Bab 13

Sepanjang perjalanan, Kania hanya diam sambil menatap jalanan. Shaka sedang bersama Bu Vanya yang menemani mereka untuk mengikuti lomba. Anak itu sangat aktif bertanya tentang hal-hal yang baru dia lihat di sepanjang perjalanan.

Untung saja Bu Vanya penyabar. Dia begitu sabar menjawab satu persatu pertanyaan yang meluncur dari bibir mungil Shaka.

Waktu terus berputar. Roda terus berjalan. Sebentar lagi mereka akan masuk ke kota Surabaya.

Tak sampai sepuluh menit, mobil yang di kendarai oleh Pak Sukir selaku sopir keluarga Bram dan Hanum, sudah memasuki kota Surabaya.

Bayangan-bayangan masa lalu terlintas begitu saja di otak Kania.

Malam itu, di saat lelaki yang tak bertanggungjawab telah merenggut mahkotanya dan berujung dengan hari-hari buruk Kania setelahnya.

Kemarahan orangtuanya saat mengetahui dirinya hamil tanpa tahu siapa pelakunya. Hujan deras dan jembatan itu. Semua masih terekam jelas di otaknya.

Apa kabar bapak dan ibu sekarang? Tristan? Kalian apa kabar?

Aku rindu. Aku sangat merindukan kalian.

Aku ingin kembali, memeluk kalian lagi seperti dulu. Tapi aku takut. Aku takut bapak dan ibu masih marah. Aku takut kalian masih menolakku jika aku datang kembali.

Bapak, ibu... Cucu kalian sudah besar, sekarang.

Cucu kalian aku bawa datang ke Surabaya.

Harusnya dia bisa memeluk kalian. Tapi karena kesalahanku, dia tidak bisa bertemu dengan kalian.

Air mata Kania berjatuhan. Tanpa sadar, bibirnya terisak pelan. Hatinya terasa sesak mengingat semua yang terjadi lima tahun yang lalu. Juga karena rasa rindunya kepada keluarganya yang sudah menggebu.

"Bu Kania baik-baik saja?"

Kania terperanjat. Dia lupa kalau dia tidak sendiri di dalam mobil sehingga dia terlalu larut dalam lamunannya.

Dengan cepat Kania mengusap air matanya. Bibirnya mencoba untuk menerbitkan sebuah senyuman meskipun terasa aneh. "Saya baik kok, Bu. Tidak ada masalah."

Untung saja Shaka sedang tertidur lelap. Jadi Kania bisa terhindar dari pertanyaan-pertanyaan Shaka yang terkadang membuat Kania tak bisa berkata-kata.

Bu Vanya juga tipe orang yang tidak ingin tahu terlalu dalam masalah orang lain. Sebab itu dia kembali terdiam saat Kania mengatakan bahwa dirinya tidak apa-apa.

***

"Selamat datang, Kania dan Shaka. Bagaimana perjalanan kalian?" Hanum memberi sambutan saat Kania dan Shaka baru saja sampai di penginapan yang sudah menyambutnya di lobi hotel tempat Kania dan Shaka akan menginap beberapa hari ke depan.

Kania tersenyum lembut. Tangan Shaka juga langsung menyalami tangan Hanum lalu menciumnya tanpa di perintah terlebih dahulu. "Alhamdulillah, Bu, lancar."

"Tadi Shaka juga lihat ada patung buaya yang besar, Bu. Namanya patung Sura dan Baya, ya, Bu?" Shaka menatap Bu Vanya dengan tatapan penuh tanya.

"Iya, sayang," jawab Bu Vanya seraya mengusap kepala Shaka dengan penuh sayang.

"Oh, ya?" balas Hanum dengan antusias dan di benarkan oleh Shaka. "Shaka tahu nggak asal usul patung buaya itu?"

"Tahu, dong, Bu. Tadi Bu Vanya udah cerita."

"Apa, dong kalau Shaka beneran udah tahu?'

"Patung Sura dan Buaya merupakan simbol dari kawasan berjuluk kota pahlawan ini. Nama kata Surabaya sendiri berasal dari dua hewan yakni Sura yang memiliki arti hiu dan baya yang berarti buaya. Konon hal itu dikaitkan dengan kisah perkelahian hidup dan mati antara Adipati Jayengrono yang menguasai ilmu buaya dan Sawunggaling yang menguasai ilmu sura."

Vanya, Kania, dan Hanum terperangah tak percaya mendengar penjelasan Shaka yang begitu rinci. Padahal, Vanya hanya menjelaskan sekali saja. Itupun dalam keadaan Shaka masih mengantuk karena baru terbangun dari tidurnya.

Bahkan Kania yang sudah dewasa saja belum begitu paham dengan asal usul patung tersebut. Namun anaknya yang baru empat tahun bisa mengingat dengan jelas dan detail penjelasan yang di berikan oleh Vanya.

"Wah, pintar sekali kamu, Nak." Hanum memuji Shaka.

Lihatlah, Devan. Anak kamu sangat cerdas seperti kamu, batin Hanum.

"Ya, sudah. Masuk dulu, ya. Kalian istirahat dulu. Nanti sore kalau mau jalan-jalan tinggal bilang ke Pak Sukir. Besok pagi baru ke panti asuhan untuk lomba."

Hanum mempersilahkan tamunya untuk masuk ke dalam hotel dan meminta pelayan hotel untuk menunjukkan kamar mereka sekaligus membawakan barang-barang mereka.

Sepeninggal Kania dan Shaka yang sudah masuk ke dalam lift, Devan datang berniat mengejar mereka dan melewati Hanum begitu saja.

"Eits!!" Hanum menarik kerah jas yang di kenakan oleh Devan. "Mau kemana?" tanya Hanum dengan garang.

"Apa, sih, Ma? Mau ketemu anakku."

"Nggak ada." Hanum menarik tangan Devan dan mengajaknya untuk kembali masuk ke dalam mobil. "Ayo masuk mobil."

Devan menghela napas dengan kasar. "Ma, anakku udah di depan mata. Dan aku mau ketemu dia."

"Mama bilang belum waktunya, Devan! Bisa nurut sama Mama enggak? Atau yang kata kamu Abang jago itu Mama potong lagi biar tahu rasa kamu!"

"Jangan dong, Ma. Dia inti dari calon penerus Mama dan Papa selanjutnya setelah Shaka."

"Ih, emang paling bisa jawab omongan Mama kamu tuh." Dengan kerasnya Hanum menjewer telinga Devan membuat Devan berteriak kesakitan.

Untung saja mereka sudah ada di dalam mobil. Jadi tidak ada yang memperhatikan ibu dan anak tersebut berdebat.

🌼🌼🌼

[ Aku di hotel garden flower, Ram.]

Sebuah pesan dikirimkan untuk Rama. Mengabari Rama kalau dirinya dan Shaka sudah sampai di Surabaya satu jam yang lalu.

( Nama hotel fiktif, ya. )

^^^[ Oke. Mau jalan-jalan sebentar? Ajak Shaka mengenal kampung halamannya. ]^^^

Kania menimbang-nimbang ucapan Rama. Ingin rasanya dia bernostalgia, menikmati keramaian kota Surabaya di malam hari.

[ Oke. ]

Kania segera membersihkan dirinya dan mengganti baju Shaka. Anak itu terlihat sangat antusias saat mendengar Om kesayangannya akan mengajaknya jalan-jalan.

Meninggalkan Vanya sendiri di hotel, Kania dan Shaka segera turun ke lobby hotel karena Rama sudah menunggu di sana.

Kania sempat terpana melihat penampilan Rama yang terlihat santai. Dan tentu saja menambah kadar ketampanannya.

Kaos berwarna maroon dan jaket kulit berwarna hitam membalut tubuhnya. Kacamata hitam bertengger manis di atas hidungnya. Bersandar pada mobil dan bersedekap sambil menatap Kania dan Shaka yang berjalan mendekati Rama.

Oke. Biarkan pujian untuk Rama itu di simpan sendiri oleh Kania. Kalau sampai Kania mengatakan secara terang-terangan pada Rama, orang itu akan besar kepala nantinya.

"Hai, boy! Sampai juga di Surabaya." Rama langsung mengangkat tubuh gembul Shaka ke dalam gendongannya.

Shaka memekik bahagia. "Hai, Om. Kita mau jalan-jalan, ya?"

"Iya, dong. Shaka sudah siap?"

"Siap, Om." Shaka tertawa riang. "Yee... Jalan-jalan," ucapnya riang sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.

Kania dan Rama tertawa kecil melihat tingkah Shaka.

***

Sebelumnya, perjalanan terasa biasa saja. Kania begitu menikmati keramaian kota Surabaya di sore hari yang selalu ramai karena sudah jam pulang kerja.

Tapi, setelah tiga puluh menit perjalanan, mobil Rama mulai memasuki kawasan yang sangat di kenali oleh Kania.

Kania panik, dia meminta Rama untuk menghentikan mobilnya. Namun hanya di balas dengan tatapan mata Rama yang seolah memintanya untuk diam.

"Buat apa, Rama? Aku belum siap."

"Kita mau kemana, Om?" Shaka ingin tahu.

"Sebentar ya, Shaka. Habis ini kita jalan-jalan di alun-alun naik mobil remote."

"Oke, Om."

Begitu mudah mengalihkan perhatian anak sekecil Shaka. Dia tak banyak bertanya lagi kemana Rama akan membawanya dan ibunya pergi.

Mobil Rama berhenti di jalan yang ada depan sebuah rumah yang berhalaman luas. Di teras rumah tersebut, ada sepasang suami istri yang tengah mengobrol sambil menikmati makanan dan minuman yang entah itu apa. Kania dan Rama tidak tahu.

"Tidak perlu turun kalau memang belum siap. Lihat mereka dari sini untuk mengobati rasa rindumu."

Air mata Kania berjatuhan. Rasanya ingin berlari dan memeluk kedua orangtuanya. Kania sangat merindukan mereka. Ingin kembali berada di tengah-tengah mereka.

Bapak, ibu, Kania kangen.

Tidakkah kalian mengingatku, Pak, Bu?

Anakmu ada di sini, di dekat kalian bersama cucu kalian.

Kania rindu, Pak, Bu.

Rama menggenggam tangan Kania untuk menguatkan Kania. Ingin rasanya Rama merengkuh Kania untuk masuk ke dalam pelukannya. Namun segera dia urungkan, takut Kania tidak nyaman.

Padahal, Kania memang butuh pelukan saat ini. Butuh bahu untuk bersandar.

"Bunda kenapa nangis?" Shaka mengusap air mata Kania. Wajah Shaka terlihat akan menangis melihat bundanya meneteskan air mata.

Kania berusaha tersenyum. Mengusap air matanya untuk menunjukkan pada Shaka bahwa dirinya baik-baik saja. "Enggak apa-apa, sayang. Bunda nggak kenapa-kenapa, kok."

"Kakek dan nenek itu, ya, yang buat bunda nangis?" Shaka menunjuk ke arah orangtua Kania yang belum menyadari kehadiran mereka.

Kania menggelengkan kepalanya dan masih berusaha untuk tetap tersenyum. "Enggak, sayang."

"Shaka mau turun, bunda. Mau marahin kakek dan nenek itu karena udah buat bunda nangis."

"Eh, jangan, sayang. Bunda nggak apa-apa, kok." Kania berusaha menahan Shaka yang ingin turun dari mobil. "Rama, kita pergi dari sini sekarang." Buru-buru Kania meminta Rama untuk menjalankan mobilnya sebelum Shaka benar-benar turun dan menghampiri kakek dan neneknya.

🌼🌼🌼

Wening memperhatikan mobil yang sejak tadi berhenti di depan rumah mereka. Kaca mobil tersebut sedikit terbuka, menampakan siapa penumpangnya.

Wening menyipitkan matanya, mencoba untuk melihat dengan jelas siapa di sana.

"Siapa, Bu?" tanya Karno yang kini turut menoleh ke arah mobil tersebut.

"Ndak tau, Pak. Kayak kenal, ya?"

"Ah, orang lewat saja mungkin. Anaknya rewel itu kayaknya."

Wening mengangguk membenarkan.

Tak lama kemudian, mobil tersebut melaju meninggalkan jalan depan rumah mereka.

Mobil itu sudah berlalu, tapi hati Wening masih menerka-nerka sosok yang ada di dalam mobil tersebut.

'Dia seperti Kania,' batinnya berbicara.

Kania, kalau itu benar kamu, semoga kamu dalam keadaan yang baik, ya, Nduk. Ibuk kangen.

🌼🌼🌼

Yuk bantu up cerita ini yukkk... bantu share yukkk... imbalannya nanti rajin update. 🙈🙈😂

Terpopuler

Comments

Siti Bunaenah

Siti Bunaenah

aku suka cerita nya thoor ..

2023-07-30

0

Herman Besa

Herman Besa

Rupanya orang tua Kania sudah rindu juga

2023-04-05

0

Muhammad Egi maulana ibrahim

Muhammad Egi maulana ibrahim

menggenggam rindu berat....
aku gak ketemu seminggu aja udah ngilu bgt apalagi 5 th

2022-09-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!