Bab 7

Kania melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sudah waktunya untuk pulang ke rumah.

Setelah memastikan semuanya beres, Kania segera keluar dan mengunci pintunya.

Seperti biasa, sebelum Kania pulang Kania selalu memandang papan nama yang tertempel di depan toko kue miliknya. Kania bakery.

Bukan hal yang mudah untuk Kania bisa sampai di titik ini. Jatuh bangun Kania membangun usaha kecil-kecilan sehingga sekarang bisa memiliki toko kue kecil yang cukup terkenal di daerah tempatnya tinggal.

Semua berawal saat usia kandungannya memasuki usia tiga bulan. Kania berpikir bahwa tak selamanya dia akan bergantung pada Rama. Termasuk untuk kebutuhannya sendiri dan untuk anaknya.

Belajar secara otodidak melalui channel baking di sebuah aplikasi, Kania belajar membuat berbagai macam kue.

Awalnya tidak berani menjual karena belum percaya diri dengan hasil tangannya. Di luar sana masih banyak tangan yang lebih mahir dalam hal baking.

Di bantu Imas, Kania membagikan kue buatannya ke para tetangga. Hitung-hitung sebagai tester. Dan ternyata, respon mereka pun bagus. Kue buatan Kania rasanya enak dan pas.

Mulai saat itulah Kania mulai mencoba untuk menerima pesanan. Saat itu keuntungannya memang belum terlalu banyak. Tapi setidaknya Kania ada uang untuk dirinya sendiri.

Pelan tapi pasti, usaha kue tersebut berkembang pesat dan kini Kania sudah memiliki toko kue sendiri.

Berdiri sekitar enam bulan yang lalu, Kania berhasil membuka toko kue dengan uang tabungannya sendiri.

Semua seperti mimpi. Terkadang Kania masih belum percaya dia bisa berada di titik ini.

Dulu, dia tak pernah bercita-cita untuk memiliki toko kue. Dulu dia bercita-cita ingin bekerja di kantoran, memiliki jabatan yang bagus dan gaji yang besar.

Namun kenyataan hidupnya mengubah semua mimpinya. Tak dianggap anak oleh orangtuanya, akhirnya di drop out dari kampus karena tak ada kabar sama sekali selama berbulan-bulan. Dan juga menjadi seorang ibu untuk anak lelaki yang begitu tampan yang kecerdasannya di atas rata-rata untuk anak seusianya.

Semua dijalaninya dengan ikhlas. Meskipun terkadang ada rasa ingin pulang menemui orangtuanya dan adik satu-satunya, tapi Kania tidak berani. Kania takut orangtuanya belum bisa memaafkan dirinya.

Selama ini Kania hanya bisa melihat foto atau video kedua orangtuanya dari Rama yang mengambilnya secara diam-diam. Ada rasa lega melihat mereka dalam keadaan baik-baik saja.

"Bundaaaa..."

Kedatangan Kania di rumah di sambut oleh teriakan anaknya saat baru saja Kania turun dari motornya. Pria kecil bernama Shaka itu berlari menghampiri Kania. Shaka langsung memeluk Kania dengan erat sampai membuat Kania hampir terjengkang karena posisinya yang sedang berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Shaka.

"Gantengnya bunda kenapa belum tidur, sayang?"

"Ada Om Rama, Bun. Shaka di kasih hotwheels baru lagi sama Om Rama." Anak berusia empat tahun itu berceloteh ria.

Kania menghembuskan napas pelan. Sudah berkali-kali dia mengatakan pada Rama agar tidak terus-menerus memberikan mainan pada Shaka. Tapi ternyata Rama tak menggubrisnya.

"Sudah lama, Ram?" tanya Kania saat baru saja dia masuk ke dalam rumah.

Rama yang semula fokus pada handphonenya langsung mendongak. Bibirnya tersenyum manis saat melihat pujaan hatinya baru saja pulang. "Tadi habis maghrib baru sampai."

"Mbak Imas sudah pulang?"

Rama mengangguk. "Udah. Aku yang minta dia untuk pulang. Aku yang jaga Shaka sampai kamu pulang."

Kania meminta ijin pada Rama untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu.

Kania masih tinggal di rumah Rama. Masih di temani Imas yang sudah di anggap seperti kakaknya sendiri. Imas juga yang membantu menjaga Shaka kalau Kania harus bekerja.

Dua bulan setelah melahirkan, Kania mengatakan bahwa dia ingin mencari kontrakan untuk dia tinggali bersama Shaka. Sungkan rasanya terlalu lama tinggal di rumah orang lain secara gratis meskipun Rama sama sekali tidak mempermasalahkannya.

Bedanya, Rama hanya datang dua minggu atau sebulan sekali. Tidak sesering saat Kania hamil. Kania tidak enak dengan para tetangga dengan kedekatan mereka dan seringnya Rama datang. Padahal itu rumahnya sendiri. Tapi lagi-lagi Rama yang mengerti akan hal itu.

Saat orangtua Rama datang untuk sekedar melihat rumah lama mereka, Kania mengaku kalau dia menyewa rumah tersebut kepada Rama. Untung saja orangtuanya tidak masalah dengan hal itu.

Semua seolah dipermudah untuk Kania. Rama begitu baik dan banyak berjasa di dalam hidupnya. Termasuk saat melahirkan Shaka.

Rama rela tidak tidur semalaman hanya demi menunggu Kania yang sedang kontraksi. Rama juga rela tangannya mendapatkan cakaran dari Kania saat kontraksi itu datang.

Rama yang menggenggam erat tangan Kania untuk memberikan kekuatan saat Kania berusaha mengeluarkan Shaka dari dalam perutnya. Dan Rama juga yang mengadzani Shaka ketika baru saja Shaka melihat dunia.

"Loh, Shaka udah tidur?" Kania terkejut saat baru saja dia keluar dari kamar, Shaka sudah tertidur di gendongan Rama.

Rama mengangguk dan memberikan kode pada Kania agar suaranya tidak terlalu keras. "Kata Mbak Imas tadi nggak tidur siang."

Kania mengangguk paham. Dia mengijinkan Rama untuk menidurkan Shaka di dalam kamar. Sementara dirinya beranjak ke dapur untuk mengambil air minum.

"Bukan maksud mengusir ya, Rama. Tapi ini udah malam. Nggak enak sama tetangga. Aduh, kurang ajar banget aku ngusir pemilik rumah," ucapnya tak enak hati pada Rama setelah Rama keluar dari kamar.

Bukannya marah, Rama malah tertawa mendengar ucapan Kania. "Aku ngerti, kok. Lagian Shaka juga udah tidur. Kamu sehat, kan?"

"Alhamdulillah sehat." Kania tersenyum. Senyum yang selalu membuat hati Rama bergetar.

"Ada yang mau aku omongin," ucap Rama yang membuat Kania langsung memandangnya dengan penuh tanya.

"Di luar aja, ya. Takut ada yang curiga."

Kania benar-benar menjaga nama baiknya dan nama baik Rama. Menghindari prasangka buruk orang lain. Dia tak ingin ada orang yang salah paham dengan kedekatan mereka dan seringnya Rama datang mengunjunginya.

Keduanya duduk di kursi yang ada di depan rumah. Suasana sudah cukup sepi. Hal biasa ketika di kampung. Jam delapan atau jam sembilan sudah sangat malam untuk ukuran orang desa.

"Ka."

"Ya?"

"Mau, ya, jadi istri aku."

Ucapan Rama membuat Kania terdiam. Entah sudah berapa ratus kali Rama mengucapkannya. Tapi ujung-ujungnya sama, penolakan dengan cara halus dari Kania.

Entah kenapa Kania tidak ada sedikitpun rasa yang lebih untuk Rama dari sekedar sahabat. Padahal, kebaikan Rama untuknya dan Shaka sudah tak terhitung lagi.

Shaka juga sangat dekat dengan Rama. Anak itu tak sungkan untuk bermanja-manja dengan Rama.

Tapi, cinta tak bisa di paksa, kan?

Kania juga tak pantas menjadi pendamping Rama. Dia bukan wanita baik-baik. Hamil di luar nikah dan tak tahu siapa yang melakukannya sampai sekarang.

Rama tertawa kecil melihat Kania yang terdiam tak membalas ucapannya. "Di tolak lagi, ya?" Rama tertawa miris.

Buliran air bening menetes dari mata Kania. Hatinya juga sakit dengan apa yang sudah dia lakukan pada Rama. Hanya sebuah penolakan yang Rama dapatkan ketika Rama meminta Kania untuk menjadi istrinya.

Kania seperti orang yang tidak tahu terimakasih. Tapi mau bagaimana lagi? Lagi-lagi masalah hati dan cinta itu tidak bisa di paksakan.

Entahlah. Hati Kania seperti sudah mati setelah kejadian malam itu. Meskipun ada Shaka yang sangat dia sayangi dari hasil hubungan laknat malam itu, tapi tak membuat Kania memaafkan semuanya.

"Aku minta maaf, Ram."

Rama tersenyum, mencoba untuk menunjukkan bahwa dia baik-baik saja dengan penolakan Kania yang ke sekian kalinya. "Aku pamit, ya, kalau gitu. Jaga diri baik-baik."

Kania mengangguk mempersilahkan. Kania juga tak berani melihat Rama. Dan saat Rama sudah tak terlihat lagi oleh matanya, saat itulah Kania baru berani mengangkat wajahnya.

***

"Mbak Kania, kemarin aku dapat informasi ada kontrakan kecil di dekat toko ini. Gang paling ujung masuk sedikit. Yang ngontrak kemarin udah balik ke Jakarta, katanya," ucap Hesti membuat Kania tersenyum cerah.

Hesti adalah salah satu dari tiga orang yang membantunya di toko kue.

Setelah berpikir berkali-kali, Kania memutuskan untuk tinggal di kontrakan yang dia cari sendiri. Dengan atau tanpa persetujuan dari Rama. Terlalu lama tinggal di rumah Rama membuat Kania serba tidak enak.

"Nanti jam istirahat antar aku ke sana ya, Hes."

"Baik, Mbak."

Siangnya, mereka berdua mendatangi pemilik kontrakan yang Kania rasa cukup nyaman untuk di tinggali bersama anaknya.

Kania juga tidak mengkhawatirkan lagi siapa yang akan menjaga Shaka. Minggu depan Shaka sudah masuk sekolah. Pulang sekolah bisa Kania bawa ke toko.

Setelah deal dengan harga perbulannya, Kania kembali ke toko. Dia akan segera pulang dan mulai untuk membereskan barang-barangnya dan juga milik Shaka.

"Loh, barang-barangnya kenapa di masukkan ke koper semua, Ka?" Imas yang baru saja kembali dari minimarket di buat terkejut dengan pemandangan di kamar Kania. Semua berantakan dan dua koper sudah teronggok di dekat ranjang.

"Iya, bunda. Kenapa baju-baju Shaka di masukkan ke dalam tas? Lemarinya ada semutnya, ya?"

Kania tersenyum mendengar pertanyaan Shaka dan Imas. "Aku dan Shaka akan tinggal di kontrakan baru, Mbak. Dekat dengan toko dan juga sekolah Shaka."

"Kenapa harus pindah, bund? Shaka nyaman di sini. Ada budhe Imas, ada Om Rama. Shaka juga nggak mau ninggalin teman-teman Shaka, bunda. Nanti Shaka nggak punya teman lagi."

"Benar kata Shaka. Nanti dia harus adaptasi lagi dengan lingkungannya. Dan itu nggak mudah, Ka," timpal Imas mendukung ucapan Shaka.

"Nanti kita bicara, ya, Mbak. Aku mau bicara dulu dengan Shaka."

Sengaja Kania lakukan karena dia tidak bisa sembarang bicara jika di depan Shaka. Anak itu terlalu pintar dan mudah menangkap dan menirukan apapun yang di ucapkan oleh orang dewasa.

Imas mengangguk dan menuruti apa kata Kania. Dia segera keluar dari kamar. Memberi waktu pada ibu dan anak itu untuk bicara.

"Shaka, sekolah Shaka, kan, jauh dari sini. Kalau jauh-jauh nanti capek di perjalanan. Belajarnya jadi nggak fokus. Jadi, kita pindah ke rumah yang dekat dengan sekolahnya Shaka biar Shaka nggak capek." Kania berbicara pada Shaka. Sedangkan Shaka menatap Kania memahami kata demi kata yang Kania ucapkan. "Kalau soal teman-teman Shaka, nanti di sana Shaka punya teman baru. Jadi nanti teman Shaka banyak. Di sini punya teman, di sana juga punya teman." Kania tersenyum di akhir ucapannya. Berharap ucapannya dapat di cerna dengan baik oleh Shaka.

Mata polos Shaka menatap Kania dengan berbinar. "Shaka mau, bunda. Shaka mau punya teman yang banyak."

"Oke. Kalau begitu, sekarang Shaka bantu bunda buat memasukkan mainan Shaka ke dalam tas ini." Kania menunjuk tas besar di depannya dan mainan-mainan Shaka yang sangat banyak dan tentu saja mainan mahal. Semuanya dari Rama. Kania hampir tak pernah membelikan Shaka mainan.

Dengan ceria Shaka mengangguk lalu mengambil satu persatu mainannya. "Oke, bunda."

***

"Kamu boleh pergi, Ka. Tapi jangan bawa Shaka."

Kania hanya menatap Rama datar. Bagaimana mungkin dia pergi tanpa Shaka. Dia ibunya, Shaka anaknya. Siapapun tidak berhak memisahkan dirinya dari Shaka. Termasuk Rama.

"Dia anakku, Ram. Mana mungkin aku pergi tanpa dia?"

"Kalau begitu kalian tetap tinggal di sini."

Kania menghembuskan napas dengan keras. Dia paham dengan apa yang di rasakan Rama. Dia tidak bisa jauh dari Shaka. Saat dia di Surabaya pun hampir setiap hari melakukan panggilan video dengan Shaka.

"Kamu ngertiin aku ya, Ram. Bayangin kalau kamu ada di posisi aku. Apa kamu bisa biasa saja numpang di rumah orang lain terlalu lama?"

"Kalau begitu kita menikah saja. Biar kamu tinggal di rumah suami kamu. Bukan rumah orang lain."

"Rama, aku_"

"Kamu nggak bisa, kan? Kamu mau bilang kalau kamu nggak bisa menikah denganku."

Kania merasa geram. Akhirnya dia mengangguk membenarkan ucapan Rama. "Iya. Aku nggak bisa menikah dengan kamu. Aku dan Shaka akan tetap pergi dari rumah ini. Dengan atau tanpa persetujuan dari kamu."

Rama mengalihkan pandangannya menyembunyikan wajahnya yang terlihat kecewa dan marah dengan keputusan Kania.

Bukan Kania tidak tahu terimakasih pada Rama. Tapi dia juga memiliki hak untuk menentukan kehidupannya bersama Shaka.

🌼🌼🌼

1866 kata 😳😂 seneng nggak kalian? 🤣🤣

Terpopuler

Comments

Agus Leo Sindon

Agus Leo Sindon

ini ceritanya hampir sama dengan novel yg pernah aku baca lupa tp jidulnya,,bedany cuma kania anaknya kembar inikan 1

2023-04-23

0

Tantikna

Tantikna

banyak bgt sih novel yg ky gini ceritanya....masa 4 th bersama dan bgtu baik ga menumbuhkan rasa cinta di hati.

2023-04-05

0

◉‿◉♡-Ƥυтrу Ƴαѕмιη-♡◉‿◉

◉‿◉♡-Ƥυтrу Ƴαѕмιη-♡◉‿◉

Kesan nya RAMA pamrih, soal hati tidak bisa di paksakan kalopun karina dn rama menimah ( cinta bertepuk sebelah tangan ) tidak akan bahagia akan saling menyakiti, mending tolak saja toh klo jodoh tdk akan kemana.

2023-02-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!