Bab 2

Dua garis merah.

Dunia seolah berputar saat Kania mendapatkan satu kenyataan baru yang akan mengubah seluruh kehidupannya.

Dua garis merah menyala terang di atas benda kecil berbentuk pipih tersebut. Masih ada tiga jenis yang sama dengan merek berbeda. Kania mencobanya satu persatu, barangkali testpack yang pertama rusak sehingga hasilnya tidak akurat.

Namun tubuh Kania seakan di hantam batu besar saat semua testpack yang dia gunakan menunjukkan hasil yang sama. Positif.

Tubuh Kania luruh ke lantai. Dia benamkan wajahnya pada lututnya yang terlipat. Air matanya berjatuhan, menangisi nasib dirinya.

"Bagaimana kalau bapak dan ibu tahu tentang kehamilan ini? Aku tidak siap menghadapi kemarahan mereka."

"Bagaimana nasib kuliahku kalau aku hamil di luar nikah begini?"

"Dan yang terpenting, pada siapa aku harus meminta pertanggungjawaban atas kehamilan ini?"

Kania tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya setelah kehamilannya terungkap. Tidak selamanya dia bisa menyembunyikannya. Semakin bertambahnya usia kehamilannya, perutnya akan semakin membesar. Dan Kania tidak bisa membayangkan jika hari itu terjadi.

Tangan dingin Kania mengusap perutnya yang rata. Air matanya kembali berjatuhan mengingat kini ada kehidupan baru di dalam dirinya.

"Anak siapa kamu? Siapa ayahmu? Kenapa kamu ada di sini?" tanya Kania dengan penuh rasa benci. Kania tetap bertanya meskipun tak ada yang bisa memberinya jawaban.

"Aku membencimu." Kania memukuli perutnya menggunakan kedua tangannya. Berharap yang ada di dalam rahimnya itu kesakitan dan keluar dari perutnya. "Pergi kamu dari tubuhku. Aarrrgghhhh...!!!" erangnya frustasi.

***

"Kamu kenapa?" Dita bertanya pada Kania dengan raut wajah khawatir.

Wajah sembab Kania tentu menjadi tanda tanya besar untuk Dita. Tidak biasanya Kania berwajah murung seperti itu.

Pertanyaan Dita hanya di jawab dengan gelengan kepala. Kania enggan menceritakan semuanya kepada siapapun, juga tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan Dita.

Untung saja Dita tidak ada di rumah saat Kania melakukan testpack. Jadi tidak ada yang mendengar teriakan demi teriakan yang Kania lontarkan setelah mengetahui adanya janin di dalam perutnya.

Semua testpack yang dia gunakan juga sudah dia cuci dan di simpan di dalam tasnya. Kalau Dita pergi nanti, Kania akan segera membakarnya sebelum Dita mengetahuinya.

Kenapa nasibnya sial begini, itu yang menjadi pertanyaan besar bagi Kania.

Harusnya dia masih bisa berkuliah dengan tenang. Lulus cepat dengan nilai sempurna. Lalu bekerja dan menggapai mimpinya yang tinggi.

Tapi peristiwa malam itu yang menghasilkan janin di dalam perutnya, membuat Kania harus mengubur mimpinya dalam-dalam. Dia hanya tinggal menunggu waktu, kapan kampus akan mengeluarkan dirinya jika ketahuan hamil di luar nikah.

Tak sanggup Kania membayangkan hari itu terjadi. Ingatannya tentang kedua orangtuanya yang bahagia karena Kania bisa di terima di kampus ternama selalu terlintas dalam pikirannya.

Panas hujan tidak mereka hiraukan demi bisa memberikan pendidikan dan kehidupan yang baik untuk Kania dan adiknya. Apa jadinya nanti kalau anak yang dia banggakan justru mencoreng nama baik keluarga?

Hamil di luar nikah. Mending kalau Kania tahu siapa ayahnya. Tapi kali ini Kania sama sekali tidak tahu siapa yang telah menanam benih pada rahimnya.

Ah, sudah pasti orang akan beranggapan yang tidak-tidak tentang dirinya. Pelaku cacat moral, atau bisa jadi di anggap wanita penghibur. Hingga hamil dan tidak tahu siapa ayahnya karena saking banyaknya yang meniduri dirinya.

"Makan, Ka. Aku udah masak sayur sop sama sambal nih." Dita keluar dari dapur dengan membawa sepiring nasi lengkap dengan sayur sop bakso dan sambal.

Memang terlihat menggoda lidah Kania. Tapi itu dulu. Kalau sekarang...

"Hoeekk!!" Kania segera berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya. Kania tidak tahan mencium aroma sayur sop yang di masak Dita.

"Hoeekk!"

"Ka, kamu nggak apa-apa?" Dita bertanya dengan khawatir sambil mengetuk pintu kamar mandi.

"Enggak apa-apa, Dit. Emang lagi masuk angin," jawab Kania berbohong.

Sepertinya kemarin-kemarin Kania tidak masalah dengan aroma apapun meskipun kenyataannya dia sudah telat dua minggu lebih. Tapi setelah dia tahu bahwa dirinya tengah hamil, kenapa dia bisa sensitif begini?

"Beneran?" Dita masih memastikan bahwa Kania baik-baik saja. Kini Kania sudah keluar dari kamar mandi dengan wajah yang basah karena Kania membasuhnya dengan air.

"Beneran, Dit." Kania tersebut tipis. Mencoba menutupi semuanya agar dia terlihat baik-baik saja.

"Aku belikan obat dulu, ya."

"Nggak, nggak usah, Dit." Kania segera menahan langkah Dita. "Tiduran bentar juga enakan pasti."

Dita mengangguk pasrah. "Ya sudah kalau gitu. Kalau ngerasa gimana-gimana langsung bilang, ya. Kita ke dokter."

Kania mengangguk pasti. "Iya." Setelahnya, dia langsung merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur.

🌼🌼🌼

Devan mengerutkan keningnya saat kembali merasakan mual hebat pada perutnya. Sudah seminggu lebih Devan mengalami mual dan pusing tanpa penyebab yang di ketahui.

Belakang ini Devan juga suka makanan yang menurutnya aneh. Bahkan dia menginginkan makanan yang di jual di pinggir jalan yang dia lewati.

Dulu, cilor dan sejenisnya itu menurutnya aneh. Tapi akhir-akhir ini cilor, cilok, telur gulung dan lain sebagainya itu wajib berada di atas meja makan. Entah di rumah maupun di kantor.

Devan juga mendadak menyukai minuman yang manis. Padahal, minumannya adalah air putih. Kalau tidak ya bir atau kopi pahit. Tapi, lagi-lagi Devan dan orang-orang terdekatnya di buat bingung dengan kebiasaan baru Devan.

"Stop, Pit." Tiba-tiba saja Devan menyuruh Apit, sopirnya untuk berhenti di depan sebuah sekolah SD. Dimana, di sana banyak sekali orang-orang yang berjualan makanan yang belakangan ini menjadi favoritnya.

"Ada apa, Pak?" tanya Apit keheranan melihat majikannya.

Devan menyerahkan selembar uang seratus ribu pada Apit. "Belikan makanan-makanan yang ada di sana," ucapnya sambil menunjuk ke arah SD.

"Ha?" Apit hanya bisa melongo heran.

"Kenapa? Nggak mau?"

"Bu - bukan, Pak. Iya, saya belikan."

Apit langsung menerima uang tersebut dan dengan cepat keluar dari mobil. Sebelum tuan mudanya mengamuk karena keinginannya tidak di turuti.

Dengan senyum yang merekah, Devan membawa sendiri jajanan yang di belikan Apit di depan sekolah tadi. Tak peduli dengan tatapan para karyawannya yang heran, bingung, sekaligus merasa lucu dengan kebiasaan baru si bos.

"Apaan, nih?" Nino, sepupu jauhnya sekaligus asisten pribadinya terheran-heran melihat Devan sedang menikmati jajanan itu dengan lahapnya.

"Lagi?" desah Nino pelan. Masih tak habis pikir kenapa Devan mendadak menyukai makanan seperti ini.

"Diam! Mending ikut makan sini kalau lo doyan. Uuhh, ini enak banget, No," ucapnya antusias sambil menusuk cilok pedas dengan tusuk sate, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.

Nino bergidik ngeri. Bukan karena dia jijik dengan makanan tersebut tapi ngeri dengan banyaknya yang di makan oleh Devan.

"Lambung aman?"

Devan mengangguk yakin. "Selama ini gue ngerasa aman."

"Lo aneh." Devan tak menghiraukan ucapan Nino. "Kayak orang ngidam," lanjut Nino yang langsung membuat Devan tersedak.

Dengan panik Nino langsung mengulurkan es tea jus yang berwadah plastik. Awalnya kaget, tapi tidak ada air lagi selain es tersebut. Nino sampai geleng kepala. Makanan dan minuman Devan sekarang sangat aneh menurutnya.

Devan mencerna ucapan Nino. Ngidam? Bagaimana bisa?

Ingatannya langsung tertuju pada malam itu. Ya, Devan telah mengingatnya dengan baik. Meskipun dia dalam keadaan mabuk, Devan mengenali wajah cantik gadis yang menangis dan merintih di bawahnya.

Dia masih seorang gadis pada waktu itu. Sama sekali belum tersentuh. Dan Devan-lah yang telah merenggut kegadisannya.

Ah, siapa wanita itu?

Apakah dia tengah hamil sehingga dirinya yang merasakan ngidam?

Tentu Devan paham akan hal seperti itu. Devan belajar dari pengalaman sahabatnya, Mike. Hal yang sama di alami oleh Mike saat istrinya, Olivia tengah hamil muda.

Devan juga tidak pernah melakukan hubungan dengan wanita lain lagi setelah malam itu. Jadi kemungkinan besar, gadis itu hamil.

Lalu bagaimana nasibnya sekarang? Apa dia juga kebingungan sama seperti Devan?

Andai waktu bisa di putar kembali, tentu Devan akan berhenti saat mendengar rintihan gadis itu. Kini sudah terlambat. Kemana dia harus mencari gadis itu?

🌹🌹🌹

Terpopuler

Comments

tukang nyimak

tukang nyimak

garis 2 positif..
garis banyak zebra cross

2023-04-04

0

hanie tsamara

hanie tsamara

smoga cepet ketemu devan dan karina..

2023-04-04

0

Muhammad Egi maulana ibrahim

Muhammad Egi maulana ibrahim

asyik Devan ngidam jadi adil kan

2022-09-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!