Keesokan harinya...
Hari ini aku malas sekali pergi bekerja. Kepalaku pusing memikirkan langkah apa yang harus kulakukan selanjutnya. Pikiranku tak tenang dan dihantui rasa takut yang berlebihan. Aku bingung harus mengambil langkah apa.
Rasanya pekerjaanku ini amat melelahkan. Ini adalah minggu ke empat bagiku.Tapi misiku belum juga selesai. Ternyata dia tidak mudah kujatuhkan begitu saja. Dia adalah lawan tertangguh yang pernah kutemukan.
Enam tahun aku bergelut dengan pekerjaan ini, biasanya paling lama tiga minggu aku sudah berhasil menjatuhkan lawan. Tapi dengannya amat berbeda. Minggu ke empat aku belum mendapatkan apa-apa.
Dua kali kesempatan hilang begitu saja karena ada yang mengganggu. Tidak Hadden tidak telepon dari relasinya. Aku jadi merasa lemas untuk melanjutkan misi ini. Rasanya aku membutuhkan libur panjang sebelum memulai misiku kembali.
Ya ampun ....
Bianca, musuh bebuyutanku tidak akan melepaskanku begitu saja. Kemarin dia mengancam dan memakiku habis-habisan. Dendamnya kepadaku sudah meluap-luap dan sampai ingin melenyapkan. Rasanya aku tidak bisa tenang dalam menjalani kehidupan di masa mendatang.
Jackson, target sasaranku juga sepertinya sudah mengetahui siapa aku sebenarnya. Satu-satunya jalan agar selamat adalah aku harus memutuskan transaksi dengan Zea, istri Jackson sendiri yang telah mempekerjakanku. Entah apa sebenarnya yang terjadi di antara mereka, aku tidak tahu.
Zea Liandra adalah istri sah dari Jackson Baldev, target sasaranku. Zea memintaku untuk menggoda Jackson, suaminya sendiri. Lalu menjebaknya untuk dijadikan bukti di persidangan cerai mereka. Karena jika aku berhasil membuat Jackson selingkuh denganku, Zea bisa memenangkan persidangan cerainya. Dan dia akan mendapat setengah dari harta yang Jackson miliki.
Zea menjanjikan uang satu milyar kepadaku setelah misi ini berhasil. Tapi ternyata tidaklah mudah untuk mendapatkan uang satu milyar itu. Aku harus banyak membuat kebohongan dan berlelah-lelah mencuri perhatian Jackson. Entah bagaimana perasaan targetku sekarang, aku harus tetap waspada. Dia bukanlah orang yang akan membiarkan begitu saja orang-orang yang telah mengkhianatinya. Dia punya kekuasaan, uang dan pamor yang besar sehingga bisa melakukan apapun.
"Aku katakan saja yang sebenarnya."
Kuambil ponsel lalu menelepon Zea, istri Jackson yang mempekerjakanku. Tak lama dia pun mengangkat telepon dariku.
"Halo, Nyonya Baldev." Aku menyapanya, berbasa-basi.
"Cecilia, apa ada kabar terbaru untukku?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Em, Nyonya. Aku tidak bisa melanjutkan misi ini," kataku padanya.
"Kenapa?!" Tiba-tiba dia menaikkan intonasi bicaranya.
"Aku bertemu dengan musuh bebuyutanku. Dia mengancam akan membongkar jati diriku di hadapan tuan Jackson." Kukatakan terus terang padanya.
"Apa ini masalah uang?" tanyanya. "Jika mengenai uang, kau tidak perlu mengkhawatirkannya." Dia meyakinkanku.
"Bukan. Bukan mengenai uang, Nyonya. Ini masalah lain. Aku tidak punya kemampuan untuk meneruskan misi ini. Terlalu berbahaya," kataku yang juga tidak ingin berbasa-basi padanya.
"Cecilia..." Nada bicaranya berubah seperti membunuh. "Kau tidak bisa seenaknya membatalkan misi ini. Jika kau membatalkannya sekarang, maka aku tidak akan segan berbalik menjadi musuhmu. Dan pastinya hidupmu tidak akan tenang." Dia mengancamku.
Kutelan ludahku, merasa masalah semakin bertambah rumit saja. Kutahu jika ini adalah risiko yang harus kutanggung karena pekerjaanku. Mau tak mau aku pun harus menghadapinya.
Setidaknya aku masih mempunyai Jackson sebagai bekingan. Selama aku bersamanya, tidak akan ada yang berani padaku.
Aku meyakinkan diri, mencoba menjadi bunglon di tengah warna-warni dunia. Kuhirup napas dalam-dalam sambil terus melanjutkan pembicaraan bersama Zea. Zea pun banyak mengajukan pertanyaannya tentang pergerakan misiku selama ini. Aku jadi teringat dengan hasil jepretan foto saat di kolam renang waktu itu.
"Nyonya, aku mempunyai foto bersama tuan Jackson saat di kolam renang." Aku memberitahu Zea adanya foto yang berhasil kutangkap.
Kuambil foto dari laci yang diambil waktu itu. Kulihat foto-foto yang terjepret kamera ternyata tidak memperlihatkan wajah depannya sama sekali. Kusadari jika tidak ada tindakan yang dilakukannya secara inisiatif kemarin.
Dia semakin menakutkan saja.
Hal ini membuatku merasa Jackson sangatlah menakutkan. Dalam kondisi seperti itu, dia masih bisa menyadari arah kamera serta dapat menghindarinya dengan akurat.
"Bagus, Nona. Lalu bagaimana sikap Jackson kepada Andreas?" tanyanya lagi padaku.
Kenapa dia bertanya tentang Andreas?
Tiba-tiba saja aku merasa bingung dengan pertanyaannya. "Tuan Andreas teman Anda, Nyonya?" tanyaku. "Sepertinya mereka mempunyai perbedaan pendapat," kataku lagi.
Dia diam saja, tidak banyak bicara. Dia lalu memutuskan untuk mengakhiri perbincangan ini dengan berpesan kepadaku agar terus melanjutkan misi. Selebihnya tentang Andreas, aku tidak tahu.
Ini sedikit aneh. Sebenarnya apa yang terjadi?
Aku bertanya-tanya dalam hati tentang kebenaran yang ada. Aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan Nyonya Baldev, Zea Liandra dariku. Tak tahu apa itu, aku belum bisa memastikannya.
Beberapa jam kemudian...
Hari ini aku mempunyai jadwal menemani Jackson ke lapangan tembak. Di sana juga ada Hadden, saingan bisnis Jackson. Rasanya sungkan sekali ke sana jika bukan karena ingin melanjutkan misiku.
Aku tiba di lapangan tembak menemani targetku. Kami mengenakan kemeja putih lengan pendek dan celana hitam panjang. Kami juga diminta menggunakan peredam suara di telinga dan kaca mata tembus pandang agar terlindungi saat latihan. Dan kini aku sedang melihat targetku, Jackson Baldev menembak dari jarak dua ratus meter. Menarik pelatuk dan menembak tepat di tengah target sasaran.
Dia luar biasa!
Kalimat itu terlintas di benakku saat melihat kemampuan menembaknya. Tak lama aku pun melihat Hadden datang. Mereka kembali membahas kasus akuisisi Angkasa Grup di depanku.
Ini menyebalkan sekali. Rasanya aku sudah muak menjadi bahan obat nyamuk di persaingan bisnis ini.
"Cecilia, kemari."
Di tengah-tengah percakapan mereka, Hadden menoleh ke arahku. Pria berusia sekitar paruh baya itu memintaku untuk mendekatinya. Dan karena menghargai Jackson, aku mendekat ke arahnya.
"Tuan Hadden?" Aku tiba di dekatnya, di samping Jackson.
"Cobalah menembak, Nona." Hadden memberikan pistolnya kepadaku.
"Ak-aku ...." Aku melihat ke arah Jackson, meminta izin padanya, tapi Jackson diam saja.
"Tak apa, Nona. Kita coba saja."
Sungguh aku gugup sekali. Ini pertama kalinya bagiku latihan menembak. Dengan gemetar kupegang pistol yang diberikan Hadden kepadaku. Hadden pun membantuku mengarahkannya ke papan sasaran.
Dia ini?!
Hadden menempelkan badannya di punggungku, leherku bahkan rambutku. Dia seakan memelukku dari belakang. Seketika aku bergidik sendiri. Tanganku juga dipegang olehnya, diarahkan untuk menembak ke papan sasaran.
Jackson kok diam saja? Dia malah berpaling muka dariku?
Kulihat targetku pergi menjauh. Dia tidak mau melihat apa yang dilakukan Hadden padaku, entah mengapa. Tapi kalau rasanya cemburu, itu terlalu ketinggian bagiku.
“Jackson nggak tahu caranya menyayangi wanita, tapi dia mengerti kalau kau membutuhkan bekingan yang kuat. Dan aku lebih bisa diandalkan daripadanya.” Dia menggodaku dengan mesra.
Jackson menyela perkataan Hadden. "Jangan menghasutnya." Dia menatap tajam ke arah Hadden.
Hadden tersenyum, dia lalu memintaku menembakkan peluru ke papan sasaran. Dan akhirnya...
"Bagus!" Hadden memujiku.
Kulihat peluruku berada dalam tiga lingkaran paling dalam. Cukup dikatakan berhasil untuk pemula bagiku. Ini sungguh di luar dugaan.
"Tuan Jackson, Cecilia ternyata mempunyai bakat terpendam yang mengagumkan. Aku tertarik padanya." Hadden berjalan mendekati Jackson.
Jackson hanya diam, seperti tidak peduli terhadap perkataan Hadden.
"Apa yang kau inginkan agar memberikan Cecilia padaku."
Hadden berbisik kepada Jackson. Jackson pun segera menghindarinya. Aku bisa mendengar dengan jelas perkataan mereka setelah melepas peredam suara dari telinga ini.
"Cecilia bodoh, nggak pintar, dan nggak penurut." Jackson menjawabnya dengan merendahkanku.
Sialan! Seketika perempatan urat muncul di dahiku.
Hadden pun membalasnya segera. "Kalau begitu, aku rasa cantik saja sudah cukup." Hadden mematahkan perkataan Jackson.
Kulihat Jackson mengernyitkan dahinya. Dia lalu memintaku menuangkan secangkir teh untuknya. "Cecilia, tuangkan teh."
Dia memintaku sambil menghidupkan puntung rokoknya. Namun, aku tahu apa alasannya berkata seperti itu.
Bilang saja agar aku keluar dari area ini. Dasar Jackson! Aku menggerutu.
"Tuan, aku ingin tetap bersamamu," kataku kepadanya.
Seketika kulihat Jackson tersenyum tipis, mungkin dia merasa menang dari Hadden.
"Aku telah memberikan uang satu triliun untuk Angkasa Group. Jadi bisa dipastikan jika akulah pemenangnya."
Jackson berkata sambil mengembuskan asap rokoknya ke Hadden. Hadden pun terlihat kesal. Dia segera keluar dari area dengan tatapan penuh dendam.
Sungguh terkadang aku merasa persaingan bisnis ini sungguh kejam. Tapi cukup tahu saja, tidak perlu diumbar ke mana-mana.
"Tuan?" Aku mendekati Jackson setelah Hadden beberapa menit keluar dari area latihan.
"Kita pulang!" Dia memerintahkan kepadaku untuk segera pulang.
"Baik, Tuan."
Aku mengekor padanya, tanpa melawan. Bisa kurasakan jika suasana hati Jackson kurang baik saat ini. Mungkin karena pembicaraannya dengan Hadden. Tapi, setelah sampai di parkiran, aku baru tahu apa alasannya dia kesal.
Dia menarikku masuk ke dalam mobil. "Nggak cukup hanya gue, sampai lu mau ngundang Hadden juga?!" tanyanya yang membuatku terkejut seketika.
"Tuan?" Aku pun bingung harus menjawab apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Zaitun
bingging
2022-01-18
0
runi nisa
aaiihhh...diem2 menghanyutkam si jack
2021-11-07
0
Leni Martina
wuihhh cembokur kyk nya Jackson
2021-11-05
0