"Lu ngeduluin gue."
Seperti biasa dia berkata jutek padaku. Padahal bikini dengan simpul tali di tengah ini harusnya sudah bisa menggodanya. Setengah tubuhku juga sudah keluar dari air. Tentunya tubuh basahku terlihat sangat erotis di matanya.
"Tuan, rambutku terjepit earplug renang dan sakit sekali. Bisa tolong bantu aku?"
Aku tak peduli jika dia jutek, masa bodoh atau apapun. Yang penting uang satu milyar itu bisa segera kudapatkan.
"Keluar!" katanya yang mengusirku tanpa basa-basi.
Dia ini memang menyebalkan sekali. Aku harus mencari cara lagi.
Kuputar otak untuk mengakalinya yang lagi-lagi jutek terhadapku. Akhirnya kutemukan sebuah ide brilian untuk menjebaknya.
"Kakiku keseleo, Tuan. Aku tidak bisa berdiri," kataku padanya.
Kulihat dia mengembuskan napasnya dengan berat. Mungkin dia kesal padaku. Tapi, lagi-lagi aku tak peduli. Uang satu milyar itu harus kudapatkan malam ini juga.
"Aku mempunyai informasi penting untuk Anda," kataku, memancingnya.
"Tentang apa?" Dia segera menanggapi tanpa melihat posisi tubuhku, berada di antara kedua kakinya yang berdiri di tepi.
"Tentang Hadden. Mungkin Anda tertarik," kataku lagi.
Kulihat dia mengulurkan tangannya. "Cepat naik!" Dia ingin menarikku ke atas.
Kau terjebak dalam perangkapku, tuan.
Segera kutarik tangannya yang diulurkan ke arahku. Dia pun akhirnya terjatuh ke kolam. Dengan cepat aku memeluknya. Kutempelkan tubuh ini amat dekat dengan tubuhnya, sedang kedua tanganku melingkar di lehernya.
"Anda pasti kaget dengan apa yang kudengar dari mulut Hadden sendiri." Aku menyentuh ujung hidungnya dengan jari telunjukku.
"Cepat katakan!" pintanya yang kini tidak bisa lepas dariku.
Aku memanjat ke tubuhnya. Kedua kakiku melingkar di pinggangnya. Apa yang bisa dia lakukan jika sudah berada di posisi ini? Tentunya dia tidak akan bisa menghindar lagi dariku.
Kucium ujung hidungnya dengan lembut. Aku tidak peduli siapa aku, siapa dirinya. Aku hanya peduli dengan misiku. Kumainkan peranku dengan baik lalu berbisik lembut di telinganya.
"Aku akan memberitahunya jika malam ini kita bisa menghabiskan waktu bersama," kataku lagi.
Dia memegang lenganku, berusaha menjauhkan tubuhku yang bergelayut manja di tubuhnya. Tapi, tidak bisa. Aku sudah mengunci erat-erat tubuhnya.
Kulihat dia menaikan satu alisnya. "Gue bakal ngasih lu imbalan sepadan. Tapi nggak buat bersama lu." Dia berkata tegas padaku.
"Oh, ya?"
Aku mendekatkan bibirku ke bibirnya seolah-olah ingin mencium. Kugerakkan perlahan pinggulku ini di dalam air. Tubuhku jadi naik-turun di tubuhnya. Aku pun membelai telinga, leher dan tengkuknya dengan satu jariku. Tak berapa lama aku bisa merasakan degup jantungnya yang begitu keras.
Dia sudah mulai naik.
Kudekatkan bibirku lagi ke bibirnya lalu berkata, "Hadden berani memberikan pinjaman satu triliun untuk Angkasa Grup," kataku yang sontak membuat dia terbelalak.
"Lalu?" Dia serius menanggapi.
"Lalu ...."
Aku berniat menguncir rambut wig-ku di depannya, sedang kedua kakiku masih mengapit di pinggangnya. Kugigit kuncir di bibir ini lalu mulai mengikat rambutku. Dia pun bisa melihat dengan jelas bagaimana belahan dadaku yang seputih salju di depan matanya. Sangat dekat, bahkan aku bisa merasakan hangat napasnya di dadaku ini. Seketika itu juga aku merasakan sikapnya mulai berubah, pasrah terhadap apa yang aku lakukan.
Aku kembali melingkarkan tanganku di lehernya setelah selesai menguncir rambut. "Hadden meminta 23% saham dari Angkasa Grup." Aku melanjutkan.
Degup jantungnya semakin keras. Aku bisa mendengarnya karena suasana hening di sekitar. Hanya ada aku dan dirinya. Di saat dia sudah seperti itu, aku mulai mendekatkan bibirku ke bibirnya. Berniat mencium bibir tipis yang selama ini mengeluarkan kata-kata pedas untukku. Kudekati perlahan-lahan dan semakin lama semakin dekat. Kulihat dia juga memejamkan kedua matanya.
Suara itu ...?
Di saat-saat seperti ini, kudengar suara pintu kayu bergerak. Seperti dibuka dari arah luar. Di saat itu juga Jackson menekanku hingga masuk ke dalam air.
Ada apa ini?!
Aku terkejut dan bingung sendiri. Kulihat dia memberi isyarat agar diam di dalam air. Dia juga memberi kode akan naik ke permukaan dengan menunjuk ke arah atas. Dan memintaku tetap di sini dengan menunjuk ke arahku lalu ke bawah. Aku pun mengerti akan maksudnya, aku mengangguk-angguk.
Untung sudah latihan pernapasan.
Kudengar samar-samar suara Jackson dan seseorang berbicara di atas sana. Mereka membicarakan tentang perang bisnis lalu berlanjut ke masalah keluarga. Jackson juga meminta agar pria tersebut tidak melihat ke dalam air terus. Tapi sepertinya, pria yang berbicara dengan targetku adalah paman istrinya sendiri, Hadden Junius.
"Perlindunganmu sudah berlebihan."
Aku mendengar samar-samar kalimat itu dari pria yang berbicara dengan Jackson. Lalu tak lama, tak kudengar lagi suara mereka. Entah ke mana.
Satu jam kemudian...
Misiku hampir saja berhasil. Tapi ternyata ada saja kendalanya. Dan kusadari jika paman dari nyonya yang mempekerjakanku sendiri yang menggagalkannya
"Nona Cecilia."
Kini aku berjalan menuju halaman parkir gedung, berniat untuk membeli sesuatu. Tapi ternyata, pria yang kucurigai berbicara dengan Jackson tadi menghampiriku.
"Anda di sini?" Aku pura-pura tidak tahu.
"Hah, Anda lucu sekali, Nona." Dia tersenyum tak percaya.
"Katakan terus terang ada maksud apa Anda menghampiriku, Tuan Hadden?" Aku tidak ingin berbasa-basi.
Dia menyilangkan kedua tangannya di dada, lalu satu tangan memegang dagunya sendiri. "Em, begini. Aku ingin kau mengakui jika tadi berada di kolam renang bersamanya." Dia sepertinya sedang memancingku.
Oh, jadi ini tujuannya. Aku berdecak kesal dalam hati.
"Tidak terlalu sulit, bukan? Karena memang benar kau yang ada di dalam kolam tadi." Dia menekanku.
Aku tersenyum. "Maaf, Tuan Hadden. Aku tidak mau mempunyai hubungan apapun denganmu. Kita hanya perlu mencapai tujuan masing-masing tanpa harus saling mencampuri. Permisi." Aku tersenyum tipis lalu berlalu pergi dari hadapannya.
Entah apa yang dipikirkannya, aku tidak peduli. Toh, dia juga tidak akan memberi tahu Jackson siapa aku sebenarnya, karena yang mempekerjakanku adalah keponakannya sendiri. Jadi, aku sih santai saja.
Pukul sepuluh malam...
Aku kembali ke kamar suite hotel targetku. Kulihat dia sedang mengadakan rapat video call bersama relasinya. Aku pun mengambilkan segelas anggur untuknya. Kuletakkan di meja sampingnya tanpa bersuara karena khawatir akan menganggu rapatnya.
"Cecilia."
Aku beranjak pergi. Tapi bersamaan dengan itu dia memanggilku. Aku yang sudah ingin tidur ini terpaksa berbalik lagi ke arahnya.
"Tahi lalat merah di dadamu sangat indah," katanya yang sontak membuatku tidak jadi mengantuk.
Di-dia ...?!
Sungguh aku tak menyangka jika dia akan mengatakannya. Kejadian di dalam kolam tadi begitu cepat sehingga aku tidak menyadari jika dia sudah melihatnya.
Astaga ... ini berarti aku tidak boleh kehilangan satu milyar itu. Dia sudah melihat bagaimana bentuk dan warnanya.
Sungguh ada rasa kesal bercampur senang di hati saat mendengarnya. Senang karena akhirnya dia terpancing, kesal karena dia melihatnya. Walaupun pekerjaan yang kugeluti seperti ini, belum ada satu pria pun yang bisa melihat sepenuhnya. Sedangkan dia, sudah.
Apa yang harus aku lakukan?
Aku terpaku di tempat. Malam ini aku sudah terlanjur basah olehnya. Kulihat dia menoleh ke arahku sambil tersenyum lalu kembali menatap layar laptopnya. Sepertinya saat dia mengatakan hal tadi, video call itu sedang dijeda olehnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Dessy Arisandy
bahasa nya jgn elu gue hrsnya. masa seorang direktur bahasaanya preman. bacanya aja gak enak
2024-09-25
0
Alfi Hatta
ok
2021-12-19
0
baskoro wati
Lanjut
2021-12-18
0