Bab 6

***Happy Reading 😊 ***

"Saya terima nikahnya, Eliziane Binti Dimas Prasetyo dengan seperangkat alat shalat dan cincin emas tersebut di bayar tunai."

Alard berhasil mengucapkan kalimat sakral dengan satu tarikan nafasnya. Dadanya semakin bergemuruh, satu tetes air mata ikut meluncur di pipinya ketika berhasil mengucapkan kalimat yang dulu tidak pernah lagi dia impikan.

Kalimat alhamdulillah penuh syukur dan haru dari keluarga terdekat juga para tamu undangan yang ikut menyaksikan hari bahagia ini membuatnya semakin membuncah.

Kini tatapannya menatap lekat pada gadis yang sudah dengan tulus menerimanya sedang melangkah perlahan menuju tempat dia duduk di bantu ibu mertua dan sang mama.

Zia tersenyum dengan mata yang sembab ke arah suaminya. Dia ikut bergemuruh melihat ada tetas cairan bening di wajah laki-laki yang kini sudah sah menjadi suaminya itu.

Alard membalas senyum manis wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya dengan senyuman hangat yang dulu selalu dia berikan pada sang kekasih yang sudah berbahagia dengan kehidupannya bersama laki-laki yang jauh lebih sempurnah darinya. Senyuman yang sudah beberapa tahun ini tidak pernah terlihat dari wajahnya kini dia berikan pada wnaita yang sudah begitu tulus menerimanya.

Zia tidak lagi merasa canggung saat mama mertuanya membantunya duduk di kursi yang ada di samping kurai roda Alard. Meskipun dia tidak pernah dekat dengan lelaki manapun sebelumnya, namun ketika bersama Alard dia tidak lagi gugup atau apapun itu. Entahlah, dia merasa sepwrti sudah lama terbiasa dengan laki-laki yang kini meraih tangannya.

****

Alard memakaikan cincin emas yang bertuliskan namanya pada jari manis Zia, begitupun sebaliknya. Setelah itu, Zia mencium punggung tangan imamnya dengan takzim, dan Alard mengecup kening Zia sembari menggumamkan terimakasih pada istrinya itu.

Terkadang takdir memang semenakjubkan itu, kebersamaan mereka hanya dalam waktu enam belas jam dulu, kini kembali mempersatukan mereka di ikatan suci pernikahan yang di do'akan oleh semua yang hadir agar pernikahan ini akan berlangsung seumur hidup.

Tidak ada resepsi atau sejenisnya, beberapa kerabat juga rekan hanya datang menyapa dan memberikan selamat pada ke dua mempelai saat mereka masih berada di tempat di langsungkan ijab kobul tadi.

Kini kediaman Dimas kembali sunyi, semua tamu undangan sudah berpamitan untuk pulang. Tersisa keluarga inti termasuk Yuna dan Angga yang menyempatkan diri pulang ke Jakarta untuk menghadiri pernikahan gadis kecilnya dulu bersama sang keponakan.

Angga sudah menggantikan Wijaya untuk memimpin Rumah Sakit yang ada di Bandung.

Sedangakan Tania tidak bisa menghadiri pernikahan dadakan keponakannya, karena si bungsu itu sudah menetap di luar negri bersama suaminya dan tidak bisa menyempatkan diri hadir karena waktu yang begitu mepet.

Zidan memeluk kaka perempuannya dengan erat. Wanita ke dua yang selalu dia cintai kini akan pergi meninggalkannya dan memulai hidup yang baru.

"Pokoknya kaka harus bahagia." Ucap Zidan masih terus menempel di samping Zia. Beberapa kali Dimas menegur putra bungsunya itu, namun pemuda yang dia rawat sejak bayi itu sama sekali tidak mau beranjak dari samping Zia. Orang tua Alard hanya tersenyum bahagia, begitupun Alard. Dia memaklumi adik iparnya yang begitu menyayangi sang istri bahkan sempat mengancamnya dua hari lalu agar membahagiakan sang kaka.

"Kok jadi seperti anak kecil sih." Ucap Zia tersenyum lucu pada adiknya yang masih saja merengek sambil memegang lengannya.

"Kita ngga akan bisa pergi sama-sama lagi." Ucap Zidan malas.

Zia semakin tertawa lucu.

"Tentu saja, aku sudah punya suami jadi kemana-kemana harus sama suami aku dong." Ujar Zia sambil mengusap kepala adiknya.

"Udah ah, kamu seperti anak kucing yang mau di tinggalkan ibunya." Ucap Anisa. "Sini, pindah di samping ibu. Jangan terus mengganggu kaka kamu, nanti ka Alard cemburu." Sambungnya dan membuat semua orang yang kini sidah duduk di ruang keluarga tertawa bahagia.

"Jika papa masih disini, dia pasti akan sangat bahagia." Ucap Angga. "Allah smsangat baik dalam menentukan sebuah takdir." Sambungnya dan di benarkan sang kaka.

Dulu angga mati-matian ingin membawa Anisa ke dalam keluarga mereka, namun Allah tidak merestuinya. Dan kini mereka kembali di persatukan melalui Zia dan Alard.

"Ma aku ingin membawa Zia ke suatu tempat." Izin Alard sambil melihat jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia tersenyum, karena waktunya akan tepat jika pergi sekarang untuk memberikan sedikit kejutan untuk Zia.

"Kemana ?" Tanya Tamara cepat.

Alard tertawa dengan reaksi sang mama yang terlihat begitu khawatir.

"Rahasia." Ucap Alard.

"Di temani sopir." Ucap Tamara.

"Zia bisa bawa mobil tante." Selah Zia lalu tersenyum ke arah Alard.

"Mama Zia." Ucap Tamara kesal. Berulang kali dia mengingatkan menantunya ini untuk tidak lagi memanggilnya dengan sebutan itu namun masih saja keluar dari mulut Zia.

"Hati-hati nak." Ucap Dimas mengizinkan.

"Terimakasih Ayah." Ucap Alard.

Dimas tersenyum, begitupun Zia yang segera menghambur memeluk sang Ayah dengan begitu erat.

"Daddy tidak mendapatkan pelukan ?" Tanya Angga sambil merentangkan tangannya.

Zia tersenyum lalu menghambur memeluk laki-laki pyang dulu begitu menyayanginya.

Kebaya putih juga hijab berwarna senada masih melekat di tubuh mungilnya. Dia mendorong kursi roda Alard lalu keluar dati rumah orang tuanya.

Kata hati-hati dan petuah lainnya mengiringi kepergian mobil yang berhiaskan pita dan bunga itu. Zia mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, senyum di bibirnya belum juga surut. Dia bahagia, sangat bahagia.

Mungkin saja oernikahan yang akan dia jalani tidak akan seperti pernikahan pada umumnya, namun membayangkan hidup bersama Alard sudah membuatnya begitu bahagia.

"Jadi mau kemana ?" Tanya Zia masih terua berkonsentrasi dengan kemudi juga jalanan di depannya.

"Ikuti saja penunjuk arah yang di tunjukan oleh asisten g**gle." Jawab Alard lalu meletakkan ponsel pintarnya tepat di depan Zia.

Mobil yang dia kendarai mulai memasuki sebuah kawasan pantai, tidak banyak rumah yang ada di sana.

***

"Rumah siapa ini ?" Tanya Zia saat g**gle maps yang dia ikuti berhenti di depan sebuah rumah besar.

"Rumah kita." Jawab Alard.

Zia tersenyum, hatinya menghangat. Tidak ada lagi aku atau kamu, kini sudah berubah menjadi kita.

Zia membuka pintu mobil lalu keluar dari dalam mobil. Dia memutari depan mobil menuju pintu mobil di samping Alard, lalu membantu suaminya itu turun dari dalam mobil.

"Duduk sini Zia." Ajak Alard sambil menepuk pahanya.

Zia menatapnya heran, namun dia tetap mengikuti permintaan Alard untuk duduk di pangkuan laki-laki itu.

Alard menekan tombol yang ada terdapat di pegangan kursi roda, dan kursi roda itu mulai berjalan dengan perlahan.

Zia terkejut, hampir saja dia terjatuh namun tangan Alard segera menahannya.

Terpopuler

Comments

Aminah New

Aminah New

Ais..romantisnya..

2022-11-07

0

amalia gati subagio

amalia gati subagio

he he he soleha plak peluk laki bukan mohram ????? syariat yg dijalankan...kan lurus dgn kehati hatian??? jina berulang di istana pembual pejinah jalim munafikun insyaf 🤓

2022-08-30

0

amalia gati subagio

amalia gati subagio

😓makasih lah, wong kebebasan anak si jalang ditebus nikahan jehendak org tua songong mertua 'idola'zia kan kan kan 😁

2022-08-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!