"..............."
Keduanya terdiam dan tak saling bicara. Hyunjae mengetahui dari raut wajahnya jika Istrinya itu merasa lelah dengan pekerjaannya. Tapi... sesuatu telah mengganggunya semenjak Lazel memasuki mobil.
"L-Lazel, jas milik siapa itu?" Hyunjae bertanya dengan ragu-ragu.
Wanita itu menatap Hyunjae dari pantulan kaca di sampingnya, "hm? Bukan-"
"Bukan masalah urusan atau bukan!" Sela Hyunjae yang terlihat kesal duluan. "Aroma parfumenya..."
"Oh, aku menyukainya," sahut Lazel sambil memalingkan wajahnya. "Sudah kuduga, kau pasti memiliki pemikiran yang sama denganku."
"H-Ha... bukan itu-"
"Xixixi! Aku meminjamnya dari seseorang."
"..............." Hyunjae tidak bertanya atau mengucapkan apapun lagi, jarang sekali melihat wanita itu tersenyum seperti biasa.
Mungkin untuk sesaat ia membiarkannya sedikit bersantai.
...◇• •◇...
"H-Hyunjae! Lihatlah!"
"Sudah berapa kali kau mengucapkannya."
"Sialan! Barusan adalah sindiran untukmu."
"Memangnya apa gunakanya kau menyindir!"
Pria itu hampir tidak bisa melawan ucapan Lazel. Wanita itu terus mengutuk hadiah pemberiannya. Hadiah untuk Lazel dari Amerika yaitu patung koala yang seukuran telapak tangan, di bagian mulutnya Koala itu menggigit emas batangan yang tidak dapat dipisahkan dari mulutnya. Namun Lazel terus memberontak dan menginginkan emas itu secara utuh.
Lazel meminta Hyunjae untuk berada di rumahnya untuk sementara. Sebagai ucapan terima kasih, wanita itu memberikan ramen untuk Hyunjae.
"Aku tidak tertarik."
Ramen adalah makanan favorit Lazel yang ia berikan pada Hyunjae. Meskipun tahu jika selera mereka berbeda, namun wanita itu tidak ingin mengambil kesulitan.
"Baguslah," sahut Lazel dengan tatapan biasa. Kedua tangannya bersiap untuk menerjang. "Kalau begitu biar aku-"
Tangan besar itu langsung menyembunyikan kotak makan itu di balik tubuhnya, "baik! Baik! Aku akan memakannya!"
"Hehh! Kau bilang tidak mau." Kini ia kembali menyindir pria itu.
"Aku bisa gila karenanya."
...◇• •◇...
"BWAHAHAHAHA!!!"
Siaran televisi membuat ia tertawa dengan keras.
Di ruangan televisi, Lazel sedang menikmati tontonannya dengan ramen yang ada di depannya.
"Aku akan kembali." Ujar Hyunjae yang baru saja turun dari lantai atas.
"Oke~" sahut Lazel dengan biasa.
"Ini menyenangkan! Mati saja kau bangs*t!
Langkahnya terhenti dan berpaling pada wanita dengan kaos putih yang tengah duduk di atas sofa, "sebelum pergi, apa aku perlu membungkam mulutnya?" Batinnya kesal.
Asiknya dengan dunianya sendiri, sehingga tidak menyadari kepergian Hyunjae.
Drrt!
Tawanya terhenti dan membulatkan kedua matanya ke arah ponselnya yang terletak di sampingnya. Tangannya meraih benda penting itu dan melihat siapa yang memanggilnya.
Kedua alisnya berkerut, "pria ini... mengapa dia selalu menghubungiku." Ucap Lazel sambil mengacak rambutnya.
Ia menekan tombol merah dan akhirnya getaran itu mati, agar tidak mengganggu dirinya lagi, Lazel mengubah getaran ponselnya menjadi diam, sehingga tidak mengganggunya beraktivitas.
Di sisi lain, seseorang yang menunggu jika panggilannya akan terangkat sedang memasang wajah sedih dan juga kecewa. Namun di sela-sela rasa menyedihkannya itu, masih ada sesuatu yang dapat membuatnya bahagia.
"Hm~ kau memang menarik." Seyumnya.
...◇• •◇...
Rembulan semakin tinggi, bulan biru itu kadang terlihat dan kadang mengilang. Tatapannya mengarah pada jendela yang berada di dalam kamarnya dengan perasaan khawatir.
"Apa malam ini akan turun hujan lagi?" Lirihnya.
Kamar dengan nuansa biru muda dengan hiasan kupu-kupu beraneka macam bentuk dan warna. Dari sekian banyaknya hewan, ia justru lebih menyukai kupu-kupu. Tanpa alasan, ia menyukainya sejak kecil.
"Hehehe~ besok libur," kekehnya. Ia menutup tirai jendela itu lalu berlari dan melompat ke atas ranjangnya, "ayo tidur!"
...◇• •◇...
Lagu Ava Max-Take you to hell memenuhi ruangan. Saat ini semua orang tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing, termasuk Majikan mereka sendiri.
Hari sabtu dan minggu merupakan hari yang sibuk di rumah. Mereka harus membersihkan rumah di antara kedua hari itu. Lazel sebagai pemilik villa tidak bisa terdiam tanpa melakukan apapun.
Mulai dari membersihkan, mencuci, hingga menjemur. Wanita itu tidak memiliki pelayan yang begitu banyak, karena dirinya sanggup melakukan pekerjaan rumah sendiri tanpa bantuan orang lain. Yang sangat ia butuhkan adalah koki, karena ia tidak bisa memasak.
Rambut peraknya teringkat tinggi, kaos putih polos dengan celana biasa berwarna hitam. Tenaga yang ia miliki begitu luar biasa.
Suara bel rumah berbunyi, Lazel yang sedang mengangkat meja langsung meletakkannya kembali dan membiarkan dirinya menyambut tamu tersebut.
Di balik pintu yang hanya terbuka sedikit, ia mengintip dari sela-sela pintu, "ya? Siapa? Maaf aku tidak menerima-"
"IAAAAAAAN!!" Ia langsung melompat dan memeluk Adik laki-lakinya, "sejak kapan kau disini? Mana Ayah? Mana Ibu? Kau naik apa kesini? Apa kau lelah? Aku bisa-"
"Kakak, aku baik-baik saja," sela Ian yang merasa kwalahan dengan sikap was-was Kakaknya. "Sikapnya tidak pernah berubah."
...◇• •◇...
"Kau sedang bersih-bersih?"
"Ya, kenapa? Kau mau membantuku?"
"Haha~ tentu."
Lima menit yang lalu, Ian datang dan mengejutkan Kakaknya. Selama menikah Lazel tidak pernah atau jarang bertemu dengan Ian. Dan di hari libur, siapa sangka Adiknya akan menjenguk dirinya.
Wanita itu memberikan pakaian yang serupa dengannya agar mudah bergerak. Ian datang dengan pakaian yang rapi, Lazel sedikit khawatir jika pakaian Adiknya kotor.
Mereka pun kembali melanjutkan aktivitas. Lazel dan Ian mengunjungi Rumah Kaca yang berada di samping villanya.
"Whoa~ kira-kira kapan terakhir aku mengunjungi tempat ini."
"Itu karena kau selalu di rumah dan tidak pernah mengunjungi Kakakmu yang cantik ini."
"Berhentilah, itu membuatku jijik."
Duak!
"Dasar bocah pendosa!" Tukas Lazel sambil memukul kepala Ian.
Rumah Kaca itu terdapat berbagai macam bunga dan juga kupu-kupu. Lazel mengembang biakkan kupu-kupu di dalam Rumah Kaca, sebagai bayaran ia menanam bunga sebagai serbuk sari.
"Hobi Kakak ternyata belum menghilang."
Kedua tangannya berada di pinggang dan berlagak sombong, "haha! Tentu saja! Kupu-kupu itu cantik! Sama seper-"
Lazel tidak melanjutkan kalimatnya.
"????" Ian menatap Kakaknya yang tiba-tiba terdiam, tangannya menyentuh pundak Lazel. "K-Kak?"
"Ah~ aku melamun, mwehehehe~"
"Ngomong-ngomong dimana Kak Hyunjae?" Berusaha mengalihkan perhatian.
Kedua tangannya terlipat ke depan dan memasang wajah jelek, "dia sedang bekerja, aku tidak bisa mengganggunya, dia itu selalu pulang dengan wajah seperti Zombie."
Ian hanya menanggapinya dengan tawa kecil. Jauh dari lubuk hatinya, ia bersyukur jika perlahan Kakaknya dapat meninggalkan masalah yang pernah menghantui hidupnya selama bertahun-tahun.
"Syukurlah, aku tidak pernah meragukan Kak Hyunjae untuk urusan ini."
Setelah itu, Lazel terus berkicau seperti burung Gereja. Sedangkan Ian menjadi pendengar yang baik. Saat melintasi bagian yang sedikit kosong, Lazel dikejutkan dengan sesuatu.
"Hyunjae sudah kembali?!" Yang lebih mengejutkannya adalah, bahwa pria itu kembali dengan wanita asing, "g-gawat! Ian ada disini."
Ia menyadari jika Kakaknya berhenti di tengah jalan, "Kak, ada apa?"
Lazel langsung menghampiri Ian dan menghalangi pandangannya pada ruang yang kosong, "I-Ian! Aku memiliki sesuatu yang luar biasa untukmu!" Ia berusaha untuk mengalihkan situasi.
"W-Whoa! Benarkah?! Apa itu adalah figura Anime terbatas?! Apakah dia adalah Asta dari serial Anime Black Clover?!" Ian terpancing begitu saja saat Lazel mengatakan sesuatu yang menarik.
"Eh?? T-Tidak, m-maksudku ya! Kau akan menyukainya!" Ia bisa saja menjelaskan situasinya saat Ian terlanjur melihatnya. Namun wanita itu lebih memikirkan konsekuensi yang akan diterima, oleh karena itu Lazel memilih untuk menghindar.
"Kalau begitu ayo! Aku ingin melihatnya."
...◇• •◇...
Lazel berhasil membawa Ian keluar dari Rumah Kaca tanpa harus mempertemukan dirinya dengan Hyunjae, apalagi dengan wanita asing yang pria itu bawa pulang. Bahkan ia harus mengambil jalan memutar.
"Kak, dimana benda yang luar biasa itu?!" Tanya Ian dengan penuh semangat.
"Oh! Aku hampir melupakannya."
Setiba di kamarnya, Lazel langsung memperlihatkan sesuatu yang luar biasa itu.
"..............."
"Hm! Hm! Bagaimana? Kau terkejut bukan?" Ucap Lazel dengan bangga.
Ian mencoba untuk memperjelas pandangannya terhadap patung tersebut, "K-Koala? Dari bentuknya saja... dari mananya mirip dengan tokoh favoritku?"
"Kalau tidak salah... namanya adalah Coker! Coker bukan!" Ucap Lazel dengan penuh keyakinan.
"C-Coker? Nama menyeramkan itu ada di Anime favoritku? T-Tunggu dulu, sepertinya Kakak salah server."
Sebagai sentuhan terakhir, Lazel berniat memperkenalkan identitas patung pemakan emas batangan tersebiut, "baiklah! Perkenalkan! Inilah dia! Coker! Anak buah Kapten Levi!"
"Kaaak! Semua itu salah!" Ian tak sanggup mendengar Kakaknya mencampur adukkan dunia fantasi menjadi satu, "Coker adalah anak buah Kapten Levi?! Huwaaaa mengerikaaan!"
Akhirnya Ian menjelaskan satu persatu tokoh yang disebutkan oleh Kakaknya, dan memperjelas bahwa patung Koala itu tidak ada hubungannya dengan Coker atau sebutan aslinya adalah Chopper dari One Piece.
Ian mencintai cerita fiksi atau yang sering disebut dengan Anime. Lazel tidak begitu memahami dunia seperti itu, yang ia lakukan hanyalah mengalihkan perhatian Adiknya pada patung yang ia dapat dari Hyunjae.
"B-Benarkah? Apa ini bukan Coker dari film favorit mu?" Tanya Lazel dengan polos.
"Bukan." Ian merasa tidak sanggup untuk meladeni Kakaknya.
Seketika gayanya berubah menjadi serba tahu. "Hah~ kupikir Koala ini adalah lambang dari tokoh favoritmu."
"Tidaaaak! Itu adalah Koala! Sedangkan lambang dari karakter yang kusukai adalah banteng!"
"O-Oh."
"Dan asalkan Kakak tahu! Levi itu bukan di film yang sama!"
"B-Benarkah."
Sejujurnya Lazel tidak memperdulikan apapun mengenai dunia khayalan Adiknya. Tapi. Setidaknya ia dapat meyakinkan Adiknya untuk mendengarkan dirinya.
Ian merebahkan tubuhnya di atas ranjang, "hahahahaha!"
"Kenapa kau tertawa?" Tanya Lazel penasaran.
"Kak Hyunjae pasti memikirkan hal yang sama."
"..............." entahlah, reaksi apa yang harus ia buat setelah mendengar kalimat itu dari Adiknya sendiri.
Wanita yang memiliki warna iris yang sama dengan Ian tersenyum, "yaa~ mungkin saja."
Ia membiarkan tubuhnya beristirahat sejenak, dan memperhatikan Adiknya yang asik bermain ponsel di ranjangnya.
"Apakah Ian memikirkan tentang Hyunjae dan diriku saat berada di Rumah Kaca?"
"Aku tidak menyangka jika disaat seperti ini, dia masih bisa memikirkan orang lain."
"Maaf saja Ian," Lazel menetralkan ekspresi wajahnya seperti biasa. "kalimatmu itu memang anugrah bagiku, tapi sayangnya tidak sesuai dengan apa yang kau pikirkan."
"Aku dan Hyunjae... kami memiliki tujuan yang sama, namun menempuh jalan yang berbeda."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments