..."Aku tidak membutuhkan pengakuan Cinta darimu. Aku pun tidak akan pernah menuntut pengukuhan Cinta sebagai jaminan kesetiaan, karena aku telah melihat tulusnya cinta dari lembutnya perlakuan mu pada ku! sehingga tidak ada lagi keraguan akan mu."...
..._Naurally Senja_...
...🍃🍃🍃🍃...
Kei Sedikit panik ketika Senja tak kunjung sadar. Hingga Kei bersuara keras saat memanggil nama Senja untuk menyadarkannya. Orang tua Senja yang masih menonton televisi di ruang tengah pun mendengar Kei memanggil Senja dengan nada panik. Akhirnya mereka memutuskan untuk menghampiri mereka.
"Mah, itu Nak Kei, kenapa?" tanya Ayah Senja.
"Kurang Tahu Yah! mari lihat saja," Mama Senja menarik tangan Ayah Senja.
"Neng, Nak Kei, ada apa? Koq Nak Kei terdengar panik?" panggil Mama Senja dengan suara keras dan juga mengetuk pintu kamar Senja.
"Ini Mah! Se-Senja pingsan!" jawaban Kei dari dalam dengan suara yang di keraskan juga. Kei terpaksa jujur.
"Astaghfirullah, pingsan?" tanya Ayah Senja.
"Ia Yah, pingsan," jawab Kei
setelah membukakan pintu kamar.
Lalu mempersilakan kedua mertuanya masuk, untuk melihat keadaan Senja. Kei masih belum memakai pakaian atasnya.
Mama dan Ayah Senja saling pandang, mereka mengulum senyum. Sepertinya faham situasi apa yang sedang terjadi pada pengantin baru itu, sehingga putrinya sampai pingsan.
"Ayah! Senja sudah pada tahap pingsan, mungkin karena gagal waspada." Bisik Mama senja sembari menyenggol pelan pinggul suaminya.
"Wah, berarti Nak Kei, sudah di ambang bahaya, Mah!" timpal Ayah Senja. dengan menahan tawa.
Sedangkan Kei yang menyadari gelagat aneh mertuanya, ia sadar belum berpakaian, sepertinya kedua mertuanya salah faham. Kei segera mencari kaus di dalam lemari, kemudian setelah menemukan kaus itu, Kei mengenakannya dengan cepat.
"Neng! bangun Neng!" panggil Mama Senja dengan menepuk pipi senja pelan. Senja sudah berbaring di atas tempat tidur.
"Maafkan Kei. Mah! Yah! Karena Kei, sudah membuat Senja tidak sadarkan diri." ujar Kei penuh penyesalan dengan nada polos.
Kei duduk bersimpuh di sisi kaki Mama Senja dengan menunduk, mirip anak kecil yang takut di marahi karena melanggar peraturan orang tuanya.
"Sudah, sudah, bangun Nak! jangan seperti ini. Kami faham koq apa yang terjadi, sabar yah! Ayah mohon, Nak Kei dapat memaklumi Senja. Dia memiliki trauma terhadap sentuhan laki-laki." Ujar Ayah Senja sembari memapah Kei agar berdiri atas permintaan Mama Senja.
"Trauma?" tanya Kei, nampak terkejut dengan mengerutkan dahi.
"Iya Nak! trauma masa lalu. Mama minta Nak Kei, jangan pernah merendahkan diri lagi di hadapan kami, sebersalah apapun dirimu. Kita harus tetap berdiri sama tegak duduk sama rata di saat ada masalah ataupun kesalahan. Mama dan Ayah tidak menyalahkan Nak kei atas apa yang terjadi." Ujar Mama Senja panjang.
"Terima kasih Mah!" jawab Kei dengan nada terharu. Tadi ia sempat takut akan menjadi tersangka utama, karena putri mereka pingsan atas ulahnya. Namun kenyataan yang mengejutkan malah Kei dengar. Bahwa Senja memiliki trauma masa lalu.
"Duduk sini Nak!" ajak Ayah senja pada Kei, alih-alih menjawab pertanyaan Kei.
Kei, menuruti permintaan Ayah mertuanya. Mama Senja sibuk mengolesi minyak angin pada bagian-bagian tertentu tubuh Senja.
"Sebetulnya Ayah, tidak ingin mengungkit hal ini. Hal yang membuat senjata trauma terhadap laki-laki. Bahkan stigma negatif sudah melekat pada setiap laki-laki asing. Senja selalu waspada dan curiga jika ada laki-laki asing mendekatinya. namun Ayah serta Mama, merasa heran kenapa dengan Nak Kei, Senja nampak biasa saja, tidak menghindari saat Nak Kei mendekatinya." Ujar Ayah Senja.
"Maksud Ayah? trauma macam apa, yang Senja alami di masa lalu?" tanya Kei begitu penasaran.
Ayah Senja nampak menghela nafas perlahan. Memejamkan mata sebentar sebelum lanjut berkata, rahangnya nampak mengeras sejenak.
"Senja pernah hampir di perkosa oleh Gurunya ketika duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah akhir. Satu tahun kemudian, Senja menolong seorang perempuan korban perkosaan, di sebuah rumah kosong, kebetulan Senja sedang melakukan tadabur alam ketika itu." Tutur Ayah Senja dengan mata berkaca-kaca.
Mama Senja ikut menarik nafasnya perlahan, ia ikut merasakan sesak yang Ayah Senja tahan. Setiap bayangan buruk itu terbayang, maka luka batin dan hal menyesakan harus kembali mereka rasakan.
Sedangkan Kei yang mendengar penuturan Sang Ayah mertua, ia mengepalkan tangannya erat dengan hati yang geram terhadap laki-laki bajingan tersebut.
"Senja dan teman-temannya menemukan gadis itu tergeletak dengan keadaan yang mengenaskan, dari situ senja sering bermimpi buruk. Trauma yang hampir sembuh kembali hadir. Terlebih gadis yang di tolongnya--," Ayah Senja berhenti sejenak. Ia menghela nafasnya berat.
Kei menanti lanjutan dari cerita Ayah Senja."Bu-bunuh diri." ucap Ayah Senja kemudian.
"Astaghfirullah'aladzim," Kei menghela nafas pelan dan mengusap wajahnya, penuh penyesalan.
"Setelah kepergian gadis itu, Senja banyak berdiam diri, Senja menjadi murung, tak jarang ia menangis tanpa sebab. Hingga kami tidak ada yang berani meninggalkannya seorang diri." nampak mata ayah Senja berkaca-kaca ketika mengisahkan pilu Senja di masa lalu.
"Maafkan Kei, Ayah! Kei tidak tahu." mohon Kei penuh penyesalan.
"Sudahlah Nak! Ayah dan Mama juga salah, tidak menceritakannya sejak awal. Kami fikir, traumanya sudah hilang karena ketika Nak Kei yang mendekatinya, Senja tidak terpengaruh. Sepertinya Senja nyaman dan baik-baik saja ketika bersama Nak Kei." Ujar Ayah Senja.
"Ceritakan kembali Yah! bagaimana Senja melewati masa traumnya. Kei ingin tahu, Kei ingin memahami Senja." Pinta Kei.
"Alhamdulillah, dengan segala doa dan juga support dari kami, hingga Senja akhirnya memutuskan untuk mondok di pesantren dari mulai bangku Madrasah Aaliyah hingga kuliah, karena disana ia mendapatkan banyak teman dan juga kesibukan belajar di ponpes serta sekolah. Senja takut akan kegelapan pada awalnya, Senja takut berlebihan bila ada petir. Alhamdulillah setelah mondok dan dia mendalami bacaan Al-Qur'an, Senja mulai sembuh dari trauma, walaupun rasa waspada terhadap laki-laki asing itu masih terjadi." Tutur Ayah Senja kembali.
"Dulu, jangankan untuk berdekatan dengan laki-laki! baru melihat laki-laki asing datang ke rumah kami saja, Senja sudah bergetar ketakutan dan menyembunyikan dirinya di tempat yang menurutnya aman, bisa di bawah tempat tidur, dalam lemari atau di balik pintu." sambung Ayah Senja.
"Astaghfirullah'aladzim, ternyata itu yang menyebabkan saja selama ini begitu ketakutan bila saya sentuh Yah! sepertinya Senja membuat dirinya berani namun, terkadang gagal." Suara penyesalan dari Kei.
"Ayah, Mamah! tidak perlu khawatir akan masa depan Senja. Kei berjanji akan membahagiakan dan akan selalu menjaga serta memperlakukan Senja sebaik dan selembut mungkin. Kei mencintai Senja karena Allah." Ujar Kei membuat orang tua Senja tersenyum bahagia.
"Terima kasih Nak!" Ucap serentak Ayah dan Mama Senja.
"Yah! lalu, apakah dalam pernikahan kami sebelumnya, kami tidak pernah hidup bersama?" tanya Kei tiba-tiba membuat Ayah dan Mama Senja saling pandang karena tidak tahu harus memberikan jawaban macam apa.
"Ka-kalian tinggal terpisah, walaupun sama-sama di pesisir Pangandaran. Nak Kei tinggal di rumah Nak Arka sahabat Nak Kei, katanya sih Nak Kei sedang mencari jati diri. Sedangkan Senja, dia tinggal di pesantren karena sedang menuntut ilmu." Jawab Ayah Senja.
Kei nampak berfikir. Namun, suara lirih Senja yang baru sadar dari pingsan dan memanggil namanya, membuat Kei memalingkan fikirannya, menoleh ke arah Senja.
"Mas, Mas Kei...!"
"Nak, kami keluar dulu. Mamah tidak mau Senja mengetahui ada kami di sini, takut ia merasa makin malu!" Pamit Mama Senja buru-buru sebelum kesadaran Senja pulih seutuhnya.
"Kalau butuh sesuatu, jangan sungkan untuk memanggil kami," tandas Ayah Senja sebelum akhirnya mengajak Mamah Senja keluar dari kamar anaknya.
Kei mengiyakan sembari menghampiri Senja cepat. Kei segera duduk di sisi Senja dengan menggenggam sebelah tangan Senja.
"Ya, Sayang! ini Aku!" ucap Kei lembut, menampilkan senyum yang teduh tatkala Senja mebuka matanya.
"Maafkan Senja, Mas. Maafkan Senja!" tiba-tiba Senja membawa tubuhnya bangun dan langsung memeluk Kei sambil menangis.
"Sayang, sudah! aku baik-baik saja." Kei membalas Senja dan mengelus punggungnya lembut.
Senja masih terisak dalam pelukan Kei. "Bantu aku untuk tidak takut terhadap sentuhan mu, Mas!"
Pinta Senja. Ia mendongak menatap wajah Kei dengan wajahnya yang basah karena air mata. Kei tersenyum, lalu ia seka lembut air mata Senja dengan sisi Ibu jarinya.
Dengan ragu, Kei mencoba menyatukan kening mereka. Senja diam saja. Kei menghela nafas pelan. Menyadari Senja diam, Kei mencoba bicara demi membuat Senja tidak takut lagi akan sentuhannya.
"Sayang! jangan menjadikan aku pusat ketakutan untuk mu. Jadikanlah aku tameng pertahanan untuk mu. Aku bangga pada Istriku yang takut akan sentuhan laki-laki, karena takut akan dosa."
"Namun, tidak dengan ku yang halal bagimu. Aku tidak ingin di samaratakan dengan laki-laki di luar sana, jujur aku kecewa." Senja terkesiap, mendengar penuturan Kei.
"Aku tidak bermaksud--!"
"Ssstt. Cobalah berfikir kembali. mengenai kata-kata mu! bahwa Aku adalah laki-laki pilihan Allah, yang Allah kirim untukmu. Sebab nama kita telah Allah ukir di Lauhulmahfuz. Maka dari itu, Aku adalah seseorang yang ada di dalam Ridho-Nya untuk meng-halalkan mu. Dan Aku pun halal untuk mu, Aku adalah salah satu objek penyempurna ibadahmu, jangan menghindari ku!" pinta Kei dengan tegas.
Senja tetap diam meresapi suara lembut Kei.
"Kebahagiaan mu ada di tanganku saat ini. Rahasia mu adalah rahasia ku, begitu pun sebaliknya. Kesulitanmu adalah kesulitan ku, namun tidak dengan kesulita ku. Kamu tidak aku izinkan menanggung kesulitan ku!"
Senja menatap jauh kedalam manik mata Kei. Senja menemukan kedamaian di sana. Pada tatapan teduh penuh cinta.
"Kamu itu manusia kan, Mas? mengapa hatimu begitu mulia?" tanya Senja dengan mencakup kedua pipi Kei.
"Hahahaha ya manusia dong, Sayang! aku tidak sebaik itu, koq" tawa Kei pecah mencairkan suasana.
"Mas, Aku akan berusaha menghilangkan rasa takut ini. Sebagaimana kamu adalah salah satu Objek penyempurna Ibadah ku. Maka akupun adalah objek penyempurna untuk mu dari ibadah panjang di sisa hidup ini. Bantu aku untuk melenyapkan rasa was-was ini." pinta Senja
"Maka, kita akan sama-sama berjuang melawan rasa takut mu terhadapku, Aku yakin kamu akan baik-baik saja. Satu permintaan ku, bicara! apapun yang kamu rasakan maka Utarakan, aku akan bantu untuk mengatasinya." Pinta Kei dengan kesungguhan. Senja mengangguk patuh.
"Mas, aku ngantuk!"
"Tidurlah, aku akan menemanimu."
"Aku maunya di peluk."
"Baiklah Princess, dengan senang hati," goda Kei.
Senja menyusupkan wajahnya di dadanya Kei. Laki-laki itu tersenyum sumringah. Malam ini tekad Kei sudah bulat, membantu Senja melenyapkan rasa traumanya, tanpa harus menyinggung kejadian masa lalu. Kei cukup tahu tanpa harus mengungkitnya.
Kei memeluk Senja dengan gaun tidur cukup seksi, yang Senja kenakan kini, pemberian Sang Mami. Kei kembali mencium lembut bibir Senja dengan sama-sama berbaring miring, perlahan dan tanpa penolakan. Namun, Kei segera melepaskan pagutan nya ketika Senja mulai mendorong dadanya. Kali ini Kei harus berhati-hati dan menguasai diri.
"Mungkinkah ini, yang disebut trauma membawa berkah." Ujar Kei dalam batinnya, di dalam sana terkekeh penuh kemenangan, Kei merasa mulai bisa menguasai Istrinya.
***
Satu minggu kemudian,
Siang hari, selepas Dzuhur. Senja sedang duduk di depan televisi dengan buku di tangannya. Senja sedang serius membaca bukunya, Kei yang baru saja masuk entah dari mana. Setelah berucap salam dan di jawab. Ia merebahkan begitu saja kepalanya di pangkuan Senja. Hal yang membuat Kei menjadikan kebiasaannya. Tidur di pangkuan Senja.
"Mas dari mana? koq bau matahari gini?" tanya Senja, dengan matanya masih fokus pada buku. Satu tangannya mendarat pada kepala Kei, lalu mengelusnya lembut. Sesekali Senja memainkan rambut gondrongnya Kei.
"Habis lihat pertunjukan motor trail di bukit sebrang. Biasa dengan anak-anak depan sini." jawab Kei dengan menyusupkan wajahnya ke perut Senja.
"Pantas, aroma Mas Kei bercampur bau matahari. Tapi aku suka." jujur Senja namun, malu.
Senja memang membebaskan Kei, bergaul dengan siapapun, termasuk para pemuda kampung tersebut. Senja tidak pernah membatasi pergerakan Kei dalam berbuat apapun.
Senja begitu memanjakan Kei dengan mendukung semua hal baru yang ingin Kei ketahui, selama itu tidak bertentangan dengan moral dan norma agama. Menurut Kei, Senja itu terlalu sempurna sebagai seorang istri, hingga membuat Kei jatuh cinta kembali.
Kei tersenyum mendengar Pengakuan Senja tadi.
"Mas, sudah Shalat?"
"Sudah, Sayang! tadi berjamaah di Mesjid alun-alun Desa."
"Pasti belum makan?"
"Nanti saja, Aku mau tidur dulu. Peluk aku, Sayang!"
"Di kamar?"
"Di sini saja, toh Ayah dan Mamah sedang tidak ada di rumah." Ujar Kei, Mama Senja memang sedang ada undangan tausiah di kampung sebelah, Ayah Senja turut menemani.
"Baiklah! cari posisi nyaman dulu Mas," Senja menaruh bukunya, lalu ia hendak mengangkat kepala Kei untuk di pindah ke atas bantal, bermaksud memeluk tubuh Kei. Sejak malam di mana ia pingsan, Senja mulai terbiasa dengan pelukan dan juga sentuhan serta kecupan ringan dari Kei.
"Astaghfirullah! Mas, kenapa? Koq pelipisnya berdarah, sudut bibir Mas, lebam di wajah dan juga baju Mas kotor." Senja terkejut, ia baru menyadari apa yang terjadi dengan Kei.
Pantas Kei langsung menyembunyikan wajahnya di dalam pangkuannya. Ternyata ia sedang menyembunyikan luka pada wajahnya.
"Kamu berkelahi, Mas? tolong jawab!"
"Aku jatuh, Sayang! tadi sempat jajal motor Cross dan gagal naik,"
"Mas bo--."
"Sudah, aku tidak bohong!" Kei memutus kata-kata Senja, lalu menarik Senja hingga menindih sebagai tubuhnya. Dan ia memeluknya erat.
"Setidaknya, obati dulu lukanya."
"Nanti saja, aku butuh pelukan mu." balas Kei dengan mata terpejam.
"Apa yang kamu sembunyikan dari ku, Mas? luka itu, bukan luka jatuh, tapi luka pukulan." batin Senja. Namun, ia tetap memeluk Kei, mengabulkan apa yang suaminya minta.
Akan tetapi dalam hatinya, ia sangsi terhadap pengakuan Kei. Luka dan pakaian Kei yang kotor menjurus hasil dari perkelahian. Kei berkelahi dengan siapa? apakah orang-orang yang menyerang Kei tempo hari? ah pikiran Senja berkecamuk. Namun, biaralah toh Allah pasti akan memberitahu Senja, cepat atau lambat, fikirnya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Gendis Kamila
aku suka ceritanya💖
2022-06-03
0
Vera😘uziezi❤️💋
Bunda suka banget cerita nya...
2022-04-10
0
Chichi's Ningsih
😥😥 up ...up ...bunda
lgi nanggung nich ....😁😁😁
2021-10-07
2