Aku pun menjawab dengan tenang pertanyaannya. “Teman istri Anda adalah guru pembimbingku di kampus, Tuan. Dia yang memperkenalkan kami," jawabku seraya tersenyum.
Aku menjalankan peranku. Tapi, lawanku bukanlah pria yang mudah untuk ditaklukkan. Beberapa hari pertama aku sudah mencoba berbagai macam cara untuk mendekatinya. Namun nyatanya, pria itu selalu menjauh dariku.
Kuputar otak untuk mencari cara yang tepat agar dapat meluluhkan hatinya. Tak lama, kutemukan sebuah cara licik untuk menerobos dinding pertahanan targetku. Aku mendekati sekretarisnya dulu, Clara.
Wajah cantik tentu saja dimiliki oleh sekretarisnya. Tapi sepertinya dia terlalu penurut dan juga lugu. Tak tahu bagaimana karakter aslinya, kucoba saja memainkan peran. Kali-kali saja cara ini akan berhasil untuk meruntuhkan pertahanan targetku.
"Nona Clara!" Aku memanggilnya saat wanita itu menuju ruang sang direktur besar yang tak lain adalah target sasaranku, Jackson Baldev.
"Nona Cecil?" Clara melihatku dengan tatapan kaget.
"Kau ingin mengantarkan dokumen untuk tuan Jackson?" tanyaku.
"Hem, ya." Dia mengangguk.
"Biar aku saja." Segera kuambil dokumen yang dipegang olehnya.
"Hei, Nona Cecil! Anda tidak sopan merebut dokumen yang sedang saya pegang!"
Kulihat wanita berseragam bisnis hitam ini marah kepadaku. Aku sih tidak peduli, asal kutemukan cara untuk menerobos dinding pertahanan Jackson.
"Maaf, Nona Clara. Tapi aku adalah asisten pribadi tuan Jackson. Aku lebih berhak membawakan dokumen ini padanya. Ya, walaupun berasal darimu," kataku dengan intonasi memaksa.
"Kau!" Dia seperti ingin mengajak ku berkelahi.
"Nona Clara, tenanglah. Biar semua dokumen masuk aku yang mengantarkannya. Anda tidak perlu repot-repot. Karena jika menolaknya, aku bisa saja mengadukan hal ini kepada nyonya Baldev. Dan nyonya Baldev bisa meminta tuan Jackson untuk memecatmu dari perusahaan. Apa kau mau?" Aku menggertaknya.
Kulihat dia sedikit gemetar setelah mendengar gertakanku. Pada akhirnya dia menuruti apa yang kukatakan walaupun dengan amat terpaksa.
"Jangan sampai ada dokumen yang jatuh," katanya lalu pergi begitu saja.
"Tenang saja. Aku bisa diandalkan," sahutku penuh kemenangan.
Akhirnya aku mempunyai kesempatan untuk meruntuhkan pertahanan Jackson. Mulai hari ini aku akan mengantarkan dokumen masuk ke ruangannya. Suka atau tidak.
...
Beberapa kali dalam sehari aku bolak-balik masuk ke ruangan bos besar. Sengaja kupasang gaya sensual di hadapannya agar dia tertarik padaku. Aku juga melepas blezer, sehingga hanya kemeja putih dan rok hitam saja yang kukenakan. Rok hitam ketat setinggi lima belas senti di atas lutut. Tentunya akan membuat bergairah siapa saja yang melihatnya. Tak terkecuali target sasaranku, Jackson.
"Kok elu lagi?”
Kata-kata itu yang kudengar setelah beberapa kali mengantarkan dokumen. Dia akhirnya menyadari jika akulah yang selalu mengantarkan dokumen untuknya. Wajahnya terlihat kaget bercampur kesal, mungkin karena bukan sekretarisnya yang mengantarkan. Tapi aku tidak peduli. Segera saja kumulai misiku di depannya.
"Anda suka baca buku luar negeri, Tuan? Saya paling suka baca tema percintaan." Aku mengawali. "Saya terpesona dengan perasaan pria barat yang membara. Mereka tidak mempermasalahkan moralitas dan tidak peduli dengan pandangan orang-orang. Melakukan suatu sesuai kehendaknya dan hidup sesuai yang mereka mau."
Aku memulai misi penaklukan ini saat melihat rak buku yang ada di belakangnya. Dokumen pun sudah kuletakkan ke atas meja. Namun, targetku ternyata bukan lawan yang mudah dikalahkan. Dia hanya mengendorkan dasi dengan satu tangannya dan menjawab singkat pertanyaanku.
"Bukunya dipajang, tapi tak pernah dibaca." Dia menjawab dengan jutek.
"Benar, kah?" Aku mendekatinya. "Tapi bagaimana dengan cara pandang Anda sendiri, Tuan? Apakah sama dengan mereka?" tanyaku lagi sambil menyandarkan pinggul di samping mejanya.
Aku pikir Jackson akan bereaksi dengan penampilanku yang berani. Tapi pandanganku berubah setelah dia menanggapi ucapanku.
"Pandanganku bertentangan dengan orang barat, menurutku menahan diri adalah yang terbaik," jawabnya.
Apa?! Aku terkejut.
“Masih ada urusan?” Dia seperti menyuruhku untuk pergi.
Aku seperti kehabisan akal menghadapi targetku kali ini. Ternyata Jackson tidak bisa ditaklukkan dengan perhatian yang kuberikan. Kupikirkan lagi cara yang harus kutempuh untuk menaklukkannya. Dan kusadari jika hanya bisa selangkah demi selangkah untuk mendekatinya.
Baiklah.
Kubungkukkan sedikit tubuhku ke arahnya lalu menatap kalender digital yang ada di meja. Sedang satu tanganku memegang belakang kursinya. Kancing kemejaku secara kebetulan tergantung di ujung atas. Hanya dengan sedikit gerakan saja, kancingku bisa terlepas dengan mudah. Dan akhirnya, aku mencoba mengambil kalender digital itu dari atas meja kerjanya.
"Tuan Jackson, sebagai asisten pribadi, aku perlu memahami apa yang Anda suka dan tidak. Misalnya bagaimana selera makan Anda. Apa Anda bisa memberi tahuku?” tanyaku sambil meletakkan kembali jam digitalnya ke atas meja.
Aku pura-pura tidak tahu jika satu kancingku telah menggelinding ke dekat tangannya. Pinggul dan bokongku pun membentuk lekuk seksi, seolah-olah melilit di tubuhnya.
"Kuharap ke depannya aku bisa membuatmu sangat puas, Tuan. Seperti..." Ujung jariku seakan membelai tangan kanannya. "Seperti tangan kanan yang begitu mengerti isi hati Anda," kataku, membiarkan dia melihat belahan dadaku di depan matanya.
Dia akhirnya sedikit bereaksi. Walaupun pandangannya berhenti sekilas di hadapan belahan dadaku yang seputih salju. Tapi sepertinya, tidak ada gejolak sedikitpun dari matanya. Tidak seperti kebanyakan pria yang akan terus memandangi keindahan di depan mata.
Dia memindahkan tangannya dari dekatku. "Gue nggak punya waktu buat ngurusin lu," katanya yang membuatku seperti menemui jalan buntu.
Sial! Pria ini memang benar-benar mengajak ku berperang!
Aku tidak terima. Berulang kali mendekatinya, berulang kali juga mendapatkan penolakan. Rasa-rasanya kesabaranku ini sudah mulai habis. Aku seperti tidak mempunyai cara selain berakting sedih namun penuh harap di depannya.
“Aku bersedia mendengarkannya kapan saja saat Tuan mempunyai waktu," kataku lagi.
“Gue nggak punya waktu kapanpun. Keluar!" Dia menolakku lagi tanpa basa-basi.
Aku terdiam beberapa detik setelah dia mengusirku. Tak kusangka jika rayuanku akan gagal lagi. Benar-benar menyebalkan!
"Baik." Kurapikan ujung rokku lalu hendak keluar. Namun, bersamaan dengan itu...
"Berapa umur lu?” tanyanya, saat aku hendak keluar.
"Dua puluh enam," jawabku seraya berbalik ke arahnya, tak percaya jika dia akan menanyakannya.
"Masa-masa yang bagus," katanya, lalu kembali membuatku kesal karena acuh tak acuh padaku.
Dia benar-benar sulit ditangani. Aku belum bisa menggodanya. Tidak seperti target-targetku sebelumnya. Aku memang harus bekerja ekstra untuk menghadapi pria seperti ini.
Rasa lelah mulai melanda karena berulang kali mendapatkan penolakan. Dan akhirnya aku keluar dari ruangan menuju meja kerjaku. Tak banyak yang bisa kukabarkan kepada Nyonya Baldev tentang kemajuan pekerjaan ini.
Beberapa hari kemudian...
Hari terus berganti, aku pun terus-menerus bekerja, memainkan peranku. Kadang aku ingin menyerah karena belum juga menemukan titik temu. Jackson selalu saja menolakku berulang kali.
Telepon?!
Aku kaget saat dering telepon menyadarkanku. Dan kulihat Jackson sendirilah yang meneleponku. Segera saja kuangkat telepon darinya.
"Halo?"
"Ya, Tuan. Baik."
Bagai pucuk dicinta ulam pun tiba. Sepertinya pepatah itulah yang tepat untuk menggambarkan hatiku sekarang. Segera kututup telepon darinya lalu membereskan meja kerjaku. Aku harus berdandan secantik mungkin sebelum menemuinya.
Ya, Jackson memintaku datang ke Hotel Royal untuk menemaninya makan malam ini. Sungguh hatiku riang bukan main. Akhirnya aku bisa memulai misi untuk mendekatinya.
Segera kupercantik diri sebelum berangkat menuju tempat bertemu kami. Aku pergi ke salon untuk mempercantik penampilanku. Kukenakan gaun dengan bagian lengan dan paha yang terbuka. Sengaja kupilih berwarna merah agar terlihat berani di matanya.
...
Setelah mempercantik diri di salon, segera kulajukan mobil menuju Hotel Royal untuk menemuinya. Di dalam perjalanan tak lupa kulaporkan kemajuan misiku ini kepada Nyonya Baldev. Tapi...
"Jangan terlalu senang dulu, Nona. Dia paling mahir mempermainkan orang dengan sikap acuh tak acuhnya." Nyonya Baldev memberi tahuku.
Seketika aku merasa sia-sia saat Nyonya Baldev memberi tahu. Padahal aku telah bersusah payah untuk mewujudkan keinginannya. Dan karena kesal tak tertahan, kubalas saja kata-katanya dengan sisa-sisa keyakinanku.
"Nyonya, suami Anda memang mahir. Tapi, aku juga sama."
Kuyakinkan dirinya jika aku pantas mendapatkan uang satu milyar itu. Kututup segera telepon lalu melajukan kembali mobilku. Tak lama aku pun tiba di hotel tujuan.
Sesampainya di hotel...
Aku bergegas keluar dari mobil setelah memarkirkannya. Lekas-lekas aku mencari di mana ruang perjamuan dengan bertanya kepada resepsionis. Akhirnya aku pun dapat segera menemukan ruangan yang kucari.
Aku harus berhasil memikat hatinya kali ini.
Aku masuk ke dalam sebuah ruangan, ruangan yang dipenuhi sajian istimewa dan anggur merah menggoda. Jackson pun melihat ke arahku dan meminta agar segera mendekatinya. Lantas saja aku berdiri di sisinya. Dia pun menawarkan minuman kepadaku.
"Maaf, Tuan. Kalau minum terlalu banyak kakiku bisa lemas," kataku padanya.
"Oh, baiklah. Tak usah minum. Berdiri saja di sini sambil menunggu perintah," katanya lagi.
"Baik." Aku mengangguk, menuruti.
Rekan-rekan bisnis di perjamuan ini membicarakan kasus akuisisi dengan target sasaranku. Sedang aku memperhatikan situasi yang ada. Rasanya mirip sekali dengan film aksi barat yang kulupa judulnya. Di mana sang asisten wanita berdiri di sisi tuannya sambil menunggu perintah.
"Hadden Junius juga mau ikut campur dalam kasus akuisisi kali ini." Salah seorang rekan bisnisnya bicara.
Kulihat dia menggoyangkan gelas anggurnya.
“Paman istriku memang tidak bisa diam, dia terlalu tamak.” Dia membalas ucapan rekan bisnisnya.
Seorang pria berkata lagi padanya. "Kita lihat saja bagaimana Presdir Jackson menekannya," kata yang lain.
"Dia bukan lawanku," jawab targetku dengan yakin.
Aku menyadari jika targetku ini memang sombong. Aku pun tersenyum menutupi rasa jijik di hati. Kulihat dia tertawa renyah hingga suara tawanya itu menarik perhatian rekan bisnisnya.
“Presdir Jackson ganti sekretaris?” tanya salah seorang rekan bisnisnya lagi.
"Oh, dia asisten pribadi yang istriku perkenalkan. Nggak pintar, nggak juga bodoh," jawabnya yang membuatku kesal mendengarnya.
Seorang pria berkata lagi padanya. “Pacar idamanku dulu sangat mirip dengan asisten Presdir Jackson.”
“Oh, ya?” Dia jadi seperti tertarik. “Siapa namamu?” tanyanya padaku yang membuatku semakin kesal.
Aku sudah dua minggu mengikutinya, tapi dia masih belum juga mengingat siapa namaku. Padahal ingatannya sangat bagus. Terkecuali memang dia tidak peduli, itu lain lagi ceritanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Mia Sukatmiati
bahasaa lu gie kurang cocok dipake novel dewasa,,lebih pantes untuk novel abg,kalo sdh dewasa pantesnya anda,saya,aku,kami
2023-09-17
0
💜Marlin🍒
hah? setelah sekian purnama bersama gk tau nama nya? Aaarrrgghhhh 🤣🤣🤣
2022-11-26
0
Anisatul Azizah
oh ya, aku sampe liatin tanggal update novelnya loh sama yg satunya itu.. cm selisih 4hari aja😱duluan ini sih thor. Kenapa bisa sama plek ketiplek sih.. herman,
2022-01-30
0