Bab 2

Jakarta, 6 tahun kemudian

Menghabiskan waktu di Rumah Sakit sudah menjadi rutinitas Zia selama empat bulan ini. Cahaya matahari yang mulai terbenam di ufuk barat mulai menembus tirai ruangan milik wanita yang berumur dua puluh sembilan tahun ini.

Zia masih duduk di kursi putarnya, menghadap jendela dengan sedikit sinar matahari yang mulai menguning masuk melalu celah tirai yang sedikit terbuka.

"Kenapa menolaknya nak, dia laki-laki baik dan sudah punya Firma Hukum. Ibu yakin kalian akan sangat cocok nanti." Ucapan sang ibu semalam kembali terngian di gendang telinganya. Bukan karena dia tidak ingin menikah dengan putra sahabat ibunya itu, hanya saja bukanlah seorang Rehan jawaban dari sujud di sepertiga malamnya.

Zia beranjak dari kursinya, lalu mulai merapikan barang-barang pribadinya ke dalam tas. Semua manusia punya masalah dan cobaan hidup masing-masing, masalah semalam harus dia hadapi dengan kepala dingin. Sedikit tidak tega melihat kekecewaan dari wajah sang ibu semalam karena penolakannya, namun memang hati memintanya untuk melakukan itu. Belum menikah di usia ini bukanlah keinginannya, namun Allah memang belum mengirimkan orang yang pantas untuknya.

"Permisi dok.." Ucap asisten Zia saat pintu yang baru saja di ketuknya sedikit terbuka.

"Ada apa Wina ?" Tanya Zia pelan tanpa menoleh, tangnya masih sibuk merapikan beberapa barang di atas meja lalu memasukannya ke dalam tas.

"Ada pasien lagi dok," Ucap Wina tak enak. Dia tahu waktu kerja dari dokter yang masih setia dengan kesendiriannya ini sudah selesai sejak beberapa jam yang lalu, namun pasien yang ada di belakangnya adalah pemilik rumah sakit ini.

Zia menghentikan aktivitasnya lalu melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Tapi jam kerja saya sudah selesai Win, aku harus segera kembali." Jawab Zia lugas lalu meraih tas dan jas dokternya untuk segera pulang. Ibunya sudah menunggu, dan masalah baru akan bertambah jika hari ini dia tidak segera kembali ke rumah.

Langkahnya terhenti saat pasien yang di beritahukan asistennya sudah menerobos masuk ke dalam ruangannya. Ini bukan pasien, laki-laki tua yang masih terlihat sehat dan bugar ini adalah pemilik rumah sakit tempat dia bekerja, dan ada apa gerangan hingga memaksa bertemu dengannya.

"Tidak apa-apa Wina, ini tidak akan lama." Ucap Zia saat melihat tatapan tidak enak dari asistenya.

Wina mengangguk lalu kembali menutup pintu ruangan Zia dengan perlahan.

"Mari pak, silahkan duduk." Ucap Zia sopan, tubuhnya sudah kembali mendarat di kursinya, sedangkan laki-laki yang umurnya sudah lebih tua dari sang ayah itu duduk di kursi yang ada di depannya.

Sebuah dokumen yang terbungkus kertas berwarna cokelat sudah berada di hadapan Zia, namun dokter cantik itu masih diam sambil menatap lekat wajah laki-laki tua di hadapannya ini.

"Menikahlah dengan putra saya." Ucap Adrian singkat.

Zia terdiam, sungguh dia masih tidak percaya apa yang dia dengar beberap detik yang lalu. Petinggi runah sakit memintanya untuk menikah dengan putranya yang belum pernah dia temui.

"Ambilah dokumen ini, lihatlah jika sudah sampai di rumahmu. Saya bis membantu namun syaratnya kamu harus siap menikah dengan putra saya." Ujarnya lagi lalu segera berdiri dari kursi kemudian keluar dari ruangan dokter Ortopedi yang baru empat bulan ini berada di rumah sakitnya. Kepribadian Zia juga keahlian dalam menangani pasien, membuatnya tertarik dengan gadis yang sudah berumur itu.

Zia masih terdiam di kursinya, detakan jantungnya berpacu dan perasaannya semakin tidak enak. Dia yakin ada sesuatu yang sedang terjadi dengan keluarganya.

drrrtt....drrrttt

"Iya bu.." Jawab Zia segera.

"Kamu di mana nak ?" Tanya Anisa.

"Masih di rumah sakit bu." Jawab Zia pelan. Suara isakakan sang ibu sudah mulai terdengar di ujung ponselnya.

"Zia akan segera pulang bu, assalamualaikum." Ucap Zia lalu mengakhiri sambungan telepon dan bergegas keluar dari ruangannya menuju parkiran.

***

Mobil yang dia kenderai menembus jalanan padat ibu kota sudah terparkir di halaman rumahnya. Tanpa menunggu lama, Zia segera keluar dari dalam mobil lalu melangkah cepat menuju rumah.

"Ibu ada apa ?" Tanya Zia saat melihat sang ibu sudah sesegukan di ruang keluarga.

"Adik kamu nak." Jawab Anisa di sela-sela isakannya.

"Ada apa dengan Zidan bu ? Ayah mana ?" Tanya Zia beruntun namun sang ibu sudah kembali terisak.

Zia segera berdiri dari sofa tempat ibunya berada, tujuannya ruang lerja sang ayah. Laki-laki terbaik dalam hidupnya itu belum pernah mengabailan ibunya, namun kali ini dia mendapati ibunya sedang menangis sendirian di ruangan keluarga.

"Yah Zia masuk yaa.." Izinnya lalu perlahan membuka pintu ruang kerja yangs sering di gunakan Ayah dan Adiknya bercengkrama itu.

Zia tersentak mendapati ruangan yang sudah berantakan, dan Ayahnya terduduk lemas di sofa yang ada di ruangan itu.

"Apa yang terjadi Ayah ?" Tanya Zia.

"Zidan, adik kamu di tahan oleh pihak kepolisian." Ucap Dimas pelan. Sungguh laki-laki paruh baya itu begitu kalut karena sang putra yang dia besarkan sejak bayi terlibat dengan bisnis yang tidak sehat.

"Kenapa bisa yah ?" Tanya Zia.

Dimas menggeleng, dia pun kaget karena tiba-tiba saja ada petugas yang datang memeriksa seluruh ruangan kerjanya juga kamar sang putra.

Zia teringat dokumen yang di serahkan pimpinan rumah sakit padanya, gegas dia keluar dari ruangan kerja sang ayah menuju mobilnya, dia yakin ada kaitannya dengan maslaah baru yang kini menimpa keluarganya.

Zia terduduk lemas di dalam mobil, berkas tuntutan kini sedang dia baca dengan seksama. Jelas jika semua bukti penyelewengan itu mengarah pada adiknya. Tanpa izin atau apapun lagi pada dua orang terbaik dalam hidupnya di dalam rumah, Zia kembali melajukan mobilnya menuju kantor polisi dimana adiknya berada.

Dia akan meminta penjelasan tentang semua ini, sang Ayah seorang pebisnis handal namu. belum pernah terlibat dengan bisnis yang tidak sehat seperti ini.

***

Zia bergegas keluar dari dalam mobil menuju ruangan tempat adiknya berada, tubuhnya semakin terasa lemas saat melihat adiknya sedang terduduk diam di hadapan dua orang penyidik yang terus membentaknya.

"Permisi" Ucap Zia pelan. Dua laki-laki yang memakai stelan jas lengkap juga kartu nama yang menggantung di lehernya menatap le arah Zia yang sudha berdiri di belakang laki-laki mudah yang sedang mereka interogasi.

"Saya pendampingnya." Ucap Zia.

"Apa anda seorang pengacara." Tanya sala satu laki-laki yang sedang duduk di hadapan Zidan.

Zia menggeleng.

"Aku keluarganya." Ucap Zia.

"Ada apa dek ?" Tanya Zia pelan saat sudah duduk di samping adiknya.

"Ini tidak benar kak, mereka menjebakku." Jawab Ziadan pelan. Sungguh dia tidak tahu jika akan seperti ini, dia merasa benar-benar di jebak dengan bisnis ini. "Beberapa bulan ini semua berjalan dengan baik, dan tiba-tiba saja hari ini beberapa penyidik datang ke kantor dan membawaku." sambungnya.

Zia menarik nafasnya, lalu merogoh ponsel yang ada di dalam tasnya. Menghubungi nomor yang tertulis di berkas yang dia baca tadi, lalu menyerahkan ponselnya pada salah satu penyidik yang ada di hadapannya.

Terlihat penyidik yang sedang berbicara melalui ponsel miliknya begitu patuh sambil menganggukkan kepalanya.

Terpopuler

Comments

Jumadin Adin

Jumadin Adin

sebuah rekayasa agar ziane mau menikah dg seorang konglomerat

2023-01-18

0

amalia gati subagio

amalia gati subagio

😱yachhhh.... si nyonya piyeeeee toh???
mo ngulang memory daun pisang catatan burammu dgn si pembual pejinah jalim insaf???? 😪

2022-08-30

0

Ninin Primadona

Ninin Primadona

ada apa nee..

2022-07-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!