Bab 13

*** Maaf ngga bisa update rutin. Akhir bulan, kerjaan di kantor lagi banyak-banyaknya, harap maklum dan happy reading. Semoga tetap suka yaa 😊 ***

*****

Air kolam bergetar saat rintik hujan jatuh kepermukaan. Dedaunan kuning yang ada di pohon kecil itu berjatuhan di atas rumput hijau kala angin bersama gerimis menyambar.

Zia mendongak, menatap awan gelap yang menyelimuti langit sore yang biasanya menampakkan senja yang indah. Tatapannya mengamati setiap rintik hujan yang turun membasahi rerumputan hijau yang ada di hadapannya.

Dari awan gelap dan hujan kita belajar, bahwa setiap yang datanganya dari Allah selalu memiliki hal yang bermanfaat.

Saat awan gelap menutupi langit yang indah, turunlah hujan yang bermanfaat untuk tumbuhan yang memang memerlukan asupan air untuk kelangsungan hidupnya.

Semua yang di atur oleh sang maha pencipta adalah yang terbaik, dan kita wajib untuk selalu mensyukurinya.

Sebelas bulan telah berlalu, bukan sebelas bulan tinggal bebrapa hari lagi pernikahan mereka genap setahun. Tidak ada yang berubah, semuanya masih sama. Alard masih memperlakukan dia dengan baik, bahkan semakin baik.

Cinta, meskipun kata itu belum juga terdengar dari bibir keduanya, namun semakin hari rasa itu semakin berkembang di dalam dada Zia. Perlakuan manis Alard setelah malam itu saat Zia meminta pada suaminnya untuk mulai menerima dirinya, semakin membuatnya terbawa perasaan.

Alard selalu memperlakukan Zia dengan manis meskipun laki-laki itu belum pernah mengungkapkan apa yang dia rasakan selama hampir satu rahun pernikahan mereka.

Dan Zia seakan tidak pernah melewatkan moment berharga bersama laki-laki itu. Setiap kata dan perlakuan manis Alard selalu dia rekam dengan baik di dalam otaknya. Entahlah, semakin hari dia merasa, Alard semkain berharga dalam hidupnya.

"Kamu akan kedinginan." Sebuah sweater rajut sudah membungkus tubuh Zia bersamaan dengan suara laki-laki yang selalu saja membuat dadanya berdebar.

Zia tersenyum melihat ke arah laki-laki yang masih memegang bahunya. Kehangatan seketika menyelimutinya, bukan karena sweater rajut yang di pakaiakan Alard di tubuhnya, namun tangan juga perhatian yang selalu tertuju padanya, membuat hatinya semakin menghangat.

Tidak hanya kali ini Alard perhatian padanya, tapi hampir di setiap kesempatan saat mereka bersama. Laki-laki itu selalu menunjukan jika Zia pun berharga untuknya.

"Sudah selesai ?" Tanya Zia dengan dada yang berdebar. Tatapannya kembali menatap rintik hujan yang jatuh di atas permukaan air kolam.

Alard duduk di sofa yang sama tepat di samping Zia.

"Iya, apa terlalu lama ?" Tanyanya dan Zia menggeleng.

Alard sudah mulai beraktivitas seperti biasa. Dia mulai menghandel kembali perusahaannya, meskipun baru bisa dilakukan dari ruang kerja yang ada di rumah orang tuanya.

Gerin, sekertarisnya yang akan datang langsung menemuinya dengan setumpuk berkas yang harus Alard periksa.

"Apa Gerin sudah kembali ?" Tanya Zia lagi dan Alard mengangguk mengiyakan.

Sejenak situasi menjadi hening, hanya tetesan hujan yang jatuh di atap kamar yang terdengar dan ikut menyamarkan debaran jantung dari keduanya.

Alard meraih tangan Zia lalu di genggamnya dengan erat. memberikan kehangatan pada tangan yang sudah dengan sabar menemaninya.

Zia tidak hanya memperlakukan dirinya sepwryi seorang pasien, namun juga sebagai teman yang senantiasa mau mendengarkan keluh kesahnya.

"Sejak kapan kamu duduk disini ?" Tanya Alard sambil memasukan tangan mereka ke dalam saku hodie yang dia kenakan. Tangan istrinya itu nyaris membeku karena kedinginan, namun entah mengapa gadis yang kini menjadi ratu di hatinya enggan beranjak dari teras kamar mereka.

"Belum lama, satu jam mungkin." Jawab Zia, dia menatap tangan yang ada di dalam saku hodie suaminya bersamaan dengan senyum manis di bibirnya. Seperi inilah Alard, salahkan Alard jika rasa itu semakin tunbuh membesar di dalam daadanya.

"Itu sangat lama, pantas saja tangan kamu sudah kedinginan Zia." Ujar Alard. "Ayo masuk." Sambungnya sambil menatap ke arah Zia.

"Aku masih ingin berada disini." Jawab Zia lalu menyandarkan kepalanya di bahu Alard.

Zia menutup matanya perlahan, seakan menikmati detakan jantungnya yang menggila saat hembusan nafas Alard terasa menerpa puncak kepalanya.

Hangat tubuh sumainya begitu menenangkan. Bisakah dia menikmati ini hingga di akhir usianya ? Entahlah, semakin hari rasanya semakin takut untuk berharap. Takut jika harapanya tidak akan pernah menjadi kenyataan.

"Anggaplah ini permintaanku yang kesekian kalinya." Ucapnya lagi.

"Kalau begitu aku harus mengabulkannya." Jawab Alard lalu terkekeh pelan. Zia pun ikut tersenyum saat mendengar kekehan suaminya.

Matanya masih tertutup rapat, menikmati moment berdua bersama Alard di hari hujan saat senja terasa begitu menyenangkan.

Hampir setahun berlalu, rasanya semakin hari dia semakin jatuh ke dalam pesona suaminya sendiri bersama dengan ketakutan yang menyelimuti jika suatu saat nanti laki-laki yang kini menggenggam tangannya erat akan beranjak dari kehidupannya.

Dulu dia dengan angkuhnya mengatakan jika dia tidak takut jika laki-laki ini meninggalkan dirinya saat pulih nanti, namun kini kata itu seakan terus menghantuinya, saat rasa di dalam dadanya mulai tumbuh semakin besar.

Bisakah dia meminta Alard untuk tetap bersamanya ? Apakah itu tidak terlalu serakah ? Sungguh dia tidak ingin laki-laki yang masih menggenggam erat tangannya ini beranjak dari hidupnya.

"Apa ada negara yang ingin kamu kunjungi ?" Pertanyaan Alard kembali membawa alam bawa sadarnya dari lamunan tentang kisahnya yang belum jelas.

Zia menggeleng.

Tidak ada lagi yang dia inginkan selain bersama laki-laki ini. Semua daftar keinginan sudah dia utarakan selama lima bulan ini, dan tidak ada satupun yang tidak di kabulkan oleh laki-laki yang berada di sampingnya ini.

"Kita masuk saja ya." Bujuk Alard lagi.

"Aku masih ingin seperti ini, sebentar saja." Ucapn Zia. Kini tanganya sudah merangkul di lengan Alard, menikmati wangi maskulin yang menguar dari tubuh suaminya itu.

Tangan yang tadinya berada di dalam saku hodie yang dia kenakan, kini sudah bertaut di atas pahanya. Alard tersenyum, sambil menikmati detakan jantung yang tersamarkan oleh bunyi rintik hujan yang jatuh di atap rumah.

Mereka menikmati keterdiaman sambil menutup mata. Merasakan bunyi rintik hujan yang semakin deras bersamaan dengan detakan jantung yang semakin menggila dari keduanya.

Cinta sudah terasa, namun belum ada yang bersedia mengungkapkannya. Biarlah, bukankah cinta lebih membutuhkan pembuktian di bandingkan kata-kata ?

"Kita harus masuk, ini sudah malam." Ujar Alard lagi. Namun gadis yang bersandar di bahunya tidak menjawab.

Alard menoleh, seketika senyum hangat di wajahnya mengembang kala mendapati Zia sudah terlelap bersandar di bahunya.

Tangannya yang sejak tadi menggenggam tangan Zia, sudah berpindah merangkul tubuh istrinya. Kecupan hangat kini sudah bersarang di puncak kepala Zia. Helaian rambut yang berhamburan karena terpaan angin, dia rapikan dengan hati-hati agar tidak mengganggu tidur lelap gadis yang sudah bersarang jauh di lubuk hati terdalamnya.

"Love you Zia." Ucapnya pelan.

Ungkapan yang hanya bisa dia utarakan saat gadis yang sudah menemaninya hampir setahun ini terlelap.

Terpopuler

Comments

Jumadin Adin

Jumadin Adin

sayang aland tdk berani mengucapkan cinta pd zia

2023-01-18

0

Saonah Onah Nona

Saonah Onah Nona

lanjut kak

2022-05-30

0

Mbah Edhok

Mbah Edhok

hide ...

2022-04-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!