Bab 19

*** Happy reading ***

"Batalkan pertemuan hari ini Gerin." Ucap Alard. Gerin terkejut dengan perintah tiba-tiba dari atasannya ini. Mereka baru saja sampai untuk melakukan pertemuan dengan klien di restoran ini, namun tiba-tiba saja laki-laki yang kini membeku di hadapannya memberikan perintah pembatalan.

Gerin mengikuti arah pandang sang atasan, sedikit terkejut melihat istri dari laki-laki yang sudah di layaninya belasan tahun ini keluar dari dalam restoran yang sama bersama klien mereka.

"Sepertinya klien kita sedang sibuk dengan istriku." Ujar Alard dingin. Kesal, tentu saja. Demi apapun dia tidak ingin membagi senyum Zia dengan laki-laki manapun.

Alard kembali masuk ke dalam mobil, lalu Gerin mulai melajukan mobil Alard untuk mengikuti mobil yang baru saja berlalu dari parkiran restoran.

"Pantas saja tadi dia membatalkan pertemuan kita, ternyata dia sedang bersama istriku." Ucap Alard kesal. " Bisakah kita memutus hubungn kerja sama dengan Firma Hukum mereka ?" Tanya Alard.

"Nanti akan saya bicarakan dengan Adnan terlebih dahulu tuan." Jawab Gerin.

"Sial, dia minta izin untuk makan siang bersama Zidan, dan sekarang bersqma orang lain. Dia membohongiku." Kesal Alard.

Gerin diam, dia tidak tahu harus mengatakan apa. Namun melihat tingkah istri dari atasannya tadi yang terlihat tidak canggung juga terlihat dekat, memang sedikit mengganggu pemandangan.

Pertanyaan mulai hinggap di kepalanya, Apa putra dari pengacara kondang itu memang dekat dengan Zia ? ha terserahlah, dia tidak ingin menambah urusannya, lalu kembali berkonsentrasi dengan kemudi juga mobil yang ada di depannya agar tidak kehilangan jejak dan akhirnya mendapat amukan dari laki-laki yang sedang cemburu di belakangnya.

******

Di jalanan yang sama, namun di dakam mobil yang berbeda Zia terlihat tidak nyaman. Sedikit rasa bersalah mengganggunya, jika sampai gadia tadi pacar Rehan maka habislah dia.

"Apa Farah itu pacar kamu ?" Tanya Zia pelan.

"Aku ? Hei meskipun aku patah hati karena di tolak oleh mu, aku belum se gila itu sampai harus menjalin hubungan dengan gadis se kecil Farah." Ucap Rehan sambil terkekeh.

"Maafkan aku...

"Sudah lupakan saja, kita memang tidak berjodoh. Aku titip do'a di setiap sujudmu, agar kelak Allah memberi wanita baik seperti dirimu untukku nanti." Ucap Rehan menyela. "Mama dan Papa bilang, kamu juga putri mereka dan aku bisa menganggapmu sebagai adikku, dan kami ingin kamu bahagia Zia. Lupakan semuanya, kita memang tidak di takdirkan untuk bersama sebagai suami istri, namun takdir kita sebagai keluarga tidak akan pernah terputus." Sambungnya. Tangannya terulur untuk mengusap keala Zia yang tertutup hijab.

Zia bernafas lega sambil mengangguk patuh. Dia tahu Rehan memang baik, namun jalannya memang sudah seperti ini. Dulu dia selalu mengusahakan hatinya untuk menyambut laki-laki ini, namun seberapa kerasnya dia berusaha hasilnya tetap saja sama. Seorang Rehan tidak akan pernah lebih dari seorang teman baik baginya.

"Mau di antar kemana ?" Tanya Rehan mengalihkan suasana yang mulai terasa canggung.

"Rumah Sakit aja." Jawab Zia. Sebenarnya hari ini dia tidak lagi memiliki jadwal, namun dia tidak ingin terlalu merepotkan Rehan. Biarlah setelah di Rumah Sakit nanti, dia akan naik taxi menuju rumah mertuanya.

"Tante Nina sama Om Indra gimana kabarnya ?" Tanya Zia.

"Mama dan Papa baik, sibuk cariin jodoh buat aku." Jawab Rehan sambil terkekeh. "Mama sibuk ngoceh ke mana-mana minta segera di beri cucu." Ujarnya lagi masih dengan kekehan dari mulutnya. Zia pun ikut tersenyum lucu mendengar cerita Rehan.

"Sana turun." Ujar Rehan "Apa perlu aku bukain pintu mobil ?" Sambungnya.

"Ga usah lebay deh." Ucap Zia sambil mendelik malas sambil membuka pintu mobil Rehan. Karena terlalu asik mengobrol dia bahkan lupa jika kini mobil Rehan sudah berada di area parkir Ruma Sakit.

Rehan pun ikut keluar dari mobilnya dan mendekat ke arah Zia.

"Jika punya waktu terus dapat izin suami, main ke rumah. Mama rindu kamu katanya." Ucap Rehan sambil menahan jantung yang masih saja berdebar saat menatap wanita yang sudah menjadi milik orang lain ini.

Zia mengangguk.

"Pulang sana." Ucap Zia.

"Dih jahatnya, di antar bukannya terimakasih malah ngusir." Ujar Rehan.

"Iya, iya terimakasih sudah ngantarin aku." Ucap Zia sambil mendorong tubuh Rehan untuk kembali masuk ke dalam mobil.

"Zia..." Panggil Rehan saat pintu mobilnya terbuka.

Zia masih menunggu apa yang ingin di katakan oleh laki-laki yang kini sudah membelakanginya.

Rehan membalik tubuhnya menghadap ke arah Zia.

"Bahagialah, sungguh aku hanya ingin itu. Aku akan lebih ikhlas jika laki-laki yang kamu pilih bisa membahagiakanmu." Ujar Rehan.

"Jangan khawatir, dia laki-laki yang baik dan menyayangiku seperti dirimu. Keluarganya juga menyayangiku sama seperti keluargamu. Bahkan rasa syukurku masoh terasa kurang, entah kebaikan apa yang aku lakukan hingga Allah memberi kalian dalam hidup aku." Ujar Zia jujur.

Rehan tersenyum lega, dan merasa inilah saatnya untuk melepaskan. Benar-benar melepaskan dan memulai hidupnya dengan kisah yang baru. Nama Zia mungkin saja tidak akan semudah itu dia hapus dari hidupnya, dan dia tidak perlu melakukan itu. Hanya perlu menyimpan nama itu di tempat yang tepat sebagai teman.

"Baiklah aku pulang." Ucap Rehan. Tangannya kembali terulur mengusap kepala Zia lalu masuk ke dalam mobilnya kemudian berlalu dari sana dengan perasaan lega. Semoga saja ke depannya jika bertemu dengan Zia, debaran jantungnya akan perlahan menghilang dan tidak lagi mengganggunya.

Zia melambaikan tangannya hingga mobil Rehan menghilang dan berbaur dengan mobil lain di jalanan Jakarta.

Di dalam mobil yang tidak jauh dari area Rumah Sakit, Alard menggeram kesal. Terlebih lagi laki-laki yang dia tahu sebagai pengacara itu dengan berani mengusap pucak kepala istrinya. Kepala yang selama hampir satu tahun ini hanya tersentuh tangannya, apakah membiarkan Zia kembali bekerja adalah kesalahan. Sungguh dia mulai merasa ingin mengurung istrinya itu di rumahnya saja agar tidak perlu bertemu dengan orang lain tanpa sepengetahuannya.

Dia melihat Zia melangkah keluar dari pelataran rumah sakit dan berdiri di sana.

"Kamu di mana ?" Tanya Alard dingin. Dia masih berada di dalam mobil yang terparkir di sisi jalan sambil melihat ke arah istrinya yang juga berdiri di sisi lain jalan.

"Aku baru pulang dari restoran, dan sekarang lagi nunggu taxi mau pulan ke rumah."

"Kenapa tidak meminta Zidan untuk mengantar kamu pulang ?" Tanya Alard lagi untuk terus memancing istrinya.

"Ah, Zidan ngga bisa. Tadi di restoran dia ketemu teman dan aku...

" Kamu kenapa ?" Tanya Alard cepat saat mendengar istrinya menjawab dengan ragu.

"Aku di antar sama teman lama. Maaf ngga minta izin kamu dulu."

Alard tercekat mendengar permintaan maaf dari Zia, kini dia merutuki dirinya sendiri karena begitu bodoh bahkan menuduh Zia berbohong padanya.

"Alard..." Suara Zia kembali terdengar di ponselnya.

"Aku akan menjemputmu, jangan berdiri di tepi jalan." Ucap Alard. "Masuklah ke dalam terlebih dahulu, aku akan menghubungimu jika sudah sampai di Rumah Sakit." Sambungnya sambil melihat istrinya yang tersenyum di sana.

Panggilan dia akhiri setelah mendengar kata terimakasih dari Zia. Alard masih terus merutuki dirinya sendiri, sambil menatap penuh rasa bersalah ke arah istrinya yang kembali melangkah masuk ke dalam pelataran Rumah Sakit.

Terpopuler

Comments

Medy Jmb

Medy Jmb

kenapa alard gak Kenal Regan? bukankah Rehan ponakan Tante Yuna istri om angganya?

2023-05-28

0

Jumadin Adin

Jumadin Adin

alard mulai cemburu

2023-01-19

0

Saonah Onah Nona

Saonah Onah Nona

makanya jangan mencintai dalam diam mas Alard, ungkapin perasaanya biar gak cemburu buta.....😀

2022-05-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!