Makin hari Naina benar-benar berada dalam posisi buruk. Tak jarang secara terang-terangan orang memakinya. Dan seperti sekarang Naina hampir saja di Jambak oleh ketiga wanita yang menatapnya dengan tatapan lapar. Beruntung seruan seseorang membuat aksi itu terhenti seketika.
"Apa yang kalian lakukan?"
"Apakah aku menggaji kalian untuk membuat keributan?"
Semua orang yang berada di tempat itu menoleh secara bersamaan, dan langsung saja mereka membulatkan mata sempurna melihat sosok pria dingin itu.
Itu Demirza yang berseru.
Pria itu menegur karyawannya tanpa ekspresi yang terbaca.
"Jangan pernah buat keributan di perusahaan ku! Jika ini terjadi lagi aku akan mecat kalian."
"Mengerti!" ujarnya bernada tinggi.
Semua orang hanya diam. Tidak berani menyangkal ataupun menjawab.
"Apa yang kalian tunggu? Cepat kembali ke pekerjaan kalian!"
Tanpa pengulangan, mereka pun kembali ke pekerjaan mereka masing-masing tanpa mengeluarkan suara.
"Hei kau gadis pengacau, kemari!" ujar Demirza mencegah Naina pergi.
Naina tertegun. Mendengar seruan Demirza, apakah dia yang dimaksud?
"Maksud Bapak saya?" tanya Naina memastikan.
"Iya, siapa lagi kalau tidak kamu," jawabnya seenaknya.
Naina membulatkan mata, tak percaya mendengar penuturan bosnya.
"Sinting, enak saja dia memberiku gelar buruk," batin Naina kesal.
Gadis itu ingin sekali protes, tapi tidak mungkin itu akan menjadi masalah jika ia lakukan.
"Ada apa Pak, jika tidak butuh sesuatu, saya ingin kembali bekerja," sahut Naina mencoba untuk tidak memperlihatkan kalau sekarang ia sangat kesal.
"Enak saja" dengus Demirza.
"Saya yang menentukan kamu itu kerja apa gak, ngerti kamu?" katanya enteng. Naina yang mendengar nya tampak sangat terkejut, tiba-tiba saja ia langsung takut.
Demirza tersenyum melihat raut wajah ketakutan Naina. Pria itu melangkah maju mendekat kepada gadis yang terlihat terdiam kaku itu.
Pria itu memangkas jarak diantara mereka, hanya menyisakan beberapa inci.
"Selagi suasana hati saya baik, saya tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kamu," bisik Demirza tepat ke telinga Naina.
Naina terlihat menegang. Hembusan napas Demirza terasa hangat. Tiba-tiba saja seluruh tubuh gadis itu dibanjiri keringat dingin.
Demirza yang mengetahui Naina akan mengeluarkan suara, dengan cepat ia mengatakan sesuatu yang membuat Naina mengunci rapat mulutnya.
"Jika tidak ingin dipecat? Kamu harus ikut saya!" Setelah meluruskan kata-katanya Demirza langsung berlalu mendahului Naina.
Pria itu menyunggingkan senyum kecil mengetahui ternyata Naina sangat takut dengan ancamannya.
💧
"Dia pikir aku budak"
Itulah yang memenuhi isi otak Naina. Ia tak habis pikir dengan jalan pikir bos-nya ini, dengan seenaknya membawanya berbelanja sangat banyak sekali dan dibebankan kepada Naina dengan membawa belanjaan itu sendirian. Naina sendiri di buat Kewalahan.
"Cepat sedikit!" desak Demirza seenaknya tanpa rasa kasihan kepada Naina yang kesulitan membawa begitu banyak barang belanjaan itu.
Tempat terakhir yang mereka kunjungi adalah toko perhiasan.
"Bapak belanja sebanyak ini buat apa Pak?" Kini Naina memberanikan diri buka suara. Demirza hanya diam tak mempedulikan pertanyaan Naina. Fokusnya sepenuhnya kepada cincin berlian yang bertengger di seteleng.
"Kok semua yang dibeli fashion wanita Pak? Mulai dari sepatu, tas, baju, dan sekarang perhias..."
"Bisa diam gak?" decak Demirza.
Tanpa menghiraukan teguran Demirza Naina terus mengoceh hingga satu pertanyaan Naina membuat Demirza tersipu.
"Buat lamaran ya Pak?"
"Tuh kan, benar dugaan saya," ujar Naina menangkap basah Demirza sedang tersenyum.
"Saya mau ini Mbak!" tunjuk Demirza kearah cincin berlian yang menarik perhatiannya itu.
Naina mengikuti arah tunjuk Demirza dan langsung saja gadis itu melongo melihat cincin itu sangat bagus terkesan sangat mewah.
"Wah, cantiknya," gumam Naina mengagumi pilihan Demirza, sedangkan pria itu tetap diam sementara senyum di bibirnya tak pernah pudar.
"Cantik Pak cincinnya, saya yakin calon Bapak pasti suka," ujar Naina berpendapat.
"Pasti dong" sahut Demirza bangga.
Setelah berbelanja, kini mereka berada di sebuah restoran yang sangat mewah.
Demirza membolak-balik sendiri halaman buku menu, memilih makanan yang akan ia santap tanpa memedulikan Naina yang tak sabaran ingin juga segera memesan makanan pilihannya.
Setelah mengatakan apa saja makanan yang diinginkannya. Dengan cepat Demirza menutup buku menu dan langsung memberikannya kepada waiters.
Naina yang melihat itu melongo tak percaya.
"Makanan disini mahal, gaji kamu saja tidak akan cukup hanya untuk makan disini," ujarnya angkuh.
Naina mendengus kasar, "Emang iya gaji saya gak cukup, tapi dompet Bapak kan cukup," katanya sekenanya.
Sebelah alis Demirza terangkat, cukup terkejut dengan jawaban Naina.
"Kamu pikir saya mau traktir kamu makan disini?"
"Gak minta juga" sahut Naina kesal.
Demirza memajukan sedikit badannya kehadapan Naina dengan tangan terlipat diatas perut.
"Jawab jujur! Kamu pengen kan? Mencicipi makanan disini."
"Enggak, saya sadar diri dengan isi kantong saya," jawab Naina cepat.
"Padahal, kalau kamu bilang pengen. Saya pasti biarin kamu mesan." Demirza tiba-tiba berkata lembut.
"Beneran Pak saya bisa mesan makanan?" tanya Naina antusias.
"Tidak" bantah Demirza langsung menyandarkan tubuhnya ke kursi.
Naina mendengus, "huhhh, dasar pelit," umpatnya pelan tapi masih bisa di dengar oleh Demirza. Saat pria itu ingin menegurnya tiba-tiba makanan pesanannya telah tiba.
Naina memiringkan wajahnya menjauhkan pandangannya dari makanan yang telah terhidang di atas meja.
Bau makanan itu menusuk indra penciuman Naina. Dengan susah payah Naina menelan Silva nya agar tak terlihat tergiur dengan makanan yang tak untuk nya itu.
Demirza merasa geli melihat kelakuan Naina. Dengan perlahan, pria itupun menggeser piring berisi pasta itali kearah Naina, menyuruh gadis itu untuk segera memakannya.
"Kamu ikut saya, saya tidak akan membiarkan kamu kelaparan."
Naina sempat tertegun mendengar perkataan Demirza yang menurutnya hal itu tidak akan mungkin keluar dari mulut pria dingin itu. Bahkan omongan nya saja sering pedas dan sekarang tiba-tiba saja ia perhatian kepada Naina.
"Sekian banyaknya orang yang mengusik kamu, kenapa kamu masih tetap bertahan di perusahaan saya?" tanya Demirza penasaran.
Kepala Naina menunduk. Terlihat ia diselimuti rasa malu.
"Selama ini saya kesulitan dapat kerja, dan juga saya punya hutang kepada Bapak yang harus saya lunasi," jelas Naina bernada lemah.
Mendengar penjelasan Naina, entah mengapa, Demirza merasa sedikit kasihan. Sepertinya ia harus berhenti mempermainkan gadis ini. Pikir Demirza.
"Jangan khawatir! Mulai saat ini kamu akan bekerja dengan tenang di perusahaan saya, dan saya tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kamu." jelas Demirza yang seketika membuat Naina merasa sangat senang.
"Terimakasih Pak" ujar Naina bahagia.
Demirza hanya mengangguk kecil. Ia menyuruh Naina agar cepat memakan makanannya karena setelah ini ia akan mempersiapkan sebuah kejutan untuk melamar kekasih hatinya.
Pembaca yang bijak pasti tau menghargai usaha author
selamat membaca dan sampai ketemu di part selanjutnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Eliana Harahap
lucu deh Naina dan Demirza😁
2021-10-30
0
Zakiah An Nur Nasution
lanjut Thor
2021-10-01
1