Bab 5

Kania duduk termenung di dekat jendela. Menikmati pemandangan sekitar rumah Rama. View dari tempatnya memang begitu indah. Hamparan sawah, kebun dan pegunungan.

Mbak Imas yang usianya ternyata baru tiga puluh satu tahun, benar-benar tinggal di rumah tersebut dan menemani Kania. Membantu Kania dalam hal apapun. Kini Imas sedang memasak di dapur untuk makan siang keduanya.

"Dua hari lagi aku ke sini ya, Ka. Kamu baik-baik di sini. Aku nggak ada di dekat kamu, jadi kamu jangan macam-macam sampai mau bunuh diri kayak kemarin, ya," ucap Rama sesaat sebelum dia kembali ke Surabaya.

Kania memandang Rama dengan mata berkaca-kaca. Di saat seperti ini, memang hanya Rama yang peduli dan yang dia miliki. "Kamu kuliah yang bener aja, nggak usah mikirin aku di sini," balas Kania, lalu dia terisak.

"Mana mungkin aku nggak mikirin kamu setelah kejadian kemarin, Ka. Aku nggak mau ada apa-apa sama kamu dan bayi yang ada dalam kandungan kamu."

Kania memalingkan wajah. Mendengar bayi dalam kandungannya di sebut, mendadak Kania tak berselera lagi untuk berbicara dengan Rama.

Rama langsung mengerti dengan apa yang Kania rasakan. Perubahan raut wajahnya menjadi bukti bahwa Kania tak berniat membicarakan janinnya.

Senyuman tipis terulas di bibir Rama. Kania butuh waktu untuk menenangkan pikiran dan hatinya. Pelan-pelan Rama akan memberi pengertian pada Kania kalau semua yang terjadi sudah takdir yang harus di jalani.

Tangan Rama mengusap rambut Kania dengan lembut. "Aku pamit, ya," ucapnya lalu bergegas masuk ke dalam mobil setelah Kania memberikan anggukan tanda dia mengijinkan Rama kembali ke Surabaya.

Harusnya, hari ini dan kemarin dia mengikuti ujian di kampusnya. Harusnya Kania bisa kuliah dengan tenang tanpa memikirkan beban berat seperti ini. Harusnya Kania bisa kuliah, jalan-jalan dengan teman-temannya dengan bebas tanpa adanya janin dalam perutnya.

Harusnya Kania masih bisa berkuliah dan membanggakan kedua orangtuanya. Bukan malah mengecewakan seperti ini.

Karena peristiwa malam itu, Kania kehilangan semuanya. Adanya janin di dalam perutnya juga menambah beban hidupnya. Kania kehilangan semuanya.

Lelaki yang berstatus kekasihnya yang membuat Kania datang ke tempat laknat itupun kini entah dimana. Dia menghilang bak di telan bumi. Tapi Kania tidak peduli dengan lelaki itu. Sedikit banyak Roni juga terlibat dalam permasalahan hidupnya sekarang. Dan kini hidupnya telah hancur.

Mata Kania menyusuri kebun kecil yang ada di belakang rumah. Tak sengaja Kania melihat beberapa pohon nanas yang sedang berbuah. Dan buahnya pun masih muda.

Terbesit dalam pikiran Kania untuk memetik buah nanas muda tersebut lalu mengkonsumsinya. Dengan tujuan agar janin di dalam perutnya gugur. Usianya masih muda, masih ingin menggapai mimpinya. Dan Kania tidak ingin anak itu menjadi penghalang.

Kania berjalan mengendap untuk keluar dari rumah menuju kebun di belakang rumah. Imas sedang memasak di dapur. Semoga saja dia tidak memergoki Kania.

Dalam hitungan menit, tiga buah nanas muda sudah ada di tangannya. Kania segera membawanya ke kamar untuk menyembunyikannya sementara waktu. Setelah ini dia akan mencari cara agar Imas keluar dari rumah dan Kania memiliki kesempatan untuk memakan buah nanas tersebut.

"Mbak, di sini udah musim buah mangga belum, sih?" tanya Kania yang sudah menyusul Imas di dapur.

Tangan Imas yang sedang memotong wortel terhenti setelah mendengar pertanyaan Kania. Dia menoleh ke Kania dan tersenyum lebar. "Di sini, sih, belum ada, Ka. Tapi kalau di pasar udah ada beberapa yang jual."

Kania tersenyum senang agar terlihat dia benar-benar menginginkan buah mangga tersebut. "Kania boleh minta tolong di belikan, Mbak? Sekilo aja, sih, nggak usah banyak-banyak. Buat di makan kita berdua juga udah banyak kalau Mbak Imas juga suka. Yang masih mentah, ya."

Imas mengangguk mengiyakan. "Setelah masak, ya, nanti aku belikan."

"Iya, Mbak."

Jarak dari rumah ke pasar kurang lebih tiga puluh menit dengan mengendarai motor. Memang cukup jauh. Jadi hanya sesekali dalam seminggu atau dua minggu saja Imas pergi ke pasar. Itu saja kalau memang ada sesuatu yang benar-benar di butuhkan dan hanya di jual di pasar.

Saat Imas pergi, bergegas Kania mengupas satu buah nanas muda lalu di blender. Kalau hanya di makan langsung akan memakan waktu lebih lama. Jadi lebih baik di jadikan jus dan Kania bisa menghabiskan dengan cepat.

Kania memandang satu gelas besar jus buah nanas muda tanpa campuran apapun. Tadi dia sangat bersemangat untuk memakan buah nanas. Tapi giliran sudah siap di konsumsi, hatinya mendadak ragu.

Tangannya mengusap perutnya yang masih rata. Ada anaknya di dalam sana. Kalau Kania menggugurkannya, sama dengan membunuhnya. Tapi Kania tidak punya pilihan lain. Kania ingin hidup normal seperti sebelum malam itu terjadi dan menghasilkan janin di rahimnya.

"Maafkan aku harus melakukan ini. Semoga kamu tidak membenciku, ya." Kania berbicara pada janin dalam perutnya.

Dengan memejamkan matanya, Kania mendekatkan bibir gelas tersebut pada bibirnya. Nanas itu sebentar lagi akan masuk ke dalam mulutnya. Tapi...

Prang!!!

Jus buah nanas itu tumpah ke lantai bersamaan dengan gelasnya yang pecah. "Apa-apaan kamu, Ka? Kenapa kamu mau makan buah itu? Mau bunuh anak kamu sendiri?" teriak Rama dengan penuh amarah.

Dia datang di saat yang tepat. Berniat memberi kejutan malah dia yang terkejut dengan tindakan Kania. Melihat tumpukan kulit nanas yang ada di atas meja dapur, Rama langsung tersadar dengan apa yang akan di lakukan Kania.

Dengan cepat Rama menampik gelas dari tangan Kania sampai terjatuh saat Kania akan meminum jusnya.

"Kenapa kamu melarangku, Ram? Aku tidak ingin bayi ini ada di dalam perutku." Kania menatap Rama dengan matanya yang sudah basah karena air matanya.

"Tapi dia berhak hidup."

"Tapi bukan di dalam tubuhku dan keluar dari tubuhku. Aku nggak mau," sahut Kania dengan cepat. "Aku nggak mau, Ram, aku nggak mau." Kania memukuli dada Rama dengan keras sesuai tenaganya. Tidak terasa apapun bagi Rama yang bertubuh kekar.

Rama segera memeluk Kania dengan erat. Meskipun awalnya memberontak, namun akhirnya dia melemah di pelukan Rama. Rama masih membiarkan Kania terisak mengeluarkan segala emosinya.

Tangannya mengusap kepala Kania lalu menciumnya berkali-kali. Hati Rama lebih hancur saat melihat Kania seperti ini daripada saat melihat dia berpacaran dengan Roni yang sampai sekarang tidak seorangpun tahu di mana keberadaannya.

***

Kania sudah tertidur setelah dia kelelahan menangis. Rama membiarkannya tidur tanpa ingin mengganggunya. Justru saat mata Kania terpejam seperti saat ini, adalah kesempatan bagus bagi Rama untuk menikmati wajah cantik pujaan hatinya.

Tak berkurang sedikitpun rasa sayang Rama kepada Kania meskipun Kania dalam keadaan hamil di luar nikah seperti ini.

Rama membelalakkan matanya saat melihat dua buah nanas ada di bawah ranjang Kania. Dia segera membawa keluar dan berniat untuk membuangnya.

"Mbak, Kania dapat nanas dari mana, ya? Hari ini dia nggak kemana-mana, kan?" tanya Rama pada Imas yang sedang membersihkan serpihan gelas yang pecah.

Imas sempat kaget melihat lantai dapur yang berantakan saat baru saja dia pulang dari pasar membelikan Kania mangga muda.

"Iya juga ya, Mas. Seingat saya Kania tadi di kamar terus." Imas mengernyitkan keningnya. Berpikir keras dari mana Kania mendapatkan buah nanas itu.

Imas baru menemukan jawabannya setelah dia membuang pecahan gelas ke kebun belakang tempat di mana pecahan-pecahan yang lainnya di kumpulkan. Imas melihat beberapa pohon nanas di sana. Dan memang ada bekas buah di pohonnya yang kemungkinan baru di petik beberapa jam yang lalu.

Sesegera mungkin Imas mengatakan pada Rama yang sedang duduk di depan tv. "Ternyata di kebun belakang ada pohon nanas, Mas. Dan memang sepertinya Kania dapat dari sana. Buahnya yang masih kecil-kecil juga banyak."

Tanpa berpikir panjang, Rama segera pergi ke tempat Pak Tarjo, orang yang biasa membersihkan kebun di rumahnya, untuk memberantas pohon-pohon nanas tersebut.

Rama tersenyum puas saat melihat jajaran pohon nanas tersebut sudah mati.

🌼🌼🌼

Sejak kemarin, Devan di rawat di rumah sakit. Pusing, mual dan muntah yang di alaminya semakin menjadi sampai Devan dehidrasi. Hasil pemeriksaan baru saja keluar. Dan Devan di nyatakan tidak ada masalah pada lambungnya yang biasanya menjadi penyebab utama mual dan muntah.

"Apa Pak Devan sudah menikah?" tanya dokter perempuan yang berusia sekitar empat puluh tahun itu pada Devan dan mamanya yang sedang menjaganya di rumah sakit.

"Saya belum menikah, Dok," jawab Devan membuat dokter tersebut tersenyum aneh.

"Anak saya kenapa, Dok?" Hanum bertanya dengan raut wajah khawatir.

Dokter tersenyum tipis. "Hanya masuk angin saja, Bu. Saya sudah resepkan obat anti mual," jawab dokter dengan sedikit ragu.

"Benar nggak apa-apa, Dok?" Devan mencoba memastikan. "Beberapa Minggu ini saya mual terus, Dok. Selera makan saya juga mendadak aneh. Apa yang awalnya tidak saya suka, saya malah sangat menyukainya sekarang."

Hanum mengangguk membenarkan. Beberapa minggu ini memang Hanum di buat heran dengan perubahan anaknya yang menurutnya sangat aneh.

Dokter menghembuskan napas pelan. Akhirnya dia mengatakan satu hal yang menjadi diagnosanya.

"Gejalanya seperti orang mengidam. Biasanya karena si istri yang lagi hamil. Fenomena ini sering disebut sebagai couvade syndrome atau sympathetic pregnancy. Yakni kondisi di mana suami merasakan gejala yang serupa dengan pasangannya yang sedang mengandung. Tapi kan, Pak Devan belum menikah. Jadi..."

"Kamu menghamili siapa, Devan?" Hanum memotong ucapan dokter dengan bertanya pada anaknya.

Devan gelagapan. Firasatnya benar. Dirinya mengalami ngidam. Pasti wanita malam itu kini tengah hamil anaknya.

"Anak siapa yang sudah kamu hamili, Devan!?" Hanum sudah histeris.

Dokter yang menyadari adanya urusan keluarga di sini, segera undur diri karena masih ada pasien lain yang harus di periksa.

Bram, Papa Devan, datang beberapa saat kemudian. Wajahnya terlihat bingung melihat istrinya yang sudah kalut. "Ada apa ini, Ma?" tanyanya untuk menuntaskan rasa penasarannya.

"Devan, Pa, Devan."

"Devan kenapa?" Bram langsung menatap Devan yang terbaring di ranjang. "Dia nggak apa-apa kok, Ma."

"Dia hamilin anak orang!"

"Apa!?"

🌼🌼🌼

Mohon maaf baru sempat update. seperti biasa kalau suami lagi di rumah. waktunya untuk quality time dan suami tidak mengijinkan pegang hp kalau lagi dia lagi libur. Kecuali kalau ada kepentingan mendesak. ☺️☺️

Terpopuler

Comments

Is Wanthi

Is Wanthi

kaget kaget kaget

2023-07-29

0

perjuangan ✅

perjuangan ✅

baru pertama aku baca novel hamil duluan mc cewek nya lebay, penuh drama,, goblok

2023-04-13

0

Ameliea II

Ameliea II

aku kok kayaknya lebih setuju Kania sama Rama aja ya

2023-04-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!