan jendela.
Cukup nyaman, ketika akhirnya seorang pelayan mendatangi kami. Dan kami bertiga serempak membeli 3 mangkok mie, entah kenapa kami membelinya.
Nuansa sore hari yang indah, bagai aku tak mau melepaskannya. Aku menarik nafas panjang, menikmati ini.
“Hei, bagaimana? Apa kamu belajar sesuatu?” tanya Shino yang duduk di seberangku.
“Ya ya! Bagaimana degan film yang kita tonton?” kini Shina antusias.
“Yahh, aku menikmatinya karena aku sudah membayar cukup banyak untuk itu. Selain itu, aku juga memiliki janji lain…” aku menunduk kebawah, tak sanggup mengatakanya.
Pasti karakterku yang sekarang tidak akan cocok mengatakan hal seperti itu. Gumamku dalam hati hampir tertawa.
“Yahh, selama kamu menikmatinya aku tidak masalah.” Jawab Shino.
“Sudah lama sekali, ya? Sejak terakhir kali kita pergi bersama, bertiga? Terakhir itu kapan ya? 3 tahun lalu kalau tidak salah, ketika kita SMP. Yahh, mau bagaimana lagi. Yami memang terlalu sulit untuk dibujuk keluar. Ha ha ha!” Shino tertawa keras. Aku tersenyum melihat tingkahnya itu.
“Eh, Yami tersenyum!” kata Shina tiba tiba.
“Tidak sopan! Aku juga manusia yang bisa tersenyum, tahu!” teriakku.
“Baiklah baiklah! Kalau begitu, aku pamit untuk ke toilet sebentar ya!” Shina pergi, namun dengan jalan yang agak tertatih tatih. Aku kembali menjadi khawatir padanya.
Setelah dia benar benar meghilang dari pandanganku, aku mengalihkan pandanganku ke jendela, ketika tiba tiba Shino menggebrak meja.
“Nah! Kamu sudah sedikit belajar mengenai kehidupan yang sebenarnya bukan?" dia berteriak cukup keras.
"Ya, tidak seperti yang kamu katakan kemarin, "kehidupan" tidak semengerikan itu. Kataku tetap menghadap jendela.
"Ahh, kalau itu, kau baru melihat sisi baik kehidupan," dia menggaruk garuk pelipisnya menggunakan telunjuk sambil mencoba melihat ke arah lain.
"Bukan itu yang ingin ku bahas! Kini, kita akan membahas yang lebih serius. Kali ini tentang perasaan.” Katanya menggebrak meja, lalu berdiri. Aku hanya diam.
“Maksudmu?”
“Yahh, bagaimana menurutmu adikku? Dia sangat cantik bukan?”
“Y-Ya, dia memang sangat cantik dan anggun.” Jawabku terbata bata. Eh! Kenapa mulutku susah bicara? Aku yakin pasti aku sedang sakit!
“Yah! Itu karena dia memang kembaranku! Ha ha ha!”
“Toong hentikan! Membayangkannya membuatku mual tahu!” aku bergidik.
“Nah, itu semua, kasih sayang itu semua, seperti kamu pada orang tuamu, aku kepada adikku, serta Bu Kaila pada semua muridnya, itu semua dinamakan “cinta” yang semua terhubung pada perasaan seseorang."
"Dan perasaan ini lebih kuat daripada apapun. Semakin kuat perasaan, semakin kuat hati seseorang, maka akan semakin kuat pula orang itu,” dia duduk, kemudian menghadap ke atas, melihat langit langit
“Semakin kuat hatimu, semakin kuat dirimu?” tanyaku pelan sambil memalingkan wajahku melihat ke luar jendela.
Keadaan kota yang tenang, serta hari yang mulai berganti malam membuat suasana semakin serius. Aku menghela nafas.
“Jadi, karena itu. Kapan kamu akan mempelajari tentang perasaan? Kapan kamu akan belajar tentang manusia? Kapan kamu akan belajar menjadi… teman?”
Aku yang masih menghadap jedela sediit tersentak, rasanya kaget, sedih, marah bercampur dalam diriku.
Aku tidak berani menghadap Shino. Serasa air mataku akan menetes. Suasana sedikit canggung menggangguku.
Setelah itu, aku melihat 3 buah mobil van dari kejauhan melaju kencang, yang jalannya tidak beraturan dan berhenti dengan cara yang tidak sopan di depan tempat parkir toko ini.
Salah seorang turun dengan tergesa gesa segera berhenti di depan pertokoan ini, dan mengisyaratkan orang lain untuk mengikutinya. Seketika, beberapa orang segera keluar dari mobil itu, membawa senjata api.
“Eh?!” aku tak percaya apa yang aku lihat ketika seseorang melemparkan benda ke arah kami.
Bisakah kau mempercayainya ketika aku mengatakan bahwa sebuah bola berwana emas meluncur cepat, diarahkan ke kaca sebelahku?
Dan percayakah kalian jika aku mengatakan itu adalah granat tangan?! Jangan bercanda! Seketika waktu seperti melambat dan tapa pikir panjang aku segera berteriak.
“Semuanya! Tiarap!” teriakku seketika dan, DUAARR!!
Ledakkannya cukup, bahkan bisa disebut sangat besar. Aku hampir tidak bisa mendengar apapun, aku juga tidak bisa melihat apapun.
Seluruh ruangan kini penuh dengan asap dan abu bekas ledakan tadi. Pandanganku sedikit kabur, sedangkan telingaku seperti mati rasa.
“Apa yang sebenarnya terjadi?!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 263 Episodes
Comments
resni
laki ,cewek ,ben'cong nih Thor yg jelas lh jgn namanya Yami mcnya cowok ya ben'cong tau
2022-12-07
0
Surya Putra
Di bioskop abis nonton alur cerita AOT dari awal sampe tamat, wkwkwk
2022-01-29
2
DNK • SLOTH SINN
bagus thor mungkin jadi novel favoritku
2022-01-09
0