**** Happy Reading semuanya ****
"Sejak kapan kamu menyiapkan ini ?" Tanya Zia tidak percaya. Tangannya masih menyusuri setiap terusan panjang yang tergantung rapi di dalam lemari. Blouse juga celana bahan kain terlipat rapi disana. Dan paling penting adalah hijab-hijab andalannya juga sudah tersedia di dalam lemari dalam ruang ganti itu.
"Kamu suka ?" Tanya Alard.
Zia mengangguk antusias, meskipun pakaian ini tidak akan dia pakai seluruhnya, namun dia begitu bahagia karena laki-laki yang kini menyandang status sebagai suaminya begitu memperlakukannya dengan sangat baik.
Zia membalik tubuhnya menatap pada sang suami yang juga sedang menatap lekat ke arahnya.
"Kapan kamu menyiapkan ini ?" Tanya Zia lagi.
"Dua hari lalu. Aku tidak tahu selera berpakaian kamu seperti apa, maaf jika tidak sesuai keinginanmu." Ucap Alard.
"Hei aku menyukai semua ini, aku begitu bersyukur karena kamu memperlakukan aku sebagai orang yang penting dalam hidup kamu. Tapi..."
"Tapi apa ?" Tanya Alard khawatir.
"Ini terlalu banyak Alard, jika Eyang Abi masih ada dia pasti akan memarahimu habis-habisan." Ucap Zia lalu tertawa.
Alard ikut tersenyum bahagia. Tawa riang yang selalu terlihat dari wajah istrinya begitu cepat menyalur padanya.
"Mau membantuku membersihkan diri ?" Tanya Alard.
"Tentu, mulai sekarang aku tidak hanya berperan sebagai istri namun juga sebagai perawat yang siap sedia dua puluh empat jam untukmu." Jawab Zia lalu mendorong kursi roda keluar dari ruang ganti menuju kamar mandi yang ada di samping ruang ganti.
"Lalu kerjaan kamu ?" Tanya Alard.
"Tenanglah, papa mertuaku adalah bos disana. Meskipun aku tidak lagi masuk dan bekerja di rumah sakit, aku yakin gajiku pasti akan terus mengalir ke dalam rekeningku." Jawab Jia lalu kembali tertawa.
"Aku serius Zia. Bagaimana pekerjaanmu ?" Tanya Alard sudah terlihat menunduk.
"Pekerjaanku penting, namun kamu jauh lebih penting dalam hidup aku sekarang. Kita berjuang pelan-pelan untuk kesembuhan kamu." Jawab Zia lugas.
Alard terdiam, dia mulai kembali merasa bersalah karena kini harus menghalangi karir Zia untuk hidupnya yang seperti ini.
Zia mulai membantu melepaskan satu persatu pakaian yang melekat di tubuh suaminya, lalu membersihkan tubuh Alard dengan perlahan.
"Apa kita akan menginap disini ?" Tanya Zia.
"Tidak apa-apa kan ?" Tanya Alard.
"Tentu saja, dimana saja asal sama kamu." Jawab Zia lalu gadis itu kembali tertawa riang.
Alard pun ikut tertawa mendengar gombalan gadis yang masih terbalut dengan kebaya putih ini.
"Apa yang kamu lihat ?" Tanya Zia heran karena Alard terus saja memperhatikan kepalanya.
"Aku penasaran sama rambut kamu." Jawab Alard.
"Mau melihatnya ?" Tanya Zia sambil memakaikan bathrobe di tubuh Alard.
" Boleh ?" Tanya Alard.
"Tentu saja, kamu suami aku jika kamu lupa." Jawab Zia di iringi tawa bahagianya.
Jilbab berwarna putih itu mulai dia lepaskan perlahan, rambut panjang yang di ikat asal itu pertama kali terlihat oleh laki-laki lain selain Ayah dan adiknya Zidan.
Alard tersenyum melihat tingkah Zia yang baru kali ini di lihatnya, tidak ada kecanggungan dari gadis ini membuatnya ikut terbawa suasana.
"Cantik." Ucap Alard saat rambut panjang itu terurai di punggung istrinya.
"Baru sadar sekarang jika aku cantik ?" Tanya Zia di iringi tawa renyahnya. "Waktu di pesawat enam tahun lalu kemana aja mas." Ujar Zia dan membuat Alard terbahak.
"Aku sudah tahu kamu cantik sejak di pesawat enam tahun lalu." Ucap Alard membuat Zia terdiam.
"Kamu memperhatikan aku ?" Tanya Zia.
Alard mengangguk, "Aku tidak tidur saat kamu menatapku hari itu, dan setelah kamu tertidur aku memperhatikan gadis yang pertama kali membuatku terpengaruh." Ucap Alard.
Zia bersemu malu karena Alard mengetahui bahwa dia memperhatikan laki-laki ini waktu itu.
"Zia ?" Panggil Alard
"Hm.." Jawab Zia. Gadis itu kembali mendorong kursi roda menuju ruang ganti yang tadi mereka lihat, sambil menunggu apa yang ingin suaminya katakan padanya.
"Apa ada laki-laki lain yang kamu cintai ?" Tanya Alard. Dia ingin memastikan jika gadis yang mulai membuat hatinya bergetar ini tidak memiliki laki-laki lain, agar jika saat hatinya benar-benar sudah terpaut dengan istrinya ini, bukanlah kekecewaan yang akan dia dapatkan nanti.
Zia yang ingin mengambil pakaian santai untuk sang suami terhenti sejenak. Dia membalik tubuhnya mentatap lekat ke arah Alard. Menatap lekat maik cokelat yang selalu membuat hatinya berdebar.
Zia menggeleng tegas.
"Sejak dulu, aku selalu menghindari memiliki perasaan pada laki-laki yang belum seharusnya." Jawab Zia.
"Kamu tidak pernah memiliki kekasih atau laki-laki yang kamu suka ?" Tanya Alard lagi dengan tatapan tidak percaya ke arah istrinya.
Zia tersenyum lalu kembali menggeleng.
"Dulu enam tahun lalu, ada seorang laki-laki asing menyodorkan sapu tangan putih padaku. Sebuah perasaan samar tumbuh, sedikit getaran mengganggu selama enam belas jam penerbanganku. Namun segera ku tepiskan dan ku hapus perlahan." Jawab Zia lalu kembali membalik tubuhnya memilih pakaian yang akan di kenakan suaminya.
Alard terdiam dengan hati yang menghangat.
Diapun merasakan hal yang sama saat itu, gadis yang sempat membuatnya berdebar saat gadis itu menyodorkan tangannya tanpa sungkan kearahnya.
Zia membawa satu buah kaus dan celana kain panjang dan membantu Alard berpakaian.
"Terimakasih." Ucap Alard pelan saat Zia selesai membantunya.
Zia mengangguk lalu membawa Alard keluar dari ruang ganti menuju ranjang. Dengan hati-hati Zia membantu Alard bangun dari kursi rodanya menuju ranjang besar itu.
"Apa ada yang kamu inginkan lagi ?" Tanya Zia sambil menarik selimut dan menutupi kaki Alard dengan perlahan.
"Tidak ada, terimakasih Zia." Ucap Alard.
"Berhenti mengucapkan terimaksih Alard, aku istrimu dan semua yang ku lakukan adalah kewajibanku." Ucap Zia pelan. "Aku mau mandi, tunggu sebentar ya." Sambungnya.
Alard mengangguk mengiyakan, namun langkah Zia kembali terhenti saat tangannya di genggam erat oleh suaminya.
Zia memandang lekat ke arah Alard yang kini tertunduk, menunggu apa yang ingin di utarakan oleh laki-laki yang sudah menjadi suaminya ini.
"Apa perasaan samar enam tahun lalu masih ada sekarang ?" Tanya Alard pelan membuat Zia tersenyum lalu duduk di sisi ranjang di samping Alard.
"Perasaan samar enam tahun lalu kini semakin jelas terasa Alard. Aku berusaha menghapusnya dulu, karena aku fikir perasaan itu tidak seharusnya ada. Namun kini aku tidak lagi merasa takut, karena kamu bersamaku sekarang. Dan lebih penting, kita sudah dalam ikatan yang di halalkan." Jawab Zia yakin. "Bukan karena aku tidak perduli jika perasaanku akan berbalas atau tidak, bagiku perasaanmu adalah hakmu, dan perasaanku juga adalah hak aku. Saat kamu mengucapkan kobul bebrapa jam yang lalu, aku sudah bersiap melabuhkan seluruh rasa yang ku punya untuk kamu. Tidak masalah jika kamu belum memilikinya, kita punya prinsip berbeda dan inilah prinsipku Alard. Kamu adalah jawaban dari do'a yang sering ku pinta dalam setiap sujudku." Sambung Zia.
Alard menarik tangan yang di genggamnya, lalu memeluk tubuh Zia dengan erat.
Terserah pada perasaan bodoh yang belum dia rasakan dengan jelas saat ini, namun dia berjanji pada dirinya sendiri tidak akan pernah mengabaikan gadis yang kini berada dalam pelukannya ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Saonah Onah Nona
nice
2022-05-29
0
Mbah Edhok
asalkan jangan janji palsu bang...
2022-04-22
0
Dasih Sunarti
swjauh ini suka ama karakter zia
2022-02-05
0