Keesokan harinya...
Hari ini harusnya aku bisa bersantai ria di rumah, menikmati jadwal libur akhir pekan. Tapi nyatanya, aku harus dibangunkan oleh bel rumahku sendiri.
"Siapa, ya?"
Aku beranjak bangun dengan mata yang masih mengantuk. Kuintip siapa orang yang datang pagi-pagi ke rumahku. Dan ternyata...
"Jackson?!"
Lekas-lekas kupakai wig-ku untuk menutupi rambut asliku yang panjang. Aku pun mengusap-usap wajah sebelum membukakan pintu untuknya. Tapi sayangnya, aku tidak sempat mencuci muka.
"Tuan?"
Aku membukakan pintu dan kulihat dia datang sendiri. Aku pun mempersilakannya masuk ke dalam karena tak enak jika membiarkannya di luar.
"Silakan masuk," kataku.
"Ini rumah sendiri?" tanyanya seraya melihat-lihat isi rumahku.
"Bukan, aku masih menyewanya," jawabku segera.
"Oh." Dia hanya berkata oh.
Rumah sewa ini tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil. Atap plafonnya putih dengan lampu hias yang menggantung indah di ruang tamu. Dindingnya berstiker hijau daun dengan warna dasar putih. Nyaman dipandang mata.
"Ada perjamuan tambahan nanti. Bisa menemani?" Dia bertanya seraya duduk di kursi tamu.
Sejujurnya aku sedikit grogi dengan wajah polos tanpa make up ini. Tapi sepertinya, dia malah menyukainya. Terbukti dia selalu memalingkan pandangannya dariku, tidak ingin menatapku langsung. Tapi saat aku melihat ke arah lain, dia melihatku.
"Bisa, Tuan. Tunggu sebentar, ya." Aku bersiap-siap.
Dia mengangguk. Aku pun bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sengaja aku mandi cepat agar dia tidak terlalu lama menunggu. Dan akhirnya, pagi ini dia bisa melihatku dengan hanya mengenakan kimono handuk saja.
Jangan bereaksi dulu, Tuan. Aku belum siap.
Lekas-lekas aku masuk ke kamar. Sekilas tatapannya seperti tertuju ke arahku yang berjalan masuk. Entah apa yang dia pikirkan, aku tak peduli. Hari ini aku harus kembali menjalani misiku.
Setengah jam kemudian...
Kini aku siap untuk menemani targetku menemui kliennya. Kukenakan mini dres merah dibalut blezer hitam panjang. Tapi tetap saja seperti biasa, mini dres ini ketat dan menggoda pandangan. Dan kini aku duduk di dalam mobil bersamanya sebelum melaju ke tempat perjamuan.
"Tuan, ajari aku merokok," pintaku saat dia menghidupkan puntung rokoknya.
Dia diam, tidak menjawab apapun dari pertanyaanku. Dia hanya menoleh ke arahku yang duduk di sampingnya. Pagi ini pun dia membawa mobilnya sendiri sehingga tidak perlu menggunakan mobilku. Dan karena tidak dijawab, kuambil saja puntung rokoknya lalu kuhisap. Kuembuskan asap rokok itu ke wajahnya dengan tatapan menggoda. Aku berharap dia akan tergoda dengan aksiku kali ini. Namun...
Sial! Dia diam saja!
Lagi dan lagi aku harus menerima kepahitan darinya. Wajahku sudah dipasang sesensual mungkin tapi dia tetap diam saja. Rasanya kesal sekali. Dan karena kesal kuletakkan kembali puntung rokok bekas gigitanku ke sela-sela jarinya. Berharap dia akan bicara. Tetapi, lagi-lagi dia hanya diam sambil memperhatikanku tanpa berkata sepatah katapun. Hingga akhirnya puntung rokok di tangannya habis terbakar sendiri.
Ya sudahlah.
Dia membuang puntung rokok itu lalu segera melajukan mobilnya menuju ke tempat perjamuan. Tidak butuh waktu lama, akhirnya kami tiba di sebuah restoran yang kutahu persis restoran apa ini.
Eh? Kenapa dia membawaku ke restoran tempatku bertemu dengan istrinya?
Tak ingin berpikiran macam-macam dan tak ingin dicurigai, kuantarkan saja dia sampai ke ruang perjamuan. Sedang aku lekas-lekas menjauh darinya, menuju halaman parkir untuk memberi kabar kepada Nyonya Baldev. Dan ternyata...
"Semua rekaman CCTV di apartemennya hilang. Satu-satunya harapan hanya ada padamu."
Nyonya Baldev memberi tahu jika rekaman CCTV kedatanganku tidak ada. Sontak aku terkejut, menelan ludah sendiri. Aku curiga jika hal ini ada kaitannya dengan tempat perjamuannya sekarang.
Ya ampun. Apa dia sudah mengetahui siapa aku sebenarnya?
Aku takut. Benar-benar takut jika dia sampai mengetahui penyamaranku. Aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan. Tapi sepertinya, dia tidak akan membiarkanku lolos begitu saja.
Ini gawat!
Sebisa mungkin aku memposisikan diri dalam keadaan baik, aman dan terkendali. Aku tidak boleh membuatnya curiga akan perubahan sikapku. Ya, aku harus terus berjuang untuk mendapatkan uang satu milyar itu.
Setengah jam kemudian...
Aku masih asik menunggu Jackson keluar dari ruang perjamuan dengan memainkan ponsel di dalam mobil. Tak lama ponselku berdering dan kulihat ada panggilan masuk dari Clara, sekretaris Jackson.
"Halo?" jawabku.
Clara memberi tahu jika malam ini Jackson akan pergi ke natatorium di Hotel Crown untuk berenang. Dan dia memintaku untuk membuat persiapan.
"Baiklah. Kau tenang saja."
Kututup sambungan telepon kami lalu segera menyusun strategi. Aku berharap malam ini akan berhasil menjatuhkannya.
Tuan Jackson, mari kita mulai permainannya.
Aku tersenyum menyeringai melihat kesempatan emas di depan mata. Tentunya kesempatan ini tidak akan kusia-siakan begitu saja. Kupesan pakaian renang yang memancing hasrat lelaki. Sengaja kupesan agar misiku bisa cepat selesai. Menjebak Presdir Jackson Baldev ke dalam rengkuhanku.
Malam harinya...
Aku sudah memakai pakaian renang di dalam agar bisa cepat dibuka nantinya. Sedang baju luarnya masih menggunakan seragam bisnis yang tadi. Dan kini aku sedang menunggu resepsionis hotel menunjukkan di mana ruangan yang akan dipakai oleh Jackson berenang.
"Mari, Nona."
Tak lama seorang bellboy datang lalu mengantarkanku menuju ruang yang kutuju. Sepanjang jalan kami pun mengobrol singkat untuk memuluskan misiku kali ini. Kupesan sepuluh derigen susu padanya dengan tak lupa memberikan tip, lima kali lipat dari biasanya. Dengan senyum semringah bellboy itu memenuhi permintaanku. Dia segera membeli sepuluh derigen susu setelah mengantarkanku sampai ke ruangan yang dituju.
"Eh? Dia itu?!"
Tanpa sengaja aku melihat Hadden bersama seorang pria, berjalan bersama dari belokan koridor ruangan. Aku pun segera bersembunyi dan berusaha untuk menguping pembicaraan mereka. Sepertinya akan ada sesuatu hal penting yang bisa kudapatkan dari pembicaraannya itu.
Aku masuk ke ruangan lalu membuka wig-ku sehingga rambut asliku terlihat. Aku lalu keluar, berjalan berlawanan arah dengan mereka sambil membaca buku dan menggunakan masker agar tidak ketahuan siapa aku sebenarnya. Dan akhirnya...
"Aku akan meminjamkan satu triliun kepada Angkasa Grup. Tapi aku minta 23% saham dari total keseluruhannya." Kudengar Hadden berkata seperti itu kepada pria yang bersamanya.
Aku tidak tahu siapa pria yang bersama Hadden. Tapi sepertinya, pemilik saham terbesar dari Angkasa Grup.
Aku harus melaporkan hal ini kepada Jackson agar dia lebih tertarik padaku.
Aku berjalan santai melewati mereka sambil menutup wajah dengan buku. Aku pergi ke toilet untuk memakai kembali wig-ku. Rasa-rasanya Hadden tidak akan mengetahui jika aku di sini. Ya, semoga saja. Setidaknya aku telah mendapatkan informasi yang menarik darinya.
Setengah jam kemudian...
Aku berenang di kolam air susu. Aku memang datang lebih awal dari Jackson. Dan kini aku sedang menikmati hari liburku yang terpakai bekerja dengan mengitari sekeliling kolam renang.
Aku mengenakan bikini berwarna putih dengan simpul di depannya. Sengaja kupilih yang seperti ini agar Jackson bisa terpancing olehku. Dadaku yang besar dan sintal pun akan kujadikan senjata untuk menggodanya nanti. Semoga saja malam ini misiku bisa terselesaikan dengan baik.
Dia datang ....
Kulihat dia datang bersama seorang pria yang mengantarkannya sampai ke depan pintu ruangan. Jackson pun melihat ke arahku yang sedang berenang. Segera saja aku berenang ke tepi, ke sisi kakinya. Kudongakkan kepala untuk menatapnya.
"Tuan Jackson ke sini untuk berenang juga?" tanyaku, dengan posisi setengah badan muncul dari dalam air.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments