..."Menyempurnakan ibadah dengan menghalalkan mu, adalah pilihan ku. Namun, jangan lupa! bahwa Allah ikut andil dalam setiap prosesnya. Karena Keridhoan-Nya yang utama. Hingga kita dapat bersama."...
..._Keindra Alif_...
...🍃🍃🍃🍃...
Satu Bulan kemudian.
Kei sedang asik dengan permainan barunya, sebuah Drone yang di kirim Papinya dari Jakarta.
Sore itu Senja sedang tidak ada kegiatan mengajar, maka dari itu ia bisa menemani Kei bermain di lapangan sepak bola yang tidak jauh dari rumahnya.
"Mas, Kei! mari pulang, sudah mau Maghrib," Ajak Senja dengan suara di keraskan dari pinggir lapangan bola, tempat Kei bermain Drone bersama anak-anak didik Mama Senja, juga anak-anak tetangga.
"Sebentar, Sayang!" balas Kei menoleh sebentar pada Senja dengan tersenyum.
"Ciee Senja, Suaminya nurut banget." ledek salah satu teman rumah Senja.
"Iya tuh, udah ganteng, baik banget lagi." ucap teman Senja yang lainnya.
"Sudah ih, aku malu. Lihat! suamiku tuh terlalu santai, dia kalau sudah ketemu mainan begitu, mirip anak kecil." Ujar Senja.
"Ya tidak apa-apa atuh, Senja. Malah bagus, suami kamu nanti awet muda kelihatannya. Beda lah sama pemuda kampung sini, terlalu serius hidupnya, mikirin ekonomi terus, belum nikah malah mirip Bapak-bapak anak empat." Kelakar teman Senja yang lainnya.
"Hust! tidak boleh begitu," protes lembut Senja dengan tersenyum.
Namun tiba-tiba saja Senja dan beberapa orang temannya di buat terkejut oleh teriakan anak-anak di tengah lapangan.
Kei yang baru saja tersenyum sumringah ke arah Senja, ia nampak sedang berkelahi dengan beberapa orang laki-laki lainnya di tengah lapangan.
"Mas, Kei!" pekik Senja, tubuhnya bergetar karena tidak biasa melihat perkelahian seperti itu.
"Diam di situ, Sayang!" perintah Kei pada Senja di sela-sela perkelahiannya.
Senja urung menghampiri Kei. Ia malah tertegun, melihat betapa lihainya Kei melakukan gerakan bela diri. Senja mulai bertanya-tanya, seperti apakah Kei di masa lalunya? sepertinya banyak kemampuan yang Kei miliki dan Senja belum mengetahuinya.
Teman-teman Senja yang lain segera mencari bantuan. Kei mulai kewalahan dalam menghadapi lima orang sekaligus. Entah siapa mereka, mengapa mereka menyerang Kei di sore begini.
Senja hanya mampu menyaksikan Kei dengan duduk lemas di pinggir lapangan. Mulutnya ia tutup menggunakan telapak tangan agar tidak berteriak setiap kali Kei kena tonjok atau tendang.
Tidak berapa lama bala bantuan datang, Bapak-bapak dan juga Ibu-ibu yang mendengar ada yang di serang, mereka bergegas ke lapangan dengan perkakas apapun mereka bawa.
"Mana...?"
"Itu Mang!"
Teriak anak-anak yang tadi sedang bermain dengan Kei.
"Heh, kurang ajar! sudah membuat rusuh di kampung sini. Siapa mereka?" para Ibu-ibu emosi. Mereka segera berlarian ke tengah lapangan untuk membantu Kei.
Walaupun baru satu bulan Kei berada di kampung tersebut. Kei terkenal dan banyak orang yang menyukai perangainya yang baik, dermawan dan walaupun Kei di pandang orang kaya oleh mereka. Namun mereka kagum akan Kei yang bersahaja, tidak segan dalam membantu orang lain, dari hal kecil hingga hal berat sekalipun tanpa di minta.
Prak!
Dagh!
Dugh!
Bugh!
Panci, pengki, sapu, ember menjadi alat para Ibu-ibu untuk membantu Kei dan golok serta arit Bapak-bapak pun bawa, hanyalah untuk menakut-nakuti.
Orang-orang yang tidak dikenal dan sudah menyerang Kei, akhirnya tunggang langgang.
Setelah di rasa cukup aman, Senja berlari menghampiri Kei.
"Mas, Mas tidak apa-apa kan?" tanya Senja dengan rasa khawatir.
"Alhamdulillah, Mas baik-baik saja Sayang!" jawab Kei dengan segera menenangkan Senja yang nampak ketakutan tersebut.
"Alhamdulillah sudah kabur para berandalan-nya, Nak Kei." Ujar salah satu Bapak.
"Alhamdulillah Pak! terima kasih atas bantuannya Bapak-bapak dan juga Ibu-ibu sekalian."ucap Kei.
"Sama-sama Nak Kei, akan tetapi... mereka itu siapa? koq bisa tiba-tiba menyerang Nak Kei?" tanya salah satu Ibu.
"Saya sendiri tidak tahu Bu, tiba-tiba mereka muncul dari sana, langsung menyerang saya dengan balok itu. Alhamdulillah saya bisa menghindarinya." jawab Kei menunjuk pada sisi lapangan, Setelahnya menunjuk balok dengan ukuran lumayan besar yang tergeletak di sisi lain.
"Haduh tidak ada yang tertangkap sih, kalau tertangkap kita adili di rumah Pak RT." Ujar Ibu yang lainnya lagi.
"Sudahlah Ibu, Bapak! yang penting saya masih baik-baik saja. Untuk saat ini mari kembali ke rumah masing-masing." Pinta Kei dengan ramah.
Para Ibu-ibu, Bapak-bapak, anak-anak dan teman-teman Senja pun membubarkan diri. Kembali ke rumah masing- masing.
***
Selepas Isya di kamar Senja,
Setelah menceritakan kejadian tadi kepada orang tuanya Senja. Maka Kei pun segera membersihkan diri, ikut jama'ah bersama Ayah Senja ke Surau, kini ba'da Isya, Kei baru saja pulang dan sudah berada di kamar bersama Istrinya.
"Mas, yakin tidak ada luka di bagian tubuh yang lain?" tanya Senja masih nampak khawatir.
Sore tadi, setelah mandi, Senja membantu mengobati luka dan lebam di wajah Kei. Hanya ada sedikit lebam di pipi dan se-gores luka pada bagian pelipis.
"Tidak sayang, kalau kamu tidak percaya, silakan cek sendiri." Kei berjalan menghampiri Senja, sembari membuka kancing stelan Kokonya.
"Ih, Mas mau apa? koq buka baju?" Seja menutup wajahnya dengan bantal.
"Loh, katanya mau lihat tubuh ku terluka atau tidak, jika tidak buka baju, bagaimana kamu mau membuktikannya?" Kei betul-betul menanggalkan atasan koko-nya.
"Mas, aku mohon pakai lagi bajunya." Pinta Senja dengan suara bergetar.
"Kenapa? kamu tertarik ya?" goda Kei.
"Bu-bukan itu!"
"Lalu...?"
"Aku takut!"
"Takut, nolak kan, maksudnya?" bisik Kei. "Ayolah sayang, cepat! kalau mau memeriksa luka pada tubuhku," Kei menarik paksa bantal yang menutupi wajah Senja.
Setelahnya Kei meraih tangan senja dan membawa telapak tangan saja untuk menyentuh dadanya. Lalu Kei berniat menggoda Senja, yaitu menarik perlahan telapak tangan Senja, agar mengelus lembut dadanya.
"Mas!" pekik Senja, matanya terpejam. Namun, telapak tangannya sedang menelusuri lembut kulit dada Kei.
Sedangkan jantung Senja mengalami Aritmia, mulai muncul gejala jedar-jeder, jedag-jedug yang agak kuat.
Tangan Senja mengalami tremor sejenak, sebelum akhirnya entah bisikan ghaib dari arah mana, Senja menikmati setiap inci dada bidang yang terbuka tersebut.
"Mas!" Senja memberanikan diri membuka matanya. Ia menatap Kei.
"Sebentar lagi, Sayang! Aku ingin malam ini kamu menyentuhku dengan berani, walaupun hanya sebagian dari tubuhku. Ku mohon, buatlah aku berarti sebagai laki-laki."
Senja masih menatap Kei. Air mata Senja meluncur begitu saja, ketika rasa bersalah kembali muncul akan syarat pernikahan yang ia ajukan.
"Mas! Mas Kei, sangat amat berarti untuk ku, sebagai suami ku, sebagai laki-laki. Mohon jangan merasa rendah diri. Ma'afkan aku, karena Syarat itu telah membelenggu hatimu dengan siksa batin. Karena Syarat itu telah membatasi sebuah ekspresi sentuhan."
"Astaghfirullah!" Kei terkesiap. Hampir saja egonya menuntut Senja menjadi pelampiasan syahwatnya, dalam ketidak relaan.
"Ma'afkan aku, Sayang! ma'afkan aku. Hampir saja aku memperdayai mu." Kei merengkuh tubuh Senja dan memeluknya, ia tergugu dalam tangisan tanpa suara.
Penyesalan-lah yang membuat Kei menangis. Senja membuat dirinya senyaman mungkin dalam pelukan Kei. Bahkan Senja membalas pelukan Kei.
Dalam satu bulan ini, Mama telah berulangkali, mengingatkan Senja, untuk lebih menerima Kei, tidak boleh canggung dan takut terhadap sentuhan Kei, Senja harus berusaha rileks dalam menanggapi sentuhan atau pelukan Kei.
Kini Senja mencoba mengikuti saran Sang Mama. Sepertinya dengan menerima sentuhan dan juga pelukan Kei, tidaklah buruk. Dia adalah istrinya yang tidak bisa terus-terusan menghindari sentuhan Kei.
"Mas, sudah!" pinta Senja dengan lembut. Lalu ia membimbing Kei untuk duduk di sisi tempat tidur bersebelahan dengannya.
Senja menghapus air mata Kei. Begitupun sebaliknya, Kei menghapus air mata Senja yang juga mengalir di pipinya.
"Mas, kita buat kesepakatan." ucap Senja.
"Kesepakatan?" tanya Kei, Senja mengangguk.
"Iya kesepakatan untuk kita berdua." Jawab Senja.
"Baiklah, kesepakatan seperti apakah itu?" tanya Kei kembali.
"Saat ini, hal apa yang Mas, harapan diriku?" tanya Senja sebelum memulai kesepakatannya yang maksud.
"Mau menuruti, hal yang ku inginkan?" Kei malah balik bertanya.
"Ia, selama bukan berhubungan badan." jawab Senja mantap.
"Baiklah, kesepakatan apa yang kamu inginkan?"
"Jika Mas Kei, mengikuti saran Mami dan papi untuk menjalankan terapi okupasi. (Terapi jenis ini mengajarkan pasien Amnesia untuk mengenalkan informasi baru dengan ingatan yang tersisa). Dan mau minum obat secara rutin, maka setiap keinginan Mas kei selama itu tidak membebaskan Syarat dariku, aku akan menurutinya." Final Senja dengan jawaban pasti.
Selama ini Kei menolak melakukan terapi, ia pun tidak rutin minum obat, Kei hanya akan minum obat ketika merasa sakit kepala saja.
Kei menatap Senja dengan lembut. "Apapun? selain dari membebaskan syarat tersebut?"
"Ya! apa yang Mas Kei, inginkan."
"Ok," sebelum berucap, Kei menatap tajam Senja, memastikan keinginannya akan di terima.
"Membebaskan pakaianmu di hadapanku! Aku ingin, kamu berpenampilan seksi khusus di hadapanku. Membuka kerudungmu saat berdua denganku, memakai pakaian pemberian ku. Menghilangkan rasa gugup mu, saat aku sentuh. Dan aku ingin sentuhan mu, pada tubuhku tanpa rasa canggung!"
Senja menarik nafasnya pelan, ia berfikir sejenak. Memandang Kei penuh kelembutan namun lebih ke iba. Rasa berdosa kian mendominasi, ternyata dalam satu bulan ini, itulah keinginan terpendam dari kei. Sebetulnya cukup sederhana, namun sulit untuk Senja, yang tidak terbiasa.
Terlebih Senja memiliki trauma masa lalu yang menghadirkan waspada dan juga stigma negatif terhadap laki-laki asing, ia hanya dekat pada Ayah dan Kakaknya. Hingga ia memilih mendalami Al-Qur'an dan menyibukkan diri di pesantren juga perkuliahannya, agar tidak terus berlarut pada trauma tersebut.
Rencana pernikahan sebelumnya pun, karena Anshar adalah teman sang Kakak yang sudah ia kenal lama, Senja mencoba menerima pinangan dari keluarga Anshar. Itu pun butuh lima tahun untuk Senja memantapkan hati menuju jenjang pernikahan.
Walaupun pada akhirnya gagal, karena ulah Anshar sendiri. Namun, Senja tidak begitu merasa kehilangan. Terlebih Senja adalah tipe perempuan yang segalanya di serahkan pada ketentuan Allah. Namun, dengan Kei, hanya butuh tiga hari untuknya memikirkan dan menerima pinangan Kei.
Senja sendiri tidak mengerti, hanya Kei satu-satunya laki-laki asing yang mampu membuat Senja tidak menghindarinya dari sejak awal bertemu. Justru senyuman Kei selalu terbayang di matanya, dan tidak dapat Senja pungkiri, senyuman itu mampu membuat dirinya tersipu malu.
"Aku setuju, bagaimana dengan Mas?" tanya Senja. "Ya Allah jangan biarkan aku membuat suamiku kecewa, beri aku kemampuan untuk mewujudkan apa yang suami ku inginkan." batin senja pada akhirnya.
"Deal! ah iya. satu lagi, Aku ingin mengetahui perasaan mu terhadapku?" tanya Kei kemudian.
"Perasaan ku? Aku pun tidak tahu, Mas! yang pasti, saat Aku bersama Mas Kei, hatiku bahagia dan berdebar berlebihan. Satu lagi, saat Mas Kei sedang pergi, aku merindukan Mas, dan ingin Mas cepat kembali." akunya Senja dengan jujur.
"Aku sayang padamu, Mas!" bisik Senja kemudian ia menundukan wajahnya karena malu.
"Apa kamu, miliki rasa cinta terhadap ku? seperti halnya Aku memiliki rasa itu terhadap mu." tanya Kei dengan tatapan menyelidik.
"Maaf Mas, Aku belum bisa menjawabnya, Aku sendiri belum tahu pasti, rasa cintakah atau bukan. Yang pasti Aku memiliki perasaan terhadapmu, di--."
"Sini!" Senja menyentuh dada Kei, tepat pada bagian jantung. Kei menahan tangan Senja pada posisinya.
Kei tersenyum, ia mengerti apa yang Senja rasakan. "Baiklah, tidak perlu kamu sebutkan! Aku faham. Itu pun perasaan yang aku miliki untuk mu. Terima kasih," Ujar Kei pelan, namun terdengar merdu.
"Kesepakatan berlaku, mulai malam ini!" tandas Kei.
"Tentu Mas, Aku sudah siap." balas Senja, ia harus memberanikan diri dengan apa yang telah menjadi kesempatannya bersama Kei.
"Baiklah! Aku boleh membuka jilbab mu?"
"Lakukanlah, Aku tidak akan menahannya lagi."
"Kei tersenyum manis. Tangan Kei terulur ke arah kepala Senja, menarik tali bergo yang Senja kenakan dengan perlahan. Lalu Kei memejamkan mata sejenak.
"Bismillah!" Ucapnya, Kei pun sibuk menenangkan perasaannya yang membuncah. Lalu tanpa keraguan lagi, Kei menarik bergo yang Senja kenakan dengan lembut dan hati-hati.
"Masya Allah. Cantik!" ucapan pertama yang muncul dari bibir Kei, setelah jilbab bergo Senja terlepas.
Senja sendiri memejamkan mata dan juga sibuk menenangkan debaran jantungnya, dari awal Kei membuka tali bergo miliknya. Ia belum membuka matanya, sampai pun kini Kei menatap sumringah wajahnya.
Senja terkesiap saat Kei membuka ikatan gelung di rambutnya. sluurr, rambut panjang, hitam, selembut sutra itu bebas dari ikatannya dan tergerai indah di belakang tubuh Senja.
"Bukalah matamu, Sayang!" Pinta Kei, tangannya sibuk merapikan anak rambut yang turun ke wajah Senja.
"Mas!" Senja menatap Kei, namun sedetik kemudian Senja mencoba menutupi wajahnya menggunakan telapak tangannya. Sepertinya sudah menjadi kebiasaan bagi Senja.
"Jangan di tutupi, biarkan aku menikmatinya." Protes lembut Kei dengan menarik pelan tangan Senja.
"Maaf Mas, Aku belum terbiasa." cicit Senja, masih berusaha menunduk. Namun dengan cepat, Kei mengangkat lembut dagu Senja, agar mendongak ke arahnya.
Cup!
Kei menepikan bibirnya tanpa aba-aba pada bibir Senja. Duduk Senja tambah tegak. Jantungnya hampir loncat dari porosnya.
"Tahan Senja, tahan! jangan kabur, jangan menolak. Tenang... tenang...," perang batin Senja, antara ingin menghindar dan menerima.
Senja merasakan ada yang mulai bergerak pada bibirnya, Kei memperdalam kecupan itu. Senja bergetar.
"Ma-Mas, ja-jangan!" Senja mencoba mendorong tubuh Kei. Namun, Kei tidak terpengaruh oleh dorongan Senja. Hingga beberapa detik kemudian, Senja merasa kehabisan oksigen, pusing mulai menyerang, tubuhnya rasa melayang. Gelap menyergap Senja. Kei nampaknya makin terbuai dengan sensasi manis yang ia cecap dari bibir Senja.
"Sayang!" Kei terkejut, Senja lunglai tiba-tiba. Senja gugup berlebihan dan gagal mengendalikan perasaannya yang berdegup kencang, hingga akhirnya Senja tidak sadarkan diri.
"Sayang! kamu kenapa? sadarlah, Sayang!" panggilan bernada panik dari Kei.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Ulfa Birrya
paham agama tapi hak suami gak dikasih
2022-11-29
0
Ulfa Birrya
terlalu lebay kamu senja nanti kalau suamimu berpaling baru nyesel
2022-11-29
0
aal lia
eh sampe pingsan. ada apa senja? kejadian apa yg bikin kamu sampe trauma begini?
2022-04-18
0