Bab 11

Flashback Dita, Rama

"Dita? Udah lama di sini?"

Dita hanya mengangguk samar mendengar pertanyaan Rama. "Udah. Dan aku dengar semua yang kamu bicarakan dengan mama kamu." Ucapan Dita membuat Rama menegang. "Di mana Kania?" tanya Dita dengan penuh penekanan.

"Dimana kamu sembunyikan Kania?" Ulang Dita lagi.

"Ak - aku." Rama gelagapan. Bingung harus menjawab apa. Kania berpesan agar tidak memberitahu siapapun tentang keberadaannya sampai dia akan kembali ke sini. Tapi kalau sudah begini, itu diluar kuasa Rama. Mungkin memang sudah waktunya Kania untuk kembali.

"Aku apa? Di mana Kania, Rama?" desak Dita dengan tidak sabaran. "Bertahun-tahun kamu tahu aku kebingungan nyari Kania. Tapi kamu diam aja padahal kamu tahu dimana Kania. Dan kamu bersikap seolah-olah juga kehilangan Kania."

"Kita bicara di tempat lain." Rama menarik Dita dan membawanya masuk ke dalam mobil.

Entah kemana Rama akan membawa Dita, Dita tidak tahu. Yang Dita mah hanyalah penjelasan Rama tentang semua ini.

Rama menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang cukup rindang dengan pepohonan yang besar. Lalu mengajak Dita keluar dari mobil dan duduk di salah satu bangku yang ada di trotoar sambil melihat hamparan sawah yang menghijau.

Angin sepoi-sepoi membelai keduanya. Rambut panjang Dita yang tergerai sedikit berterbangan karena angin yang menerpanya.

"Dia hamil," ucap Rama tiba-tiba membuat Dita memandang Rama dengan lekat. "Aku, bahkan Kania sendiri tidak tahu siapa yang menghamilinya."

"Ya Allah, Kania..." ucap Dita pelan.

"Aku menemukan dia di jembatan. Hampir bunuh diri. Kalau satu menit saja aku terlambat, mungkin Kania hanya tinggal nama. Orangtuanya tidak lagi menganggapnya sebagai anak karena telah mencoreng nama baik mereka."

Air mata Dita berjatuhan mendengar kenyataan ini. Dita paham betul, pasti saat itu hati dan pikiran Kania begitu berat melalui semuanya sendiri.

Dita teringat saat Kania mencium bau masakannya, Kania langsung mual dan muntah. Kania bilang itu hanya masuk angin biasa. Tapi baru Dita paham setelah Dita tahu bahwa dulu Kania sedang hamil, bukan masuk angin.

"Tadinya mau aku antar ke kosan kalian, tapi Kania nggak mau. Katanya malu sama kamu dan penghuni kos yang lainnya."

"Terus kamu bawa dia kemana?"

"Kalau kamu mau ketemu, aku antar ke sana besok."

Dita mengangguk antusias. "Mau, Ram. Aku mau ketemu sama Kania."

"Oke. Jam delapan aku jemput kamu."

"Oke."

Keduanya kembali terdiam. Rasa sesak di hati Dita terasa begitu menyakitkan mengetahui Rama mencintai Kania, sahabatnya. Bahkan selama ini Rama tahu dimana keberadaan Kania.

Entah apa yang sudah terjadi antara Rama dan Kania selama lima tahun ini. Dita tak ingin mengira-ngira. Hal itu hanya akan membuat hatinya semakin sakit.

Masalah perjodohan antara dirinya dan Rama, entahlah. Dita belum tahu harus menyerah atau meneruskan perjuangannya.

Flashback off

🌼🌼🌼

"Ini kontrakan aku, Dit."

"Kamu udah nggak tinggal di rumah Rama?"

Kania menggelengkan kepalanya seraya tersenyum lebar. "Enggak, Dit. Banyak hal yang menjadi alasan untuk aku pergi dari rumah itu. Pasti kamu paham soal itu, Dit."

Dita mengangguk mengiyakan. Sudah pasti serba sulit berada di posisi Kania. Tanpa di jelaskan pun orang akan paham dengan yang Kania rasakan.

"Bunda, Shaka lapar," celetuk Shaka mengalihkan perhatian kedua orang dewasa itu.

"Ih, kan, tadi di toko udah makan. Minta makan lagi? Nanti gendut loh," sahut Dita membuat Shaka cemberut.

"Biarin gendut. Yang penting Shaka gemesin, kan?"

"Hah?" Dita hanya bisa melongo mendengar balasan Shaka. Anak seusia Shaka bisa juga membanggakan dirinya dengan jumawa seperti itu.

Kania tertawa kecil melihat perdebatan Dita dan Shaka. Sejak pertama ketemu mereka langsung bisa akrab. Sebentar-sebentar saling sayang, sebentar-sebentar debat karena masalah kecil. Dan Dita selalu kalah dengan Shaka.

Kepintaran Shaka dalam membalas kata demi kata yang di ucapkan Dita membuat Dita kebingungan sendiri. Harus membalas seperti apa lagi agar Shaka kalah.

"Anak kamu, Kania. Dulu waktu masih di perut di kasih apa, sih, bisa cerewet begitu?" gerutu Dita yang di sambut tawa oleh Kania.

"Sudah, sudah. Kamu mandi dulu aja, bersih-bersih. Aku mau suapin Shaka dulu."

Dita langsung menuju kamar yang di tunjuk oleh Kania dan mengambil perlengkapannya untuk mandi.

***

"Anak kamu nggak pernah tanya gitu dimana ayahnya? Secara kualitas otaknya di atas rata-rata begitu. Pasti pusing mikirin jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dia."

Pertanyaan Dita di sambut dengan tawa kecil Kania. Semua yang dikatakan Dita benar. Kadang Kania kewalahan menanggapi semua pertanyaan Shaka.

"Sering. Dia sering tanya soal ayahnya."

"Terus kamu jawabnya gimana?" tanya Dita penasaran.

"Aku nggak jawab apa-apa. Bingung. Di bilang udah nggak ada, takutnya suatu saat mereka ketemu. Di bilang ayahnya lagi kerja, masa kerja lama banget. Nggak tau kapan pulangnya." Kania tertawa kecil. "Kadang aku mengalihkan pembicaraan atau perhatian dia sampai dia lupa dengan pertanyaan soal ayahnya."

Dita memandang Kania dengan mata berkaca-kaca. Tidak tahu jika seandainya dia berada di posisi Kania, apa dia bisa sekuat Kania saat ini.

"Tapi ada satu yang membuat Shaka tidak kehilangan sosok figur ayah meskipun dia tidak bisa memanggilnya dengan sebutan ayah."

"Siapa?" Dita semakin penasaran.

"Rama." Jawaban Kania membuat hati Dita terasa di hantam batu besar. "Untung saja ada Rama yang sering datang ke sini untuk Shaka. Meskipun Shaka memanggilnya dengan sebutan om, tapi rasa sayang yang aku lihat dari keduanya sudah seperti seorang ayah dengan anaknya."

Dalam hatinya, Dita tersenyum getir. Ternyata sedekat itu Shaka dengan Rama. Wajar, sejak kecil Shaka dan Rama sudah terbiasa bersama. Bahkan sejak dalam kandungan.

Tapi, lagi-lagi hatinya terasa amat sangat sakit. Inikah yang dinamakan dengan cinta segitiga? Dita mencintai Rama, tapi Rama mencintai Kania. Tapi Dita tidak tahu, siapa yang ada di hati Kania.

"Kamu sama Rama kenapa nggak nikah aja?" Cari penyakit. Dita cari penyakit dengan bertanya hal seperti itu.

Kania tertawa lagi. Sedangkan hati Dita berdebar menantikan jawaban dari pertanyaannya yang terlalu nekat.

"Jujur, berkali-kali Rama memintaku untuk menjadi istrinya." Hati Dita semakin berdebar kencang. "Tapi aku menolaknya." Hati Dita yang semula seperti di timpa batu besar, seketika terasa lega seolah batu itu berhasil dia singkirkan.

"Kenapa?"

"Aku malu dengan hidupku, Dit. Dia lelaki baik. Tidak pantas menikahi wanita kotor seperti aku."

"Tapi kamu mencintainya?"

Kania menggelengkan kepalanya pelan. "Ku rasa tidak. Perasaanku hanya perasaan sayang untuk sahabat. Sekaligus rasa terimakasih karena sudah ada untuk aku dan Shaka selama ini."

Dita tidak yakin dengan ucapan Kania. Dita rasa, Kania hanya berusaha menyembunyikan perasaannya. Entah benar atau tidak, tapi saat ini Dita tengah bimbang.

Hatinya mencintai Rama. Sangat mencintai Rama. Tapi Rama mencintai Kania. Mungkin, sebenarnya Kania juga mencintai Rama.

Ah, semua begitu rumit. Entah bagaimana akhir kisah cinta mereka nanti. Biar waktu yang menjawab semuanya.

🌼🌼🌼

Devan menghentikan mobilnya di depan sebuah sekolah. Sudah waktunya pulang sekolah, dan Devan belum menemukan tanda-tanda kedatangan wanita itu untuk menjemput anaknya yang kata Hanum bersekolah di tempatnya berhenti sekarang.

Mata Devan meneliti satu persatu anak yang baru saja keluar dari gerbang sekolah. Katanya, anak itu sangat mirip dengan dirinya waktu kecil. Tapi dari sekian banyak anak yang keluar dari sekolah, Devan belum menemukan anak yang sangat mirip dengan dirinya.

Mengikuti rencana Mamanya yang katanya itu adalah cara yang tepat untuk membuat anaknya dan perempuan itu mau bersama keluarga Devan membuat Devan tidak bisa turun langsung untuk menemui anak itu.

Itu sebabnya Devan hanya bisa mencari mereka dari dalam mobil.

Setelah hampir sepuluh menit menunggu, Devan di kejutkan dengan seorang wanita yang baru saja keluar dari dalam mobil. Dia tidak sendiri. Setelah wanita itu keluar, tak lama kemudian keluarlah seorang lelaki dari mobil yang sama.

Devan tidak dapat melihat dengan jelas bagaimana rupa keduanya. Helaian rambut panjang wanita itu tergerai menutupi sebagian wajahnya karena di terpa angin.

Mereka berdua masuk ke dalam sekolah dan kembali keluar lima menit setelahnya dengan menggandeng seorang anak lelaki yang memang sangat mirip dengan dirinya sewaktu kecil.

Dan saat wanita itu mendongak melihat kanan kiri untuk menyeberang jalan, Devan terperangah tak percaya. Wanita itu kini benar-benar dia temukan. Dan anak itu, memang benar anaknya. Darah dagingnya.

Ingin rasanya Devan turun dan menghampiri mereka. Tapi lagi-lagi rencana Mamanya membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa saat ini.

Tapi, siapa lelaki itu? Adik, kakak, atau teman? Atau malah dia sudah menjadi suami wanita itu?

Ah, hati Devan mendadak tidak karuan. Hatinya tidak terima jika anaknya memanggil laki-laki lain dengan sebutan ayah.

Bagaimanapun caranya, Devan harus bisa membuat anak itu memanggil dirinya dengan sebutan ayah.

Apapun akan Devan lakukan untuk mencapai tujuannya. Ya, apapun itu.

🌼🌼🌼

Terpopuler

Comments

Herman Besa

Herman Besa

semoga Dita berjo6dgn Rama

2023-04-05

0

Herman Besa

Herman Besa

Aku juga penasaran siapa teman kania yg jemput shaka

2023-04-04

0

Muhammad Egi maulana ibrahim

Muhammad Egi maulana ibrahim

bagaimana nasib percintaan mereka ngikut author aja ya
semua yang terbaik....
kalo Kania nerima Rama, apa keluarga nya akan menerima Kania?
mungkin yang terbaik Kania sama Devan... yang jelas² keluarga nya pun mau menerima

2022-09-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!