Bab 4

Adrian menatap tidak suka pada putranya, siang tadi dia sudah mengabari jika malam ini mereka akan melamar salah satu dokternya untuk putranya ini, namun putranya sama sekali tidak mau di siapkan.

"Aku tidak mau menikah." Bantah Alard dengan nada dingin. Siapa gadis yang begitu bodoh menerimanya yang tidak bisa lagi melakukan apapun seperti ini.

Dokter Tamara masih diam seribu bahasa, keputusan sang suami untuk menikahkan putranya dengan seorang gadis begitu mendadak dan membuat Putranya semakin tertekan. Dan lebih membuatnya ragu, gadis mana yang mau menerima putranya yang sebagian tubuhnya tidak bisa lagi di gerakkan.

"Ini keputusan final Alard. Gadis itu sangat baik, dan dia juga seorang dokter Ortopedi yang handal." Ucap Adrian tegas.

"Bagaiman bisa Papa setega itu, gadis itu masih bisa mencari dan menikahi laki-laki yang lebih bisa membhagiakannya dari pada Alard Pa. Ku mohon untuk kali ini saja jangan egois, fikirkanlah nasib gadis itu setelah menikah dengan Alard akan seperti apa." Ujar Alard memelas. Dia sangat takut, kekasihnya yang sudah bertahu-tahun bersamanya saja memilih orang lain dari pada dirinya, lalu bagaiman dengan gadis yang bahkan tidak pernah dia temui.

"Begini saja nak, kita akan datang ke rumah gadis itu, dan jika gadis itu menerimamu dengan ikhlas maka tidak ada salahnya untuk mencoba." Ucap Tamara menengahi.

Alard terdiam, dia tidak bisa lagi menolak usaha sang mama yang berusaha mencari jalan tengah ini.

"Baiklah." Jawab Alard singkat. Hembusan nafas lega dari sepasang suami istri yang tidak lagi mudah itu terdengar jeas di telinganya.

Asisten laki-laki yang biasa mengurus Alard, kembali mendorong kursi roda menuju kamar tidur untuk menyiapkan Alard.

***

Sedangkan di kediaman keluarga Zia sudah terlihat rapi sejak sore ini. Beberapa hidangan sudah tersaji di meja makan atas permintaan Zia. Dia tahu laki-laki tua itu orang yang baik, pasti ada sesuatu yang mendesak hingga laki-laki yang paling di hormati di Rumah Sakit itu melakukan hal seperti ini.

Sedangkan Dimas tetap mempersiapkan dirinya dengan baik, meskipun ada rasa tidak suka hinggap di hatinya karena menurutnya cara yang di gunakan oleh orang yang ingin meminta putrinya ini salah.

"Cepat nak, mau berapa lama lagi kamu akan berada di dalam kamar, sebentar lagi mereka akan sampai." Ucap Anisa dari depan pintu kamar putrinya yang masih tertutp rapat.

"Sebentar lagi bu." Jawab Zia dari dalam kamarnya saat mendengar suara wanita terbaik di dalam rumah ini kembali terdengar.

Tatapannya masih tertuju pada kaca besar yang ada di meja riasnya. Menatap wajahnya yang sudah terdapat sapuan makeup tipis di hingga menambah kecantikannya.

Zia menarik nafasnya lalu berdiri dari kursi, terusan panjang juga hijab sudah membubgkus tubuhnya.

"Maafkan aku kak." Ucap Zidan saat Zia sudah keluar dari dalam kamarnya.

Zia menatap lekat ke arah Zidan yang kini berdiri sambil bersandar di dinding depan kamarnya.

"Jangan terlalu memikirkan apapun, pak Adrian seorang dokter yang baik. Kaka yakin, orang seperti dia punya alasan hingga melakukan hal seperti ini." Jawab Zia sambil mengapit lengan adiknya lalu turun menuju ruangan dimana Ayah dan Ibu mereka menunggu.

Anisa tersenyum ketika melihat dua buah hatinya yang begitu saling menyayangi, mungkin ini saat putri sulungnya yang berkorban untuk menyelamatkan putra bungsunya, dan di waktu yang akan datang tidak menutup kemungkinan jika Zidan akan kembali melakukan hal yang sama untuk Zia.

"Mereka sudah sampai, ayo nak." Panggil Dimas pada putrinya saat mendengar mobil yang berhenti di halaman rumah mereka.

Anisa berjalan beriringan bersama Dimas menuju pintu rumah. Zia masih mengapit lengan Zidan lalu mengikuti langkah kaki ayah dan ibunya menuju pintu depan.

"Assalamualaikum pak Dimas" Sapa Adrian sopan.

"Waalaikumsalam salam pak Adrian" Jawab Dimas. Dia sudah mengetahui detail laki-laki yang lebih tua darinya ini melalui putrinya, Zia. "Mari silahkan masuk." Sambungnya mempersilahkan keluarga yang bertamu kerumahnya ini masuk.

Zia dan Zidan tidak ikut menyambut hingga ke teras rumah, mereka masih mengamati keluarga yang kini masih saling menyapa dengan Ayah dan ibu mereka tidak jauh dari pintu rumah yang kini terbuka lebar.

"Alard.." Gumam Zia sambil melangkahkan kakinya menuju orang-orang yang mulai berjalan masuk kedalam rumah.

Zia mematung di tempatnya saat tatapnya bertemu dengan manik pria yang kini duduk di kursi roda yang sedang di dorong oleh wanita paruh baya ke arahnya.

"Ziane." Ucap Alard saat melihat gadis yang kini mematung tidak jauh darinya. Seketika semua orang yang kini sudah mencapai pintu rumah itu menghentikan langkah mereka.

"Alard." Ucap Zia pelan sambil melangkah mendekat ke arah orang-orang yang kini menatap heran ke arah mereka. Dia berfikir tadi hanya halusinasinya saja, namun kini laki-laki yang beberapa kali hadir dalam mimpinya ikut menyebutkan namanya.

"Kalian saling mengenal ?" Tanya Adrian antusias. Sungguh ini kebetulan yang sangat menakjubkan menurutnya.

"Kami bertemu di pesawat enam tahun lalu." Ucap Alard masih mengikuto langkah Zia yang datang menyalami kedua orang tuanya. Bayangan gadis yang mabuk udara selama enam belas jam di dalam pesawat yang sama dengannya kembali melintasi fikirannya, Bagaimana bisa dunia sesempit ini.

"Ini sungguh kebetulan yang menakjubkan." Ucap Dokter Tamara saat Zia mencium punggung tangannya.

"Tidak mam, ini bukan kebetulan tapi takdir." Ucap Adrian sambil mengusap puncak kepala Zia saat gadis itu juga mencium punggung tangannya.

Dimas tersenyum lega begitupun Anisa.

Kini kekhawatiran yang berlebihan beberapa hari ini melanda mereka berdua, meluap entah kemana. Keluarga ini tidak sama seperti yang ada di bayangan mereka.

"Mari pak silahkan masuk." Ucap Dimas kembali mempersilahkan keluarga itu masuk kedalam rumah mewah peninggalan Ayah Pras dulu.

Dua keluarga itu sudah duduk di ruang tamu sambil bercengkrama dengan hangat. Suasana yang ada di dalam ruangan ini begitu berbeda dari yang mereka bayangkan.

Keluarga yang bertamu ke rumah malam ini begitu ramah, juga mendapat sambutan yang begitu hangat juga dari pemilik rumah.

Anisa begitu terkejut jika wanita paruh baya yang lebih tua darinya ini adalah kaka dari Dokter Angga. Dia begitu dekat dengan keluarga Profesor Wijaya dulu, namun dia sama sekali tidak pernah bertemu dengan Tamara. Dia hanya mengenal Tania, adik Angga yang dulu menyelamatkan dari dalam lift.

"Ya Allah takdir sedekat ini Nis, aku pernah mendengar nama kamu saat beberapa kali bertemu keluargaku dulu. Wanita dengan satu orang anak yang selalu Angga kunjungi di Mancester itu kamu ?" Tanya Tamara masih tidak percaya dengan kebetulan yang kini terjadi dalam keluarganya.

"Iya mbak, dan gadis kecil itu Zia." Jawab Anisa. Kali ini dia tidak lagi merasa khawatir melepas putrinya pada keluarga ini. Dia sangat mengenal keluarga besar dari Profesor Wijaya yang begitu baik saat menjaganya dulu, dan kini dia yakin keluarga ini akan menjaga putrinya dengan baik.

"Aku tidak bisa membayangkan bagaiman senangnya Angga jika mendengar kabar ini. Ini sangat mendadak, jadi aku belum sempat mengabari keluarga yang lain." Ujar Tamara.

Terpopuler

Comments

Yunior

Yunior

kenapa Anisa tidak punya anak lagi

2023-12-31

0

amalia gati subagio

amalia gati subagio

he he he warbinasachhh cin
siapa pengendali skema licik ini

2022-08-30

0

amalia gati subagio

amalia gati subagio

karma datang bertahap????
poor zia

2022-08-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!