Hadden tersenyum padaku. "Aku tidak yakin wanita secantikmu tidak mengerti apa maksudku." Dia seperti sedang mengarahkanku.
"Terima kasih atas pujian Anda, Tuan Hadden. Tapi aku tidak mengerti mengapa Anda bisa mendapatkan fotoku." Aku memancingnya.
"Tidak terlalu sulit bagiku untuk mendapatkan foto ini. Aku mempunyai orang-orang terpercaya di sekitar Jackson." Entah sadar atau tidak dia mengucapkan kalimat seperti itu.
Aku terdiam sambil memainkan rambutku di hadapannya. Sepertinya Hadden amat tertarik untuk mencobaku. Gelagatnya benar-benar seperti buaya. Aku memang harus ekstra berhati-hati dengannya.
"Rumahmu di mana, Cecilia?" Dia bertanya sambil menghidupkan puntung rokoknya.
"Aku tinggal di apartemen pusat kota sekarang. Tuan Hadden sendiri?" Aku berbasa-basi, padahal mual sekali melihatnya.
"Nanti malam boleh aku ke sana?" Dia seperti memancingku.
"Hm, boleh. Tapi jika orang seperti Anda tidak membawa buah tangan yang berharga, rasanya mengenaskan sekali," kataku lagi.
"Dia berbisik pelan di telingaku. "Apapun yang kau mau, aku bisa memberikannya. Tapi jangan paksa aku untuk merebutmu dari Jackson, Nona." Dia memegang lenganku dengan kuat.
Aku tersenyum simpul padanya. Rasa-rasanya pria paruh baya ini sangat ambisius sekali. Dia tidak suka ditantang karena merasa bisa mendapatkan apa saja. Lain kali aku akan lebih berhati-hati. Aku khawatir dia bisa salah sangka dengan ucapanku ini.
"Baiklah, Tuan." Aku mengiyakan perkataannya.
"Berapa nomor apartemenmu? Aku akan datang malam ini," katanya lagi.
Aku mengangguk. "Lantai enam nomor enam puluh enam." Aku memberitahunya.
"Nomor yang menyeramkan, tapi sepertinya yang tinggal di sana tidak seperti itu." Dia menyinggungku.
"Tenang saja, Tuan. Aku bisa menjadi malaikat atau iblis, tergantung siapa yang membayarku," kataku lagi.
Dia tersenyum puas di hadapanku.
Tak berapa lama, aku mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arah pintu. Segera saja aku masuk ke ruanganku untuk bersembunyi. Tidak mungkin aku menampakkan diri di hadapan Jackson sekarang. Aku harus selangkah demi selangkah memainkan peranku.
Rupanya Hadden telah mengutus orang untuk membuntuti Jackson selama setengah tahun. Dan hari ini membuahkan hasil. Dia selalu bisa tahu di mana Jackson berada. Aku jadi semakin ngeri padanya.
Kulihat dari balik pintu Hadden dan Jackson masuk kembali ke ruangan itu. Aku pun kembali menguping pembicaraan mereka. Dan kudengar Hadden mengancam Jackson untuk membongkar identitas gadis tadi yang baru kuketahui namanya adalah Jenny. Tapi seperti biasa, Jackson tidak panik sama sekali.
"Jangan membongkar identitas Jenny karena Tuan Besar sangat terpesona dengan Jenny belakangan ini. Jika ada orang yang melukainya, dia hanya akan semakin menyayangi Jenny." Jackson menjelaskan kepada Hadden.
Aku pikir-pikir Hadden tidak jauh berbeda dengan orang yang selalu ingin tahu urusan orang lain. Dia bak emak-emak komplek yang suka sekali membicarakan tetangga. Bedanya dia lelaki saja.
Mereka menyudahi pertemuan hari ini.
Aku segera kembali ke ruanganku saat melihat keduanya berdiri, seperti ingin menyudahi pertemuan. Dan sesampainya di dalam ruangan, kulihat Angela sudah mabuk. Aku lalu meminta padanya menyalin rekaman CCTV di lantai ini untukku. Dengan segera dia menelepon bagian kantor pengawas, sekalipun dalam keadaan mabuk. Dia memang bisa kuandalkan.
"Aku minta salinan rekaman CCTV di lantai Bougenville. Berikan hanya padaku, tidak untuk yang lain, berapapun imbalannya. Kau mengerti?!" Angela seperti mengancam pekerja di kantor pengawas.
Tak lama Angela pun mematikan teleponnya. Dia lalu memberikan kode oke kepadaku yang berarti semuanya beres. Dan tak lama kami pun meninggalkan tempat ini dengan salinan rekaman CCTV di tanganku. Aku akan memberikan kejutan kepada Jackson setelah membuatnya kesal seharian.
Malam harinya...
Aku baru saja selesai mandi dan mengenakan gaun tanpa lengan selutut yang berwarna pink. Tak lama kemudian aku mendengar bel apartemen berbunyi saat sedang menyisiri rambut ini. Aku pun segera melangkahkan kaki menuju pintu. Aku pikir yang datang adalah Jackson, tapi ternyata ... Hadden.
"Tuan Hadden?"
Aku terkejut melihat kedatangannya. Ternyata dia benar-benar datang untuk menemuiku. Dia membawa sesuatu yang tidak kuketahui apa isinya, di dalam bag kecil.
"Aku datang, Nona," katanya dengan aroma alkohol yang menyengat. Bisa kupastikan jika dia sedang mabuk.
"Mari masuk." Aku memintanya untuk masuk.
Dia pun masuk lalu duduk di sofa. "Pakaianmu membuatku terpesona, Nona." Dia memperhatikanku dari rambut sampai ujung kaki."
"Benar, kah?" Aku duduk di dekatnya.
"Bisakah kau berkata lebih lembut padaku? Seperti ... panas banget, nih?" pintanya ngawur.
Aku mengernyitkan dahi mendengar permintaannya. Tapi tidak kutanggapi apa yang diinginkan olehnya, hanya sebatas tersenyum saja. Namun kemudian, dia menyentuh tahi lalat di sekitar mataku.
"Suka nangis?" tanyanya yang seketika membuatku tersadar jika Hadden benar-benar berpengalaman menaklukkan wanita. Apa yang dikatakan oleh Jackson memang benar adanya.
"Kau adalah wanita paling menawan yang pernah kutemui, Nona." Dia memujiku.
Aku tersenyum simpul padanya. "Tuan Hadden, apakah tidak ada buah tangan untukku?" Aku mengalihkan perhatiannya seraya melipat kedua tangan di dada.
"Oh." Sepertinya dia teringat. "Kau jangan khawatir, Nona. Aku bawakan ini untukmu." Dia memberikanku apa yang dibawa olehnya.
Kulihat segera apa isinya, di saat itu juga dering ponsel memanggilnya. Dia segera mengangkat telepon itu yang entah dari siapa. Sementara aku ... aku melihat anting-anting yang dibawakan olehnya untukku.
"Bagaimana, kau suka?" tanyanya.
"Terima kasih." Aku menjawabnya seraya tersenyum palsu.
"Sayangnya aku tidak bisa berlama-lama di sini. Ada sesuatu yang harus kulakukan. Sampai nanti, Nona." Dia lalu berpamitan padaku.
Sejujurnya aku memang ingin dia cepat-cepat pergi dari sini. Aku sudah mual melihatnya. Yang aku inginkan adalah Jackson, bukan dia.
Kuantarkan dia sampai ke depan pintu lalu segera masuk kembali. Namun, tanpa sengaja aku melihat pemantik apinya ketinggalan di atas meja tamu. Tak lama kemudian, ada yang kembali mengetuk pintu.
Mungkin itu Hadden.
Aku segera menuju pintu untuk membukakannya. Tak lupa kubawa pematik api ini di tanganku. Dan saat kubuka pintu, ternyata yang kulihat bukanlah Hadden. Melainkan ... Jackson.
"Tu-tuan Jackson?!"
Aku kaget melihat dia yang datang. Rupanya Hadden sudah mengetahui jika Jackson akan datang ke sini malam ini. Dia sepertinya sengaja meninggalkan pematik apinya di atas meja. Jackson pun melihat pematik api yang ada di tanganku. Namun dia diam, tidak berbicara sedikitpun. Sedang aku ... aku masih membutuhkan waktu untuk merespon kedatangannya.
"Kaget gue dateng?" tanyanya yang masih diam di pintu.
"Em, Tuan. Silakan masuk." Akhirnya aku bisa tersadar penuh olehnya.
Aku tidak tahu darimana dia bisa mengetahui keberadaanku. Tapi sepertinya memang Hadden yang telah memberitahukannya. Siapa lagi kalau bukan dia. Dan kini aku menyadari jika Hadden ingin menggagalkan rencanaku untuk mendekati Jackson.
Dia ternyata licik sekali.
Aku bergumam dalam hati dan membiarkan Jackson melihat keadaan di sekeliling apartemenku. Sepertinya dia juga menyadari jika telah keduluan oleh Hadden. Entah apa yang ada di pikirannya, aku tidak tahu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Asep Ajja
udah bca semua novel mu thor semuanya menurutku bagus dan rapi....semangat ya autor...smbil nunggu novel dua pangeran satu cinta up lgi aku baca novel ini dlu ternyata cukup menarik👍👍👍👍👍
2022-08-29
3