Pukul dua belas lewat dua belas dini hari...
Jackson memutuskan untuk pulang setelah kejadian itu. Dan aku hanya diam karena merasa bersalah telah mengacaukan suasana perjamuannya. Kubiarkan dia menyetir mobil sedang aku duduk diam di sampingnya. Dia membawaku kembali ke hotel.
Sesampainya di kamar hotel, Jackson memintaku untuk duduk. Dia ingin mengajukan beberapa pertanyaan padaku. Aku pun lagi-lagi hanya diam karena takut penyamaranku terbongkar.
Aku merasa Jackson sudah mulai mencurigaiku. Dia juga bilang aku terlalu ganas saat berkelahi. Dan aku hanya bisa diam tanpa menjawabi.
Dia mengendorkan dasi lalu menuangkan botol anggurnya sendiri. Sedang aku duduk tak jauh darinya. Kulihat dia sesekali karena tidak berani menatapnya langsung. Dia pun seperti menyadari, segera melihat ke arahku yang duduk.
"Siapa Bianca itu?" Dia bertanya padaku.
Dia berdiri sambil menyalakan puntung rokoknya. Kami sama-sama belum berganti pakaian sedari tadi.
"Aku tidak kenal dengannya, Tuan. Sungguh. Dia tiba-tiba menarikku sebelum sampai ke toilet dan bilang kalau mempunyai hubungan gelap dengan Anda." Aku beralibi.
"Hanya itu?" tanyanya, seperti tak percaya.
"Benar, Tuan." Aku menunduk, pura-pura takut di depannya.
"Apa pernah merebut pacarnya?" tanyanya lagi.
"Aku tidak akan melakukan hal sekeji itu, Tuan." Aku tidak mau mengakui hal yang sebenarnya terjadi.
"Jadi kau hanya merebut pria yang sudah beristri?" tanyanya lagi, seperti memancingku.
Eh? Jadi dia merasa direbut olehku?
Tak tahu apa maksud dari pertanyaannya, tapi sepertinya ini sinyal yang bagus untukku. Dia mengira sudah direbut olehku.
"Itu hanya kebetulan saja, Tuan." Aku menjawabnya pelan.
"Kebetulan?" Dia menyandarkan diri ke meja.
"Tuan." Aku melihat ke arahnya. "Salahkah jika aku menyukai pria yang telah melihat sesuatu yang harusnya kusembunyikan?" Kembali aku bersandiwara.
Dia terdiam. Aku segera berdiri lalu mendekatinya. "Tuan, maafkan aku."
Aku memasang wajah menyesal di hadapannya, berharap dia akan memegang wajahku. Namun, lagi-lagi dia hanya diam.
Dia berbalik, membelakangiku untuk meminum anggurnya. Di saat itu juga kupeluk dirinya dari belakang dan meletakkan kedua tangan ini di dadanya. Aku sampai bisa merasakan bagaimana detak jantungnya saat ini.
"Jadi itu alasannya berkelahi?" tanyanya sambil berbalik ke arahku.
Dia sepertinya masih belum puas menanyakanku. Entah karena peduli atau khawatir. Tapi mungkin saja ini pertanda baik bagiku, jika dia memang benar perhatian padaku.
"Aku berkelahi karena melindungi nama baik Anda, Tuan." Aku menunduk, karena tidak berani menatap kedua bola matanya.
"Hah ...." Dia mengembuskan napasnya, lalu berjalan menjauh.
"Tuan, maaf," kataku lagi.
"Tidurlah."
Dia memintaku untuk tidur. Dia juga melepas kemejanya di depanku, seolah memberi tanda agar aku segera tidur.
"Baiklah, aku permisi." Aku berpamitan kepadanya tanpa ada perlawanan sedikitpun.
Entah apa yang ada di dalam pikirannya, aku tidak peduli. Lekas-lekas aku pergi dari kamarnya karena sudah merasa amat lelah sekali. Aku tidak mampu lagi untuk berpikir.
Lusa kemudian...
Hari ini adalah hari Senin. Hari dimana orang malas sekali pergi bekerja karena sehabis libur. Sama sepertiku yang malas datang ke kantor. Tapi mau tak mau aku harus melakukannya karena setiap Senin kami mengadakan rapat internal. Dan kini aku sedang menemani Jackson berbicara dengan jajarannya.
Dia membicarakan masalah pengakuisisian Angkasa Grup. Sedang aku hanya mendengarkan dan membantu Jackson mengambilkan sesuatu yang dia perlukan. Aku tidak banyak bicara karena tugasku hanya menemaninya saja.
"Tuan Jackson, saran saya lebih baik kita mundur dari masalah akuisisi Angkasa Grup. Karena paman dari nona Zea sendiri yang akan mengambil alihnya."
Seorang pria yang merupakan General Manager kantor cabang PT Samudera Raya memberikan sarannya kepada Jackson tentang masalah ini. Aku sih tidak peduli. Aku hanya fokus pada misiku sendiri.
"Aku lebih berhak memutuskannya, Tuan Andreas." Jackson bersikeras menolak saran dari GM-nya sendiri.
Sebenarnya aku tidak tahu apa yang terjadi antara Jackson dan Zea, istrinya. Yang aku tahu Zea mempekerjakanku untuk menjebak Jackson. Jadi aku hanya memainkan peranku saja. Tidak peduli apa alasan mereka sampai perang dingin seperti ini.
Sabar, Cecilia. Misimu hampir berhasil.
Rapat terus saja dilanjutkan walaupun terjadi adu pendapat di dalam ruangan ini. Dan aku hanya bisa diam tanpa berkata sepatah katapun. Pada akhirnya Jackson menyudahi rapat hari ini.
"Segera bekerja dan laporkan padaku."
Jackson menyudahi rapatnya. Kulihat jam di dinding pun sudah menunjukkan pukul enam sore. Kini saatnya bagiku untuk pulang ke rumah.
"Cecilia." Tiba-tiba Jackson memanggilku saat merapikan dokumen rapat hari ini.
"Ya, Tuan?" tanyaku, perihal apa yang dia butuhkan.
"Tuangkan teh." Dia memintaku menuangkan teh untuknya.
"Baik."
Aku menuangkan secangkir teh untuknya. Dia sendiri membaca selembar surat yang entah apa isinya. Kami masih berada di ruangan rapat. Sepertinya Jackson sedang berpikir keras untuk mengalahkan Hadden atas pengakuisisian Angkasa Grup.
"Ini, bacalah!" Dia menyerahkan selembar surat itu kepadaku.
Aku pun membaca isi surat tersebut. Seketika perempatan urat muncul di dahiku. Ternyata ada seseorang yang berani-beraninya menuliskan kehidupan masa laluku. Dengan sekali lihat aku pun bisa tahu tulisan dari siapa ini.
"Gue tunggu penjelasannya."
Jackson lalu meninggalkan ruangan setelah meminum teh yang kuberikan. Dia pergi begitu saja tanpa banyak bicara. Kusadari jika dia telah membaca isi surat ini sepenuhnya.
Bianca!!!
Aku segera meneleponnya, menelepon musuh bebuyutanku dan menanyakan apa maksudnya mengirimkan surat ini kepada Jackson. Namun, dia malah memakiku dengan kata-kata kotor. Sontak emosiku naik lalu memakinya balik.
"Jadi sebenernya lu mau apa?!" tanyaku kesal kepadanya.
Bianca tidak menggubris pertanyaanku. Dia malah mengancam akan membeberkan semua tentangku kepada Jackson. Aku jadi harus berpikir cepat, mencari cara untuk meredamnya.
"Katakan berapa yang lu mau?!" tanyaku, mencoba berdamai dengannya.
Bianca tak memedulikan tawaranku. Dia bilang tidak akan membiarkanku hidup dengan tenang. Dia lalu mematikan sambungan teleponnya. Sepertinya keinginannya hanyalah satu, memusnahkanku.
Sialan!
Aku sangat kesal. Berani-beraninya dia mengancam akan membongkar jati diriku di hadapan Jackson. Rasa-rasanya aku harus segera menyingkirkannya.
Astaga, hidupku ....
Karena sangat kesal, aku tidak lagi memedulikan ruangan rapat ini. Ternyata Jackson belum pergi dari ruangan. Dia masih berdiri di depan pintu dan melihatku kalang kabut sendiri.
"Tu-tuan?" Aku pun melihatnya, menatap tajam ke arahku.
"Lu nggak pernah jujur, Cecilia." Dia menudingku.
Sontak kutelan ludahku sendiri. Sepertinya Jackson memang sudah mencurigaiku. Dia kemudian pergi, menuju ke ruang kerjanya sendiri. Sedang aku ... aku menormalkan emosiku yang meluap-luap karena ulah Bianca.
Sialan! Awas kau Bianca! Aku akan membuat perhitungan denganmu!
Ada saja hal yang membuat misiku tersendat. Rasanya kesal sekali. Tapi, aku juga bisa apa? Kini yang aku bisa hanya mencari cara untuk berbohong kembali tentang isi surat tersebut. Lagi dan lagi banyak kebohongan yang harus kubuat karena pekerjaan ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
my name
akhirnya kebongkar juga
2022-02-16
0