Bab 14

Bunyi alarm di atas nakas terus saja terdengar, namun sepasang suami istri yang masih bergelut di dalam selimut begitu menikmati tidur nyenyak mereka.

Hujan yang belum redah di waktu subuh, juga sapuan dingin yang keluar dari benda yang menempel di dinding kamar semakin menambah lelap.

"Astagfirullah." Lirih Zia saat terjaga dari tidurnya. Bunyi alarm sudah berganti dengan suara adzan. Gegas Zia beranjak dari ranjang besar kemudian masuk ke dalam kamar mandi, lalu melangkah cepat keluar dari sana setelah membersihkan wajahnya.

"Alard bangun, kita sudah terlambat." Ucap Zia sembari menyentuh ujung kaki suaminya yang menyembul dari balik selimut.

"Alard." Panggilnya lagi dengan suara yang sudah meninggi.

Laki-laki yang memang baru membiasakan diri menjadi imam untuk sang istri itu memaksakan dirinya bangun dari ranjang lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Dia tidak ingin melewatkan bagian favorit nya, saat Zia mencium punggung tanganya ketika selesai menunaikan ibadah adalah hal yang selalu dia nantikan saat menjelang waktunya shalat. Senyum manis akan terlihat di wajah tampannya saat melihat istrinya yang masih terbungkus mukenah itu menunduk lalu meraih tangannya kemudian mencium punggung tangannya takzim.

"Kok bengong ? ayo sana ganti baju. Masa iya shalat pake piyama." Ujar Zia lagi saat melihat suaminya masih berdiri di depan kamar mandi sambil menatap ke arahnya. Alard mengangguk kemudian masuk ke dalam ruang ganti.

*****

"Ayah dan Ibu akan mengomeliku jika mereka tahu aku selalu melewatkan waktu subuh." Ucap Zia sambil merapikan sajadah yang di gunakan olehnya dan Alard.

Sarung juga baju muslim masih melekat di tubuh Alard, laki-laki itu sudah duduk di atas ranjang sambil mengusap benda pipih yang ada di tangannya.

Saat mendengar omelan Zia yang sudah dia hafal di luar kepala itu, Alard menghentikan aktifitasnya sejenak lalu memandang istrinya yang masih duduk di atas lantai kamar mereka sambil melipat dua buah sajadah yang baru saja mereka gunakan.

"Sini." Panggilnya sambil menepuk ranjang kosong di sampingnya.

"Aku mau bantuin Mama menyiapkan sarapan." Jawab Zia lalu beranjak dari lantai tempat dia duduk menuju ruang ganti untuk menyimpan sajadah yang baru saja mereka gunakan.

"Ngga nurut sama suami dosa loh." Ucap Alard saat melihat tubuh istrinya hilang di balik pintu ruang ganti yang ada di dalam kamar.

"Aku kesal ah, biasanya kamu bangunin aku." Ujar Zia sambil melangkah keluar dari ruang ganti menuju ranjang tempat suaminya berada.

" Maaf, habisnya cuacanya mendukung banget." Jawab Alard sambil tertawa pelan.

"Hari ini kamu ke kantor kan ? mau sarapan apa, biar aku buatin." Tawar Zia.

"Iya hari ini aku mulai masuk ke kantor, dan kamu mulai kerja lagi di rumah sakit." Ucap Alard masih memandang lekat ke arah Zia.

"Ya udah mau sarapan apa ? biar aku buatkan." Ucap Zia lagi.

"Iya tapi duduk sini dulu" Ucap Alard lalu menarik tangan Zia untuk duduk di sampingnya. Alard hanya tersenyum sambil merapikan beberapa helai rambut yang terlihat di wajah istrinya. Wajah Zia seketika bersemu, selalu saja seperti ini saat suaminya ini melakukan sesuatu yang semakin membuatnya berdebar.

"Apa itu ?" Tanya Zia mengalihkan keadaan.

"Kamar kita." Kawab Alard lalu kembali mengusap layar tab yang berada di tangannya.

"Ini ?" Tanya Zia lagi.

"Kamar anak kita nanti." Ucapnya.

"Alard.....

"Iya aku tahu, aku tidak akan melewati takdir Allah namun bukan masalah kan jika aku ingin merencanakan sesuatu untuk hidupku dan berharap Allah akan mengabulkannya nanti." Sela Alard cepat. Dia sangat tahu apa yang akan di ucapkan oleh istrinya ini bahkan semua kalimat yang selalu Zia utarakan hampir dia hafal di luar kepalanya.

"Bukan seperti itu, aku hanya takut terlalu berharap." Ucap Zia pelan namun bisa di dengar jelas oleh Alard.

"Maka jangan berharap padaku, tapi berharaplah Allah akan mengabulkan semua rencanaku." Ucapnya. "Sungguh Zia, aku ingin menghabiskan sisa usiaku bersamamu dan anak-anak kita nanti." Sambungannya.

Anak-anak ? bahkan mereka belum melangkah sejauh itu. Hubungan mereka memang sangatlah baik, Alard selalu memperlakukan dia dengan sangat baik. Tidak ada satupun kebutuhannya terabaikan kecuali untuk urusan kebutuhan biologis.

Entah mengapa laki-laki itu sama sekali tidak pernah membahas apalagi menyentuhnya padahal mereka sudah sangat siap untuk melakukakannya apalagi hubungan mereka sudah halal.

Deg, sebagai seorang dokter meskipun masalah kandungan bukanlah basiknya namun dia tahu jika di usianya ini produktifitas mulai menurun.

"Apa ada yang mengganggumu ?" Tanya Alard saat melihat istrinya yang terdiam di sampingnya.

"Tidak ada, aku hanya tidak ingin terlalu banyak berharap lalu kecewa." Jawab Zia. Bukan takut Alard akan mengecewakannya nanti, namun dia lebih takut dirinyalah yang tidak bisa memenuhi ekspektasi suaminya lalu berakhir mengecewakan laki-laki yang sedang memandang lekat ke arahnya ini.

"Sudah ku bilang berharaplah pada Allah, aku yakin tidak akan mengecewakan nanti." Ujar Alard.

Zia mengangguk mengerti, yah memang di dunia ini tidak ada yang bisa di jadikan pengharapan selain kepada Allah. Senyum manis kembali terlihat di wajah cantiknya sambil mengamini sesuatu yang ingin dia harapkan terwujud di kemudian hari.

*****

Memulai hari yang baru setelah sekian lama mengurung dirinya di dalam kamar. Pekerjaan yang dia geluti bertahun-tahun kini kembali dia lakukan. Menghabiskan waktunya di Rumah Sakit, membantu setiap pasien yang akan datang berkunjung ke tempat prakteknya di Rumah Sakit akan kembali menjadi rutinitasnya mulai hari ini.

Sarapan bersama keluarga, tidak lagi asing. Selama hampir satu tahun ini Zia selalu memulai harinya bersama Alard juga ke dua orang tua laki-laki itu.

Sesekali mereka berkunjung ke rumah Ayah dan ibunya, namun tidak sampai menginap. Bukan karena Alard tidak ingin, namun Zia tidak mau karena kondisi suaminya dulu begitu membutuhkan alat-alat medis yang memadai dan itu hanya ada di kediaman mertuanya.

Namun setelah sekian lama dan Alard di nayatakan benar-benar sembuh, mungkin mereka akan menyempatkan waktu dari kesibukan untuk mengunjungi lalu menginap di rumah Ayah dan ibu.

"Jika sudah ada anak kecil di rumah ini pasti lebih menyenangkan." Ujar Mama Tamar tiba-tiba.

Zia tersedak saat mendengar ucapan mama mertuanya, selama hampir satu tahun pernikahan mereka baru kali ini pembahasan tentang anak terdengar di ruang makan bersama dua orang paruh baya ini.

"Kami baru mau berkonsultasi untuk ikut promil Ma." Jawab Alard setelah menyodorkan satu gelas air minum ke arah sang istri. Tangannya memberikan usapan-usapan lembut di punggung Zia, dan gadis yang sudah berumur itu hanya melongo saat mendengar jawaban yang keluar dari mulut suaminya.

Promil ? oh tolong beritahu Alard mereka belum pernah membahas soal ini sebelumnya. Bahkan suaminya ini sama sekali belum pernah menyentuhnya.

"Bagus itu Nak, papa ikut senang mendengarnya, nanti akan papa suruh Dokter Diana untuk memulai konsultasi kalian." Ucap Adrian.

Alard mengangguk, ini sudah menjadi bagian dari rencananya.

"Ah Mama jadi ngga sabar menunggu cucu mama berlarian di dalam rumah ini." Ucap Tamara antusias dengan binar bahagia di mata tuanya.

Zia hanya bisa melongo takjub dengan suaminya. Entahlah dia begitu bahagia mendengar pembahasan di ruang makan kali ini, meskipun juga ada sedikit rasa khawatir, jika nanti tidak bisa memenuhi keinginan tiga orang yang masih terus melanjutkan sarapan mereka ini mulai mengganggunya.

Terpopuler

Comments

Yunior

Yunior

ak nikah umur 31 th aja hml 4x sampai usia 40th

2023-12-31

0

Mbah Edhok

Mbah Edhok

tidak tahu ... zia ...

2022-04-22

0

zia mumtaz

zia mumtaz

kira2 konfliknya apa ya?apa zia susah pny anak,trs akhirnya ada org ketiga??semoga tidak ya.

2022-01-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!