Bab 12

Setelah tahu cucu satu-satunya bersekolah di tempatnya menjadi donatur utama, Hanum semakin sering mendatangi sekolah tersebut hanya untuk bertemu dengan Shaka.

Sayangnya, berkali-kali ke sana Hanum belum mendapatkan kesempatan untuk berbicara langsung dengan Shaka.

Kali ini, Hanum tidak ingin kehilangan kesempatan lagi. Hanum ingin memandang cucunya dari dekat. Ingin mengajaknya bicara, bahkan kalau bisa Hanum ingin memeluknya.

Shaka sedang bermain bola dengan teman-temannya. Di saat yang bersamaan, bola yang di tendang Shaka menggelinding ke arah Hanum berdiri dan bola tersebut menyentuh kaki Hanum.

"Maaf, Bu. Shaka tidak sengaja," ucap Shaka dengan sopan.

Bibir Hanum yang bergetar menahan haru tertarik sempurna membentuk sebuah senyuman. Hanum berlutut mensejajarkan tubuhnya dengan Shaka. "Tidak apa-apa, sayang. Tadi nama kamu siapa?"

"Shaka, Bu."

"Anak pintar." Hanum mengusap kepala Shaka dengan penuh sayang. Ingin rasanya Hanum memeluknya. Tapi hatinya berkata belum. Belum saatnya. Akan ada masa di mana dia akan terus bersama dengan cucu yang kini ada di hadapannya.

"Shaka lanjut main bola dulu, ya, Bu."

Tanpa menunggu jawaban dari Hanum, Shaka kembali bergabung dengan teman-temannya dan kembali bermain bola.

Hanum juga segera masuk kembali ke dalam ruangan Bu Sukma untuk membicarakan apa yang sudah dia rencanakan.

"Jadi setiap sekolah yang saya menjadi donatur di sana, harus mengirimkan minimal satu anak untuk mengikuti lomba di Surabaya, Bu. Di panti asuhan kami. Untuk juara pertama, akan ada jaminan pendidikan dari kami sampai dia kuliah nanti."

"Harus ke Surabaya ya, Bu?"

Hanum mengangguk pasti dan tersenyum. "Ya. Sekalian ada acara syukuran karena pembangunan panti asuhan ini telah selesai. Kita ramaikan dengan anak-anak panti juga nanti. Kira-kira, siapa yang menurut ibu mampu untuk mengikuti perlombaan ini?"

Bu Sukma terlihat berpikir sejenak. "Kemarin kami sudah rapat untuk laporan perkembangan anak-anak. Dan ada satu nama yang ternyata perkembangannya sangat bagus dan lebih cepat dari anak-anak yang lainnya. Dari kreatifitasnya, kecepatannya dalam membaca, menghafal. Kami juga merasa kagum dengan anak itu, Bu. Di usianya yang masih kurang dari lima tahun sudah sepintar itu."

"Siapa itu, Bu?"

"Namanya Shaka."

Senyum lebar terbit di wajah Hanum. Ini yang dia harapkan. Shaka yang akan datang ke Surabaya mewakili sekolahnya.

Tidak di ragukan lagi jika anak itu memiliki kecerdasan yang tinggi. Shaka mewarisi otak cerdas Devan. Dan pastinya ibunya juga berperan banyak mengasah kecerdasan otak anaknya sejak dini.

"Boleh. Nanti tolong di bicarakan dengan ibunya, ya. Seminggu lagi keberangkatan ke Surabaya akan saya urus."

"Baik, Bu. Kami akan segera memanggil Bu Kania untuk membicarakan hal ini."

"Baik. Kalau begitu saya permisi ya, Bu. Saya tunggu konfirmasinya."

Bu Sukma mengangguk dan tersenyum. Mempersilahkan Hanum meninggalkan ruangannya.

***

Jantung Kania berdebar saat menerima telepon dari guru sekolah Shaka dan memintanya untuk datang ke sekolah.

Apa Shaka berbuat masalah sampai Kania di panggil ke sekolah?

"Silahkan masuk, Bu." Bu Vanya, wali kelas Shaka mempersilahkan Kania masuk ke ruangan Bu Sukma.

Kania mengangguk dan tersenyum tipis. Kegugupan jelas terlihat di wajahnya. "Terimakasih, Bu," ucapnya dan langsung masuk ke dalam.

Setidaknya, Bu Sukma yang tersenyum lebar saat menyambut dirinya membuat hatinya sedikit adem. Kalau Shaka membuat masalah, tentu senyum Bu Sukma tak secerah itu.

"Silahkan duduk, Bu Kania."

"Terimakasih, Bu."

Kania segera duduk di kursi yang berhadapan dengan Bu Sukma. "Ada apa Bu Sukma memanggil saya? Apa Shaka membuat masalah, Bu?"

Bu Sukma tertawa renyah mendengar pertanyaan Kania yang terdengar begitu panik. "Tenang, Bu. Shaka insyaallah anak yang baik. Dia tidak pernah berbuat masalah."

Kania mengembuskan napas lega. "Syukurlah kalau begitu, Bu."

"Begini, Bu. Donatur utama kami akan menyelenggarakan syukuran atas pembangunan panti asuhan yang sudah selesai di bangun. Dan juga akan ada perlombaan untuk anak-anak. Dan dari sekolah yang di mana dia menjadi donatur utamanya, di minta untuk mengirimkan minimal satu anak untuk mengikuti perlombaan tersebut. Kemarin saya dan Bu Hanum sudah membicarakan hal ini, Bu. Dan beliau setuju kalau dari pihak sekolah akan mengirimkan Shaka untuk mengikuti perlombaan tersebut. Semoga Shaka bisa menjadi juara ya, Bu. Karena yang juara satu akan mendapatkan jaminan pendidikan sampai kuliah nanti."

Kania merasa terharu saat mendengar anaknya di tunjuk untuk mewakili sekolahnya. Anak seusia Shaka, sudah bisa menjadi kebanggaan untuk Kania.

Meskipun hanya perlombaan seusia anak TK, tapi hadiahnya luar biasa. Jaminan pendidikan sampai kuliah. Kalau dalam bentuk uang, entah berapa ratus juta nantinya.

Dengan adanya perlombaan ini, Kania tak perlu lagi mengkhawatirkan pendidikan Shaka nantinya. Tak perlu lagi takut Shaka akan putus sekolah jika suatu saat Kania tak ada uang untuk membiayainya.

Roda kehidupan manusia pastinya akan berputar, bukan? Apa yang di miliki Kania sekarang belum tentu bisa dia miliki suatu hari nanti.

"Saya setuju, Bu. Dimana lombanya akan di laksanakan?"

"Di Surabaya, Bu. Minggu depan kita bisa berangkat ke sana."

Senyum di wajah Kania meredup seketika mendengar nama kota yang di sebutkan. Surabaya. Kota yang menyimpan banyak luka dan kenangan pahit.

Kembali ke sana?

Kania bahkan tidak kepikiran untuk kembali ke kota itu. Meskipun di sana ada keluarganya yang sangat dia rindukan, tapi Kania belum siap untuk kembali ke sana.

"Ada masalah, Bu?"

Kania segera tersadar dari lamunannya. "Ehm, iya, Bu. Harus ke Surabaya ya, Bu?" Kania bertanya dengan penuh harap. Berharap ada pilihan lain selain kota Surabaya.

"Harus ke Surabaya, Bu. Bu Hanum yang akan menanggung semua biaya keberangkatan ke sana."

"Bukan masalah biaya, Bu. Tapi kalau harus ke Surabaya, maaf, Bu, lebih baik Shaka di ganti dengan anak yang lain saja."

Bu Sukma mengerutkan keningnya mendengar perubahan keputusan Kania. "Kenapa, Bu?"

"Tidak apa-apa, Bu. Kalau bisa di ganti yang lain saja. Saya permisi, Bu."

Kania sudah beranjak dari tempat duduknya. Namun, Bu Sukma segera menahannya. "Apapun yang menjadi masalah ibu, tolong pikirkan untuk masa depan Shaka, ya, Bu. Anak yang sudah sering mewakili lomba biasanya ke depannya akan di beri kemudahan untuk masuk di sekolah manapun. Saya beri waktu selama dua hari untuk memikirkan semuanya, ya, Bu," ucap Bu Sukma yang membuat Kania mulai bimbang.

Ucapan Bu Sukma hanya dibalas dengan anggukan samar. Kania segera berpamitan meninggalkan ruangan Bu Sukma.

***

"Aku bingung harus gimana, Ram. Di satu sisi, pendidikan Shaka sangat penting. Tapi aku juga nggak siap kalau harus kembali ke Surabaya saat ini."

Kania memijat keningnya. Rasanya otaknya begitu penuh memikirkan keputusan apa yang harus dia ambil.

"Mungkin memang sudah waktunya kamu kembali ke sana, Ka. Lagipula hanya sementara waktu. Selama Shaka mengikuti lomba saja, kan? Setelah itu kamu bisa kembali lagi. Kalau memang belum siap, cukup diam di penginapan. Jangan pulang ke rumah dan pergi ke tempat yang memberi kamu kenangan buruk."

Ucapan Rama ada benarnya juga. Kalau memang Kania belum siap untuk bertemu dengan orang-orang di masa lalunya, cukup dia diam di tempat menunggu Shaka selesai lomba.

"Di pikirkan lagi, ya. Semua demi Shaka. Bakatnya harus di kembangkan. Apalagi hadiahnya bukan main-main. Bukan hanya piala atau sertifikat saja. Tapi jaminan pendidikan. Shaka memiliki kesempatan itu. Tidak semua anak bisa mendapatkannya."

Kania membenarkan ucapan Rama. Tidak semua anak bisa mendapatkannya. Dan Kania bersyukur Shaka memiliki kesempatan untuk itu.

Baiklah. Demi Shaka, Kania meredam egonya. Kania akan membawa Shaka ke Surabaya mengikuti lomba tersebut.

Urusan bagaimana nanti di sana, bisa di pikirkan lagi nanti. Jalani saja dulu yang ada. Tidak perlu memikirkan hal-hal yang belum terjadi yang hanya menambah beban pikiran saja.

Surabaya, mungkin memang sudah waktunya aku kembali.

Aku kembali bukan untuk menetap.

Aku akan pergi lagi. Belum siap aku hidup di kota yang memberiku banyak luka.

Meskipun orang-orang terkasihku ada di sana.

🌼🌼🌼

Terpopuler

Comments

Herman Besa

Herman Besa

Alhamdulillah Kania mengisinkan anak nya

2023-04-05

0

Lisa Ndang Veven Kaharap

Lisa Ndang Veven Kaharap

bagus

2022-06-11

0

Nde Caro Caro

Nde Caro Caro

hadapi Kania

2022-06-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!