Di saat orang terdekat kita sedang terpuruk, seharusnya kita siap mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri bukan melambaikan tangan dan pergi mencari kehidupan yang lain. Percayalah saat dia sudah bisa berdiri tegak bersama orang lain, maka akan sangat sulit untuk meraihnya kembali.
Karen termenung di depan rumah mewah yang sudah berapa tahun ini dia dan suaminya tempati. Langkah kakinya seakan enggan untuk masuk dan kembali menerima murka Tomi, apalagi jika laki-laki itu tahu kalau dirinya baru saja menemui Alard pagi ini.
Sesal, sungguh sangat menyesal saat melihat Alard sudah baik-baik saja sekarang. Ingin kembali namun dia tidak lagi memiliki keberanian saat melihat perlakuan Alard padanya tadi. Semua salahnya, dialah yang meminta Alard melepasnya dulu, dan kini laki-laki itu benar-benar sudah melepasnya.
"Kenapa nyonya masih berdiri di luar ?" Tanya seorang asisten rumah tangga.
"Eh mbok, saya baru sampai kok." Jawab Karen bohong. Entah sudah berapa menit yang dia lewati dengan berdiri merenung di depan pintu rumahnya sendiri.
"Mari masuk nyonya." Ajak asisten rumah tangganya lagi sambil membuka pintu rumah lebar-lebar
"Bapak sudah kembali mbok ?" Tanya Karen ragu.
"Iya Nyonya, Bapak sampai saat saya mau berangkat ke Supermarket tadi." Jawab wanita itu sopan lalu melangkah masuk ke dalam rumah.
Meskipun ragu, Karen tetap memaksakan langkahnya masuk ke dalam rumahnya.
*****
"Dari mana ?" Tanya Tomi saat melihat istrinya masuk ke dalam kamar mereka.
"Hanya mencari udara segar Tom." Jawab Karen pelan.
"Kamu mengajukan gugatan cerai padaku dan berniat kembali lagi padanya ?" Tanya Tomi masih dengan suara pelan. Sebenarnya dia menyayangi wanita ini namun kabar kesembuhan Alard sudah menyebar di komunitas mereka dan mulai membuatnya ragu sekaligus takut jika wanita yang sudah beberapa tahun ini bersamanya akan pergi meninggalkan dirinya dan kembali bersama Alard.
Karen menggeleng, meskipun dia ingin dia tidak akan melakukannya. Karen mengenal Alard dengan baik, laki-laki itu sangat konsisten dengan sebuah hubungan. Terlebih lagi sebuah pernikahan.
"Kenapa ?" Tanya Tomi
"Aku sudah memilih mu." Jawab Karen jujur.
"Kamu memilihku karena Alard lumpuh, namun sekarang dia sudah baik-baik saja." Ujar Tomi.
"Dan kamu fikir Alard mau menerimaku ? meskipun aku memohon padanya dia tidak akan pernah melakukannya Tom. Berhentilah menuduhku, sejak awal aku sudah memilihmu." Kesal Karen.
"Apa kamu menemuinya ?" Tanya Tomi lagi.
"Berhentilah menjadi seperti ini Tom, beberapa tahun ini kita baik-baik saja lalu kenapa sekarang jadi seperti ini ?" Tanya Karen. Buliran bening mulai meluncur di pipi mulusnya. "Sungguh aku tidak kuat lagi jika terus seperti ini. Jika memang tidak lagi menginginkan aku ayo kita pisah baik-baik." Sambungnya sambil memegang lengan suaminya.
Mendengar kata pisah yang kesekian kalinya dari mulut Karen kembali memicu kekesalannya. Tomi menghempaskan tangan Karen dengan kasar lalu beranjak dari ranjang kemudian keluar dari kamar mereka bersamaan dengan pintu yang tertutup keras.
******
Di sebuah restoran Zia masih setia mendengarkan curhatan hati adiknya sambil mengunyah makanan yang masuk ke dalam mulutnya.
Farah gadis sederhana yang masih kuliah di salah satu Universitas yang kini sedang menjalani magang di perusahaan sang ayah membuat adiknya jatuh cinta. Dan kali ini nama gadis itu menjadi topik yang paling dominan di sebutkan adik laki-laki kesayangannya ini.
"Dia gadis yang sangat baik Kak, bahkan Ayah meminta Farah menjadi sekertarisnya untuk membantu Om Tio." Ucap Zidan lagi.
"Bilang pada Ayah kamu mau melamarnya." Ucap Zia membuat Zidan melongo takjub dengan kalimat santai yang meluncur dari mulut kakanya.
"Memang semudah itu ya melamar ?" Tanya Zidan heran. Gadis itu bahkan tidak pernah menatapnya lama.
"Lah emang harus bagaimana ?" Tanya Zia balik.
"Ck, aku mau melamar gadis yang juga mencintaiku. Ngga lucu ya Kak jika tiba-tiba aku di tolak karena ternyata gadis itu sudah memiliki kekasih atau mungkin sudah di lamar orang lain." Ucap Zidan.
Zia tertawa lucu saat melihat wajah cemberut Zidan. Tangan lentiknya mengusap kepala adiknya lalu kembali fokus dengan makanan yang ada di depannya.
"Zia kan ?"
"Rehan."
"Iya ini aku. Dih sombong banget mentang-mentang sudah jadi istri orang." Ucap Rehan sambil menarik kursi di samping Zidan.
"Ngga gitu, kita nya aja yang jarang ketemu." Jawab Zia "Mau makan juga ?" Tanyanya.
Rehan menggeleng lalu melambaikan tangannya saat melihat seseorang masuk ke dalam restoran tempat mereka berada.
Zia menoleh, melihat gadis yang kini mendekat ke arah mereka. Zidan mulai salah tingkah saat gadis berjilbab yang baru saja dia bicarakan dengan kaka nya mulai mendekat.
"Duduk Ra." Ucap Rehan mempersilahkan.
Farah menganggk lalu menarik kursi di samping Zia.
"Zia." Ucap Zia sambil mengulurkan tangannya ke arah gadis yang terlihat sangat mudah di sampingnya.
"Farah Dok." Jawab Farah sopan sambil menjabat tangan Zia yang terulur ke arahnya.
"Apa terlihat jelas ya kalau aku seorang dokter ?" Tanya Zia.
"Iyalah, siapa sih yang ga kenal kamu." Ucap Rehan sambil menunjuk snelly dokter yang teronggok dengan tas kecil di atas meja makan dengan bibirnya
"Dan bau Ethanol tercium jelas." Ucao Farah lagi.
"Selamat siang pak Zidan." Sapa Farah sopan sambil membungkuk sebentar ke arah Zidan yang terlihat gelagapan membalas sapaan Farah.
"Siang." Jawab Zidan singkat.
"Farah ini magang di perusahaan Om Dimas." Jelas Rehan saat melihat tatapan penasaran dari Zia.
Zia ber O sambil menatap jail ke arah Zidan yang langsung mendapat pelototan mata dari adiknya itu.
"Mau makan apa Ra ?" Tanya Rehan.
"Apa aja Ka." Jawab Farah.
"Makan piring mau ?" Tanya Rehan sambil tertawa saat melihat wajah cemberut Farah.
Rehan melambaikan pada sala satu pelayan, lalu memesan makanan untuk Farah.
"Kakak ngga makan ?" Tanya Farah dan Rehan menggeleng. Sebenarnya dia baru saja makan dengan klien nya tadi, namun Andra sahabatnya yang masih di rawat di Rumah Sakit memintanya untuk mengajak Farah makan.
"Yang simpel aja mbak." Ucap Farah pada pelayan yang sudah mau berlalu dari meja mereka. "Sebentar lagi jam makan siang selesai." Sambungnya sambil melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Ngga apa-apa Ra, makan aja dulu." Ucap Zia sambil menepuk lembut bahu gadis yang membuat adiknya membeku. "Rehan antar aku ke Rumah Sakit ya." Sambungnya sambil menatap ke arah Rehan.
"Tapi aku mau antar Farah kembali ke kantor Om Dimas." Tolak Rehan.
"Biar Zidan aja, kan tujuan mereka sama." Ucap Zia sambil mengedipkan matanya ke arah sang adik yang kini memelototinya tajam.
"Emang Zidan mau nungguin Farah makan ?" Tanya Rehan. Kini tubuhnya sudah menghadap ke arah laki-laki mudah yang ada di sampingnya.
"Mau kok, udah yuk. Aku ada pasien nih." Ucap Zia.
"Ngga apa-apa Kak, antarin Ka Zia aja nanti Farah ke kantor pakai taxi." Ucap Farah pelan.
"Ngga usah, aku akan tungguin kamu." Ucap Zidan.
Rehan bernafas lega. Sebenarnya dia pun masih punya klien yang janjian ketemu hari ini, namun dia sama sekali tidak bisa menolak permintaan sahabatnya itu.
Rehan sudah beranjak dari kursi yang dia duduki bersama Zia, lalu keluar dari restoran itu.
Ting....
"Semoga berhasil." Pesan text dari sang kakak membuat Zidan tersenyum bersama dengan dada berdebar
*** Note : Farah dan Andra yang aku sebutkan di Emergency Love. 😅 ***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
zia mumtaz
ternyata eliziane ini sebelum wanita kedua...baru ngeh.
2022-01-08
0