Bab 4

Hampir dua jam lamanya Kania duduk di depan pintu. Berharap bapak atau ibunya bersedia membukakan pintu untuknya. Memaafkan dirinya dan mendengarkan semua penjelasannya.

Pintu memang sempat terbuka. Ada secercah harapan di hati Kania. Barangkali kedua orangtuanya ingin mendengarkan sedikit saja penjelasan darinya.

Namun, bukan kesempatan yang Kania dapatkan. Melainkan semua barang-barangnya yang masih berada di kamarnya di keluarkan semua. Satu koper besar di lemparkan ke teras oleh Karno.

Tak peduli dengan permintaan maaf dan tangisan Kania, Karno kembali menutup dan mengunci pintunya.

Mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, Kania mengusap air matanya dan membenahi rambutnya yang berantakan. Kania beranjak dan mengambil kopernya.

Kania akan pergi, sesuai dengan keinginan orangtuanya yang tak mau lagi menganggapnya sebagai anak.

"Bapak, ibu. Kania pergi, ya. Maafin Kania udah buat bapak dan ibu kecewa. Kania sayang sama bapak dan ibu," ucap Kania di iringi isak tangisnya yang menyayat.

Tidak ada jawaban dari dalam rumahnya. Kania sudah tahu hal itu tidak akan terjadi. Jangankan hanya bicara dengan Kania, menganggapnya sebagai anak saja sudah tidak mau.

Dengan langkah beratnya, Kania menyeret kopernya dan mengalungkan tas kecilnya pada bahunya lalu meninggalkan kediaman yang selama dua puluh tahun ini memberikan kenangan indah. Namun, semua telah berakhir karena kecerobohannya. Karena kesalahannya yang begitu besar.

Keluar dari halaman, Kania di sambut dengan tatapan mata para tetangga. Ada yang memandangnya iba, ada yang menatapnya dengan kasihan, ada yang melihatnya dengan tatapan ingin tahu. Kania sampai kikuk di buatnya.

"Kayaknya, sih, hamil. Mana mungkin Pak Karno semarah itu kalau dia nggak hamil?"

"Ya ampun, bapak dan ibunya kerja keras di desa, dia yang katanya kuliah di kota tapi kelakuan kayak begitu."

"Memang bener, sih, tindakan Pak Karno. Biar di usir dari kampung sini juga kalau memang hamil. Takutnya kampung ini kena sial karena ada yang hamil di luar nikah."

Tanpa menghiraukan ucapan para tetangga yang memang mulutnya begitu pedas melebihi boncabe level tiga puluh, Kania berjalan cepat dengan menyeret kopernya.

Ya, setidaknya Kania sadar bahwa ini hukuman untuknya yang tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Hukuman untuknya yang sudah mengecewakan kedua orangtuanya.

Kania hanya berharap, semoga kedua orangtuanya bisa hidup lebih tenang tanpa adanya anak yang telah mencoreng nama baik mereka.

***

Sepasang kaki itu melangkah tak tentu arah. Panas berganti mendung, dan kemudian turun hujan, tak di hiraukan sama sekali. Kakinya terus melangkah. Tatapan matanya kosong.

Dia Kania.

Di bawah derasnya air hujan, Kania kembali menumpahkan air matanya. Menangis di bawah guyuran air hujan, membuat orang lain tak dapat melihat air matanya.

Namun, dari penampilan Kania sekarang pun orang yang sedang lewat langsung paham bahwa Kania sedang berada dalam masalah besar.

Kania tak tahu harus kemana. Dia juga tidak tahu apa yang akan dia lakukan setelah ini untuk kehidupannya. Juga untuk janin yang ada di dalam rahimnya.

Tidak mungkin Kania akan kembali ke kos-annya dan bertemu dengan Dita. Kania malu. Dia malu pada Dita, malu pada penghuni kos yang lain yang kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa/i dari kampus yang sama dengan tempat Kania kuliah.

"Kayaknya nggak ada gunanya lagi untuk hidup," ucapnya saat melewati sebuah jembatan. Di bawahnya ada sungai besar dengan aliran air yang sangat deras. "Kayaknya sungai ini akan memberikan tempat terbaik untukku," gumamnya pelan.

Melepaskan genggamannya pada koper dan meletakkan tasnya, Kania mulai menaiki pagar jembatan yang terbuat dari besi itu.

Ada ketakutan yang besar dalam hatinya. Melihatnya derasnya air sungai dan tingginya jembatan dengan sungai tersebut membuat Kania bergidik ngeri.

Tapi meskipun takut, Kania tetap ingin terjun dari atas jembatan. Tak ada gunanya lagi dia hidup.

Kania memejamkan matanya dengan erat. Dalam hati dia menghitung detik demi detik.

Satu...

Dua...

Tiga...

"Aaaaa..." Bukan air tempatnya mendarat. Tapi di atas kerasnya aspal tubuhnya terjatuh. Kania segera membuka matanya. Melihat apa yang telah terjadi pada dirinya.

"Kamu ngapain!?"

Kania tersentak saat Rama membentaknya. Wajah Rama terlihat sangat tidak suka dan marah atas tindakan bodoh yang hampir saja di lakukan oleh Kania.

Satu menit saja Rama terlambat, dia tidak bisa lagi melihat Kania seumur hidupnya.

"Apa yang ada di pikiran kamu, Ka? Kenapa harus memilih jalan bodoh seperti ini?"

Bukannya menjawab, Kania justru semakin terisak. "Kamu ngapain narik aku? Harusnya kamu biarin aku terjun ke bawah sana," teriak Kania sambil memukuli dada Rama. Suaranya teredam oleh derasnya air hujan.

"Biar apa? Jangan pendek akal, Ka. Masa depan kamu masih panjang," balas Rama dengan berteriak juga.

Kania menggeleng kuat. "Kamu salah, Ram. Aku udah nggak punya masa depan. Masa depan aku udah hancur. Nggak ada gunanya lagi aku hidup."

Rama terdiam mencerna ucapan yang baru saja di lontarkan oleh Kania. "Apa maksud kamu?"

Kania membisu. Dia belum mau menceritakan apa yang terjadi kepada siapapun. Termasuk pada Rama dan Dita, kedua sahabatnya.

Rama beranjak dan membawa Kania untuk masuk ke dalam mobil. Koper dan tas Kania juga sudah di masukkan ke dalam bagasi. "Kita ke kos-an kamu, ya," ucap Rama sambil menyalakan mobilnya.

"Enggak," tolak Kania dengan tegas. "Aku nggak mau ke kos-an, Ram."

Kini Rama sepenuhnya menatap Kania. Dia batal menjalankan mobilnya setelah mendengar jawaban Kania. "Kenapa? Ada masalah sama Dita?"

Kania menggelengkan kepalanya. "Aku yang bermasalah, Ram. Aku malu bertemu dengan Dita. Dengan kamu pun sebenarnya aku juga malu," ucap Kania yang menundukkan kepalanya.

"Sebenarnya ada apa, Ka?" Rama menatap Kania dengan bingung. Merasa aneh dengan perubahan sikap Kania. Apalagi sampai Kania mencoba untuk bunuh diri.

Kania kembali menangis. Tapi kali ini dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Isakannya semakin keras. "Hiks... Aku hamil, Ram."

Ucapan Kania membuat tubuh Rama menegang. Hawa dingin di dalam mobil mendadak menjadi panas setelah pengakuan Kania.

Rama tertawa kosong. "Jangan ngadi-ngadi kamu, Ka. Becandanya nggak lucu."

Mendengar ucapan Rama, Kania mengangkat wajahnya dan menatap tajam Rama. "Kamu bilang aku becanda, Ram? Lalu aku mau bunuh diri tadi juga becanda? Semacam prank, begitu? Aku serius, Ram. Dan aku tidak tahu harus bagaimana. Sebab itu aku memilih untuk mengakhiri hidupku."

Keduanya lantas sama-sama terdiam. Tak ada yang bersuara. Hanya derasnya air hujan yang memecahkan keheningan di antara mereka.

"Kamu hamil dengan siapa, Ka? Roni?" tanya Rama pada akhirnya. Suaranya sudah melunak seiring hatinya yang hancur menerima kenyataan pahit. Wanita yang diam-diam dikaguminya kini tengah hamil dengan orang lain.

Kania memalingkan wajahnya. Rasanya malu harus mengakui semuanya di depan Rama. "Andai aku tahu, aku tidak akan memilih bunuh diri, Ram."

"Maksud kamu apa?" Rama dibuat semakin tidak mengerti dengan ucapan Kania.

"Malam itu, aku berniat mencari Roni yang membawa kabur uang orangtuanya. Ibunya nangis-nangis minta tolong agar aku mau mencari Roni karena uang itu untuk pengobatan ayahnya. Aku cari dia ke club malam. Bukannya ketemu, aku malah bertemu dengan lelaki bejat yang..." Kania kembali terisak. Tak sanggup melanjutkan kalimatnya.

Menceritakannya sama saja dengan mengingat peristiwa malam itu. Malam yang paling dia benci seumur hidupnya.

Rama segera memeluk Kania yang terlihat sangat rapuh. Satu tangannya mengusap kepala Kania yang basah karena air hujan. Dan satu tangannya terkepal erat. Dalam hati Rama berjanji, siapapun yang melakukan hal keji itu kepada Kania, kelak dia akan menghabisinya. Rama akan mencarinya sampai ke ujung dunia sekalipun.

"Aku nggak tahu harus gimana lagi, Ram. Kedua orangtuaku sudah tidak menganggapku anak lagi karena aku sudah mencoreng nama baik mereka. Aku sudah mengecewakan mereka, Ram."

"Kamu tenang, ya. Masih ada aku yang akan selalu ada buat kamu," ucap Rama dengan tulus.

***

Kania dan Rama sudah sampai di sebuah tempat yang akan di tinggali Kania untuk sementara waktu. Di suatu kota di pinggiran Jawa timur, sangat jauh dari kota tempat kuliah Kania dan juga kampung halaman Kania. Kania tidak tahu lagi harus dengan cara apa dia berterimakasih kepada Rama.

Sebenarnya Kania malu. Tapi kali ini dia terpaksa menerima bantuan dari Rama karena dia tidak tahu harus kemana dia melangkahkan kakinya.

"Untuk sementara kamu tinggal di sini, ya, Ka. Rumahnya memang tidak terlalu besar. Tapi nyaman, kok."

Rumah yang akan di tempati Kania untuk sementara adalah rumah masa kecil Rama sebelum orangtuanya merantau dan sukses seperti sekarang.

Meskipun sudah lama, tapi masih terawat dan bersih. Ada satu orang yang akan datang setiap hari untuk membersihkan rumah itu.

"Setiap hari ada Mbak Imas yang datang buat bersih-bersih. Kalau kamu kesepian, aku bisa minta Mbak Imas untuk tinggal di sini. Kebetulan dia janda dan nggak punya anak."

Kania hanya bisa terdiam dan menatap sosok yang menjadi pahlawannya saat ini. Entah bagaimana nasibnya kalau seandainya saja Rama tidak menarik dirinya dari pagar jembatan itu.

Mungkin sekarang namanya sudah menjadi tranding topik, wanita muda ditemukan di pinggiran sungai, di duga bunuh diri karena tengah hamil.

Lalu wajahnya di foto dan di sebar di sosial media dengan caption, barangkali ada yang mengenal wanita ini.

Setelah itu fotonya menyebar kemana-mana, aibnya pun ikut menyebar.

Kania bergidik ngeri. Kali ini dia berterimakasih kepada Rama yang telah menyelamatkan dirinya. Kalau tidak, mungkin aibnya sudah menjadi konsumsi publik.

"Ayo, masuk."

Ucapan Rama menarik Kania dari lamunannya. Dengan ragu Kania melangkahkan kakinya memasuki rumah lama milik Rama.

🌹🌹🌹

Terpopuler

Comments

perjuangan ✅

perjuangan ✅

sdh tahu aib nya akan menyebar, knp mau bunuh diri perbuatan bodoh, ngapain kuliah tinggi² tp bego nya beraksi, gk jelas,

2023-04-13

0

perjuangan ✅

perjuangan ✅

mau bunuh diri,bener² gk punya iman,

2023-04-13

0

Respati

Respati

Aku mampir ya...

2023-04-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!