“Cecilia, yang artinya lembut dan pandai menjaga perasaan," jawabku seraya menebarkan senyuman.
Sungguh aku benar-benar kesal dengan targetku kali ini. Sudah susah ditaklukkan, ucapannya begitu pedas hingga menusuk hati. Lain kali aku tidak boleh meremehkan siapapun. Aku pikir dia sama seperti targetku sebelumnya. Tapi nyatanya, dia amat berbeda.
Setelah makan malam...
Kulihat targetku merokok setelah masuk ke dalam mobil. Suasana pun sangat sunyi saat aku duduk di sampingnya. Tak tahu apa yang dia pikirkan, aku diam sajalah. Aku tidak boleh sembarang bertindak dalam menghadapi pria seperti ini.
Harus kuakui jika dia memang mempesona.
Kulihat langit malam dan cahaya oranye menyatu, menyinari wajahnya. Asap-asap rokok pun berterbangan memenuhi mobil. Untung saja dia membuka sedikit kaca mobilnya sehingga tidak terlalu membuatku sesak. Jika tidak, pastilah aku sudah terbatuk-batuk karenanya.
Sosok targetku ini harus kuakui jika tampan dan juga dingin. Entah mengapa aku merasa sangat tertantang untuk menaklukkannya.
Selama perjamuan dia mengenakan kemeja fuchsia mencolok dengan kancing yang tidak rapi. Dan kini tulang selangkanya dicemari oleh cahaya lampu, mulutnya pun sedang menghisap setengah batang rokok. Dia tampak mempesona di tengah keheningan malam.
Aku harus memikirkan cara untuk memanfaatkan kesempatan.
“Tampan?” tanyanya tiba-tiba.
Hah? Apa?!
Tiba-tiba saja dia bertanya yang memecah lamunanku tentangnya.
“Apa yang Anda katakan, Tuan?” tanyaku memastikan.
“Gue tampan nggak?” tanyanya lagi.
Dia bertanya dengan sedikit mabuk, lalu mencondongkan tubuhnya ke arahku. Matanya pun kini bertemu dengan mataku.
Jarak kami sangat dekat, bahkan aku dapat melihat sedikit rona merah di wajahnya, dari dagu hingga ke keningnya, dan juga aroma alkohol dari napasnya. Kata orang pria seperti targetku adalah pria yang ceroboh dan penyayang. Bibirnya tipis dengan bola mata persik. Tapi sepertinya, dia pengecualian. Walaupun mabuk dia tetap menjaga ketenangan yang membuat orang ketakutan.
“Tuan Jackson tampan," kataku pelan sambil menatap kedua bola matanya.
Kutatap dirinya penuh arti dengan perasaan yang tersirat dari hatiku. Dan kulihat dia memperhatikan gerak-gerik bibirku ini.
"Pakai lipstik?” tanyanya lagi.
"Em,"
“Asistenku tidak butuh itu semua.”
Belum sempat aku menjawabnya, dia sudah menyela perkataanku. Mungkin dia memang seperti itu.
“Kalau Tuan Jackson tidak suka aku memakai lipstik, maka besok aku tidak akan memakainya lagi," kataku sambil merapikan kerah kemejanya.
Dia melirik sekilas jariku yang berada di kerah kemejanya, lalu kembali bersandar ke kursi. “Kalau gue nggak suka, lu nggak bakal lakuin?” tanyanya lagi.
Aku tahu jika dia sedang memberi tahuku untuk tidak berlebihan. Aku pun memainkan peranku kembali, mencoba menggodanya dengan suara serak nan lembut.
“Hal yang dapat merugikan Tuan, tidak akan kulakukan. Sedangkan yang menguntungkan, akan aku lakukan."
Kudekatkan tubuhku ke arahnya yang bersandar di kursi mobil. Sengaja kudekatkan bibirku ke telinganya lalu meniupnya pelan. Dia pun akhirnya bereaksi, memegang lenganku ini. Kupasang saja wajah sensual dan menanti akan hal yang ingin dia lakukan selanjutnya padaku.
"Kita ke apartemenku." Dia berbicara dekat sekali dengan bibirku.
Aku mengedipkan kedua mata, memenuhi apa yang dia inginkan. Dengan segera aku mengantarkannya menuju sebuah apartemen kelas satu yang ada di kota ini. Tak tahu apa yang akan dia lakukan nanti, aku harus siap menerima segala konsekuensi dari perjanjian kerjaku sendiri.
Sesampainya di apartemen...
Aku masuk ke dalam sebuah apartemen besar yang begitu rapi dan juga bersih. Semua barang tertata rapi di tempatnya dan juga menarik pandangan untuk terus melihatnya. Aku pun tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Kuperhatikan sekeliling untuk mencari bukti perselingkuhannya dengan wanita lain. Tapi ... aku tidak menemukannya.
Ini aneh. Dia pria yang mempunyai banyak uang dan kekuasan besar. Tapi mengapa tidak mempunyai hasrat untuk selingkuh? Bahkan di dalam kamar mandinya pun hanya ada pisau cukur dan peralatan mandi biasa. Tidak kutemukan bekas pengaman atau hal sejenisnya.
Aku mencoba menyelidiki semua sisi apartemennya untuk kujadikan bukti jika targetku ini berselingkuh. Tapi sepertinya, aku harus percaya jika memang ada pria yang bisa menahan diri walau sudah berada di puncak kesuksesannya.
Dia memang berbeda.
Kulihat dia duduk di atas sofa dengan wajah kelelahan. Aku pun segera membuka sedikit gorden jendela, tapi dia memerintahkan untuk menutupnya kembali.
Aku menurut lalu berjalan ke meja dapur, berniat menuangkan segelas air untuknya. Dia pun mendekatiku, ingin menuang sendiri.Tapi, aku segera menahannya.
"Biar aku saja, Tuan." Kucoba air minum dengan ujung bibirku lalu memberikan air minum ini kepadanya. "Tuan Jackson, air minumnya manis. Coba, deh!" pintaku sedikit manja.
Kulihat dia tersenyum, tapi tatapan matanya tetap saja dingin. "Kerjaan asisten gue juga termasuk memberi minum?” tanyanya, mematahkan usahaku.
Aku berjalan mendekatinya dengan tatapan menggoda. "Aku bertanggung jawab untuk memenuhi semua kebutuhan pribadi Anda, Tuan," kataku sambil berdiri dekat sekali dengannya.
Kulihat dia melepaskan kancing kemeja dan ikat pinggangnya sendiri. Dia kemudian duduk bermalas-malasan di sofa. “Kebutuhan pria tidak bisa diatasi oleh sembarangan wanita," sahutnya.
Sesaat aku menyadari. Sebuah kalimat yang membuatku memahami bagaimana karakter targetku kali ini.
Aku harus terus berusaha. Malam ini akan kutangkap dirinya.
Aku ikut duduk di sampingnya. Jari-jariku mulai menyusup ke dalam pengait logam ikat pinggangnya. Suara gesekan halus pun terdengar dari kait logam ikat pinggang itu. Kuletakkan tanganku di atas pahanya, kubelai sedikit untuk memunculkan reaksi yang selama ini kuinginkan.
"Apa aku boleh mengatasi kebutuhan Anda, Tuan?" tanyaku, lalu membelai dadanya dengan satu jariku.
Kulihat dia terdiam dan tersenyum kecil. Bibir tipisnya seperti menyiratkan sesuatu untukku. Tetapi...
"Gue tidur dulu. Lu pulang aja sekarang!" katanya lalu beranjak pergi.
Apa?!!
Seketika hatiku remuk tak berbentuk saat mendapatkan jawaban darinya yang jauh dari harapanku. Aku sudah melakukan berbagai macam cara untuk menggoda. Tapi nyatanya, dia bukanlah lawan yang mudah untuk kukalahkan.
Sial! Kenapa pria ini sulit sekali kutangani?!
Kulihat dia pergi begitu saja lalu masuk ke dalam kamarnya. Sedang aku, ditinggal sendirian di ruang tamu.
Benar-benar menyebalkan. Baru kali ini aku menemui pria sepertinya!
Rasa frustrasi mulai melanda pikiranku. Ternyata uang satu milyar itu tidak mudah untuk kudapatkan. Aku harus bergelut dengan pria dingin sepertinya. Jika bukan karena pekerjaan, tentunya aku sudah memakinya habis-habisan.
Aku harus mencari cara lain. Kalau seperti ini terus uang satu milyar itu akan lama kudapatkan.
Kuputar otak dengan cepat agar bisa menemukan cara untuk meruntuhkan pertahanannya. Akhirnya, kuputuskan mencari kamar lain untuk beristirahat sejenak setelah lelah kerja seharian. Aku juga meninggalkan celana lace-ku di atas kasur. Sengaja kulakukan agar hasratnya terpancing saat melihat pakaian dalamku tertinggal.
Esok harinya...
Malam kulalui seorang diri. Dan kini aku sedang berjalan kembali ke apartemen targetku setelah membeli sarapan. Aku pun berpapasan dengannya saat ingin masuk ke kamar tamu. Namun tak lama, kudengar suara istrinya datang. Segera saja aku bersembunyi di balik pintu agar tidak ketahuan.
"Minggu depan ayah ulang tahun."
Kudengar istrinya berbicara dengan jarak yang tidak terlalu dekat. Mereka duduk di sofa tamu yang berseberangan.
"Hm, ya." Targetku hanya menjawab singkat.
"Aku kemari ingin mengetahui keadaanmu. Sudah lama tidak pulang ke rumah. Apa masih marah padaku?" tanya istrinya itu.
Aku sengaja membuka sedikit pintu agar bisa mendengar dan mengintip percakapan mereka. Aku ingin tahu bagaimana percakapan sepasang suami-istri ini. Dan ternyata, mereka berbicara biasa-biasa saja.
"Baiklah, aku pergi dulu."
Tak lama kulihat istri targetku beranjak pergi. Tapi saat menuju pintu, dia mundur selangkah lalu berbalik, memeluk targetku untuk berpamitan.
Sepertinya nyonya sedang merekayasa bukti jika dia baik-baik saja dengan suaminya.
“Masih nggak mau keluar?”
Setelah istrinya pergi, Jackson bertanya padaku yang masih bersembunyi di balik pintu. Aku pun segera menyadari lalu keluar dari kamar dan berjalan mendekatinya.
“Cuma perasaanmu saja. Dia tidak akan bisa menangkap basah aku berselingkuh, karena tidak ada wanita manapun yang pantas membuatku salah langkah," katanya sambil melihat ke arahku.
Aku pun mengiyakan perkataannya. “Tuan Jackson sangat mencintai nyonya. Sebagai suami Anda sangat sadar dan juga setia.” Aku menyanjungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
💜Marlin🍒
gila🤣🤣🤣🤣 kaget nggak tuh terciduk disaat asik" nya memandang? 🤭
2022-11-26
1
Milda Andriani
mmmm kaya pernah baca ya 🤔🤔
2022-02-24
0
Lily Andhini
istrinya jack knp pen cere y🤔
2021-11-02
2